Asa Harun OTT Koruptor Lagi

Di atas meja panjang berukuran lebih dari satu meter terdapat beberapa judul buku dan Al-Quran. Di antara buku-buku tersebut terselip dua buku berjudul Fiqih Persaingan Usaha dan Moralitas Reaktualisasi Teologi Berbisnis dan Persaingan Sehat dan Fikih Korupsi Analisis Politik Uang di Indonesia dalam Perspektif Maqashid Al-Syari’ah. Buku pertama terbit pada 2016. Sedangkan yang terakhir baru bisa dicetak Maret 2021 lalu, meski sudah disiapkan oleh penulisnya setahun lalu. Ia adalah Harun Al Rasyid—salah satu pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dipecat lantaran diklaim tak lolos seleksi aparatur sipil negara (ASN).

Pemecatan itu dilakukan Ketua KPK, Firli Bahuri melalui Surat Keputusan Nomor 652 Tahun 2021 tentang hasil assessment TWK yang tidak memenuhi syarat pada 7 Mei 2021. Saat menerima surat tersebut, Harun mengaku tengah menangani perkara korupsi di Nganjuk, Jawa Timur. Dan dengan sangat terpaksa ia harus melepas perkara itu beserta puluhan perkara lain yang menjadi tanggungjawabnya.

Baca juga: Mereka-reka TWK Pegawai KPK

Hingga hari ini, Sabtu, 23 Oktober 2021, sudah lepas 23 hari Harun tak lagi bekerja di komisi antirasuah. “Kami keluar dari KPK bukan sebuah pilihan. Ini bukan pilihan. Kita dikeluarkan,” ucapnya. Masih jelas dalam ingatanya bagaimana susahnya mengemasi barang dari ruang kerja yang telah belasan tahun ia gunakan. Terlebih ketika rekan-rekannya, secara bergantian, menyalami dan menitipkan sebuah foto bersama satuan tugas yang ia pimpin. “Waktu beres-beres barang saya hindari kawan-kawan. Saya ingin mengurangi gejolak psikologis dan psikis dari kawan-kawan. Kan sebenarnya semua kawan-kawan saya di kantor tidak menerima saya keluar. Mereka berpandangan TWK abal-abal,” ungkapnya saat ditemui Jaring.id di Yayasan Kiromim Baroroh Maiyatullah, Bogor, Jawa Barat, Kamis, 14 Oktober 2021.

Kini di rumahnya, di Bogor, Harun menghabiskan sebagian besar waktunya. “Saya biasanya mengaji dari shubuh, siang dan malam. Nah siang hari sembari menjalankan usaha. Saya juga sekaligus memberikan edukasi kepada santri saya agar mereka bisa mencari rezeki dengan tidak meminta kepada orang lain,” ujarnya. Yang ia jual ialah aneka sembako, mulai dari air mineral kemasan berbagai ukuran, mie instan, saus cabai sampai sambal kacang. Tak jarang ia menjajakan sendiri barang dagangan itu ke warung-warung menggunakan sepeda motor. Di samping itu, Harun mengaku tengah kembali menekuni kegemarannya menulis. “Sudah lama saya menulis buku. Ada baru lagi yang sedang saya disiapkan untuk terbit,” kata Harun.

Buku yang direncanakan Harun selepas dari KPK masih berisi seputar korupsi. “Saya sudah ada dua bahan buku masih separuh-separuh. Seputar kebijakan birokrasi yang ada kaitannya dengan korupsi,” ungkap Harun. Kedua tema dari buku tersebut sebagian besar diambil dari pengalaman Harun selama bekerja di KPK. Menurut Harun, gagasan besar dari bakal buku tersebut sudah lama ia siapkan. Namun karena kesibukanya sebagai penyidik tidak bisa ditunda, Harun memilih untuk mengeyampingkan pengerjaan kedua buku tersebut. Padahal, dulu, Harun sempat bertekad untuk menulis setidaknya 2 judul buku dalam satu tahun. “Pekerjaan di KPK banyak menyita. Tidak mudah,” tambahnya.

Selama bekerja di KPK, sejak 15 tahun lalu, kiprah Harun terbilang moncer. Pada 2018, ia bahkan sempat terlibat dalam 29 dari 30 operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan lembaga antirasuah. Jumlah penangkapan itu setara dengan lebih dari 20% OTT yang dilakukan KPK sejak 2005-2020. Pada periode itu, KPK sedikitnya melakukan OTT sebanyak 140 kali. Di mana penangkapan pada 2018 tercatat sebagai capaian terbaik KPK dalam hal OTT.

Kendati demikian, menurut Harun, tidak semua kasus berhasil dieksekusi KPK melalui OTT. Salah satu penyebab dari kegagalan OTT ialah kebocoran informasi dari dalam tubuh KPK, juga kecerobohan tim satgas. “Jadi saya pikir OTT tidak mudah,” ujarnya.

