Peti pendingin di gudang PT Bhanda Ghara Reksa (Persero), Kelapa Gading, Jakarta Utara memuat sejumlah kotak berbahan styrofoam dengan label Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Di dalamnya terdapat tumpukan pereaksi kimia yang dapat mendeteksi Covid-19 (reagen) buatan China dari Sensure Biotech. Tumpukan reagen dengan kemasan yang didominasi putih dan garis merah ini ialah satu dari sejumlah merek reagen yang dikembalikan 78 rumah sakit dan laboratorium ke BNPB.

Badan Pengawasan Keuangan Pemerintah (BPKP) menemukan pengembalian reagen yang kalau ditaksir hampir Rp 40 miliar hingga Agutus 2020. Sedangkan Indonesia Corruption Watch (ICW) menduga ada potensi kerugian negara sebesar Rp 169,1 miliar dalam pengadaan tanpa melalui tender tersebut.

Merujuk laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) berjudul Kajian Tata Kelola dan Distribusi Alat Kesehatan dalam kondisi Covid-19, puluhan laboratorium dan rumah sakit sedikitnya memulangkan 498.644 unit reagen sepanjang April-September 2020. Reagen tersebut di antaranya, Intron, Wizprep, Seggenne, Liferiver, Kogene dan Sansure. dari jumlah itu, reagen Sansure yang dikembalikan sebanyak 209.544 atau setara dengan Rp 58,7 miliar. “Merek paling banyak yang dikembalikan dalam konteks RNA itu adalah merek Sansure,” kata peneliti ICW Wana Alamsyah kepada media yang tergabung dalam Klub Jurnalis Investigasi (KJI).

Sementara itu, dalam surat atensi kedua terhadap tata Kelola pengadaan barang di BNPB pada 4 Agustus 2020 disebutkan bahwa pengadaan PCR kit oleh BNPB tidak melewati uji coba kualitas, sehingga tidak cocok digunakan dengan alat-alat yang dipunyai laboratorium dalam negeri. Oleh sebab itu, BPKP menyarankan agar BNPB menarik barang yang tidak sesuai agar dapat segera didistribusikan kepada rumah sakit dan laboratorium yang cocok.

Namun hingga awal Maret lalu, tim KJI masih menemukan setumpuk reagen merek Sansure di Kelapa Gading. Reagen lain tersimpan di gudang Rawa Bokor, Bogor, Jawa Barat, Gudang Pusat Krisis Kementerian Kesehatan yang terletak di Jalan Percetakan Negara II Jakarta, serta Gudang Merpati Halim dan Gudang Jatiasih.

Saat dikomfirmasi perihal ini, Prasista Dewi, Deputi Bidang Logistik dan Peralatan BNPB menyatakan bahwa pihaknya sudah menjalankan rekomendasi BPKP dengan meredistribusi reagen yang dikembalikan. “Sudah tidak ada. Sudah kosong,” ujarnya saat ditemui di lantai 10 Gedung BNPB, Jakarta, Kamis, 11 Maret 2021.

Dalam jawaban tertulis BNPB yang juga diterima Jaring.id, masih terdapat 165.542 tes RNA merek Sansure yang tidak bisa dimanfaatkan laboratorium untuk mendiagnosa Covid-19 hingga Januari 2021. “Pihak penyedia PT Mastindo Mulia ikut bertanggung jawab dalam pembiayaan, baik proses penarikan produk (recall)  maupun proses redistribusi kepada laboratorium yang mampu menggunakan RNA Sansure,” demikian tertulis dalam surat jawaban BNPB ketika dikonfirmasi mengenai nasib reagen yang dipulangkan.

PT Mastindo Mulia selaku penyedia reagen PCR Kit merek Sansure mengaku tidak mengetahui keberadaan barang yang tak cocok dengan alat pengecekan Covid-19. Perwakilan manajemen PT Mastindo Mulia, Djoko Suyanto menjelaskan pihaknya sudah tidak lagi berhubungan dengan BNPB setelah pengadaan dinyatakan selesai. “Kami tidak mengetahui tentang hal tersebut,” kata Djoko Suyanto dalam keterangan tertulis yang diterima oleh tim KJI, Jum’at 12 Maret 2021.