Mantan Ketua KPK, Abraham Samad dalam perpisahan 58 pegawai KPK di gedung KPK, Kamis 30 September 2021. (Foto: Somad)

Dalam laporan IndonesiaLeaks, sedikitnya ada 26 kasus yang diduga bocor semasa Firli Bahuri menjadi Deputi Penindakan KPK. Sementara sebanyak 36 kasus lainnya dihentikan prosesnya saat ia menjabat pimpinan KPK. Dalam periode itu, tidak sedikit pula pegawai KPK yang dikembalikan ke instasi asal, seperti Kepolisian maupun Kejaksaan. Sedangkan salah satu kasus yang sempat menyita perhatian publik ialah kasus dugaan perusakan barang bukti berupa buku kas bersampul merah yang berisi daftar para pejabat yang menerima uang dari pengusaha impor daging sapi, Basuki Hariman. Teranyar ialah kasus suap yang melibatkan penyidik KPK, Stepanus Robin dan Wakil Pimpinan KPK, Lili Pintauli.

Baca juga: Akhir Sang Penyidik Sepulang dari Swedia

Rentetan kasus di internal KPK ini, kata Harun, merupakan akumulasi dari praktik jahat membocorkan kasus yang selama ini terjadi di KPK. Oleh sebab itu, menurutnya, KPK perlu mengevaluasi seluruh operasi OTT yang telah dinyatakan gagal. “Pelajaran berharga kami dari kasus OTT yang tidak berhasil,” ujarnya. Jangan sampai, ia melanjutkan, upaya pengintaian yang biasanya memakan waktu berbulan-bulan hingga bertahun-tahun terbuang sia-sia. “Pelakunya bukan orang bodoh, kejahatan korupsi masuk kejahatan besar yang dilakukan orang secara sistematis,” tegas Harun.

Para pelaku korupsi saat ini, menurutnya, sudah lebih mahir menghilangkan jejak-jejak korupsi. Mulai dari tidak lagi menggunakan uang tunai ketika bertransaksi, membelanjakan hasil korupsi di luar negeri, menyimpan uang dalam brankas rumah, kardus minuman air mineral maupun balik tembok. Bahkan, kata dia, ada koruptor yang menjadikan mobil bekas sebagai gudang penyimpanan uang. “Koruptor terus belajar bagaimana agar bisa lolos dalam melakukan korupsinya. Modus yang mereka gunakan seperti apa. Kita pelajari terus,” kata Harun.

Harun menyebut bahwa OTT tak ubahnya seni yang tidak hanya membutuhkan ketelitian dan kecermatan, tetapi juga kreatifitas. Seorang penyidik harus punya kemampuan bermain peran dan menentukan siapa saja yang akan terlibat dalam penangkapan. “Tinggal saya membaca. Saya punya tim. Saya membaca kemampuan setiap individu. Bahkan yang terkecil yang tidak ribet ialah kemampuan mengemudi, itu penting. Teman-teman KPK dilatih untuk mengemudi,” ungkap Harun.

Oleh sebab kerja-kerja rahasia dan senyap itu pula yang masih membikin Harun berat meninggalkan KPK. Harun telah menghabiskan sepertiga hidupnya untuk memberantas korupsi. Ia bahkan sampai rela masuk kerja pada hari libur guna menangkap koruptor. “Saya melihat kerja rahasia, penuh dengan gebrakan bisa membuat kaget koruptor. Saya suka dan saya merindukannya,” kata Harun. Ia berharap KPK tetap melakukan OTT. Sebab hanya dengan cara itulah KPK dapat merebut kembali kepercayaan publik. “Publik merindukan KPK yang banyak melakukan OTT. Semua itu agar pejabat publik tidak gampang melakukan korupsi,” ujarnya.

Karenanya ia selalu terbuka bila ada pegawai KPK yang meminta saran. Terlebih bila terkait kerja-kerja operasi tangkap tangan. Kasus terakhir yang sempat ia tangani ialah kasus jual beli jabatan yang dilakukan Bupati Nganjuk, Novi Rahman Hidayat dan Bupati Probolinggo, Puput Tantriana Sari. Kasus ini tidak tuntas dikerjakan oleh Harun karena dinonjobkan oleh pimpinan. Tapi beruntung ia memiliki tim yang solid untuk menuntaskan kasus tersebut. “Saya seperti merasa masih menjadi kasatgas karena masih ada yang meminta saran, arahan, bimbingan dan nasihat,” katanya.

Meski begitu, Harun berharap masih bisa berkontribusi lebih bagi pemberantasan korupsi daripada sekadar memberikan saran. “Saya berani katakan keluarnya 58 pegawai KPK punya pengaruh besar dalam pemberantasan korupsi,” ujar Harun.

Baca juga: Main Coret atas Nama Kesultanan

Oleh sebab itu, ia menyambut baik tawaran Kepala Kepolisian Indonesia, Listyo Sigit  Prabowo untuk menjadikannya dan puluhan pegawai yang diberhentikan KPK menjadi ASN Polri. “Mungkin saya akan menerima tawaran Polri dan berbagi pengalaman melakukan OTT,” ucapnya. Terlebih masing-masing orang dari 58 pegawai yang telah disingkirkan pimpinan KPK lewat TWK memiliki pelbagai keahlian, bereputasi baik dan punya banyak pengalaman dalam pemberantasan korupsi. “(Polri) ini akan sangat kuat,” ia meyakinkan.

Melawan Kusta dari Jongaya

Gapura bercat merah putih dengan ornamen kemerdekaan menjadi penanda awal keberadaan Kompleks Jongaya di Kecamatan Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Permukiman ini dikenal sejak puluhan

Berlangganan Kabar Terbaru dari Kami

GRATIS, cukup daftarkan emailmu disini.