Berdasarkan dokumen kontrak, PT Mastindo mengadakan barang tersebut pada 22 April 2020 melalui surat pesanan nomor SP.83/MM-COVID-19/PPK-DSP/DV/4/2020. BNPB menunjuk perusahaan ini untuk mengadakan reagen RNA dan PCR Kit sebanyak 500.000 unit dengan total nilai Rp 172,5 miliar. Menurut Djoko, dalam kontrak tersebut tidak ditemukan klausul terkait pengembalian maupun penggantian barang yang belakangan diketahui tidak sesuai. “Kami tidak pernah menerima pengembalian barang berupa PCR Kit dari BNPB,” kata Djoko pada Jumat, 12 Maret 2021.

Selain Mastindo, sejumlah perusahaan yang diketahui mendapat proyek pengadaan reagen dari BNPB ialah PT Makmur Berkah Sehat. Perusahaan ini mengantongi Rp 7 miliar guna mendatangkan reagen Wizprep sebanyak 100 ribu unit, PT Sinergi Indomitra Pratama mendapatkan anggaran Rp 199,9 miliar untuk menyediakan 559.020 reagen merek Liferiver dan PT Trimitra Sisesa Abadi mengadakan 441.832 reagen PCR, RNA dan VTM senilai Rp 110,4 miliar. Sepanjang Juli-September 2020, BNPB tercatat membeli 1.956.644 unit reagen PCR, RNA dan Viral Transport Medium (VTM) dengan total anggaran mencapai Rp 549 miliar.

Peneliti ICW, Wana Alamsyah menyarankan agar BNPB segera mendistribusikan reagen Covid-19 sebelum kedaluarsa. “Selama ada barang dan bisa dipakai segera distribusikan,” kata Wana. Namun ketika barang tersebut sudah tidak dapat digunakan, ICW meminta BNPB untuk lebih transparan dalam pengelolaan barang yang menggunakan duit negara. Wana merujuk pada Peraturan Kepala BNPB Nomor 04/2018 tentang Sistem Manajamen Logistik dan Peralatan. Pada Pasal 4 ayat 1 dijelaskan bahwa sistem manajamen logistik peralatan dalam penanggulangan bencana meliputi; perencanaan, pengadaan, pergudangan, pendistribusian dan penghapusan. “Kita tidak pernah tahu barang itu dimusnahkah atau tidak. Ketika dimusnahkan bagaimana pertanggungjawaban BNPB?” Wana mempertanyakan.

Dalam keterangan tertulis, BNPB menyebut bahwa masa kedaluarsa reagen merek Sansure yang disediakan oleh PT Mastindo Mulia hingga April 2022. Sedangkan dalam penelusuran Jaring.id, merek lain seperti Liferiver hanya tahan sampai 19 Oktober 2020.

Karena alasan kedaluarsa ini Rumah Sakit Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, Jawa Timur mengembalikan reagen tersebut melalui surat Nomor 2095/UN3.0.1/TU/2020 pada 3 September 2020. Menurut Kepala Hubungan Masyarakat RS Unair, Brihastama Sawitri, reagen Liferiver yang dikembalikan saat itu sebanyak 1.850 unit. “Waktu itu memang kami kembalikan,” kata Brihastama saat dihubungi tim KJI melalui sambungan telepon, Jumat 12 Maret 2021.

Unair bukan satu-satunya laboratorium di Jatim yang mengembalikan reagen BNPB. Balai Besar Penyehatan Teknik Kesehatan Lingkungan Pencegahan Penyakit (BBPTKLPP) Jatim pun melakukan hal serupa. Laboratorium ini diketahui menerima 9.600 reagen merek Sansure dan Liferiver sepanjang April-Mei 2020. Namun, laboratorium yang bertanggungjawab memeriksa spesimen dari Bali hingga Nusa Tenggara Barat (NTB) ini tidak bisa menggunakan reagen tersebut. Pasalnya menurut Koordinator Tata Usaha yang juga penanggungjawab penanggulangan Covid-19 dari BBPTKLPP Jawa Timur, Joko Kasihono, reagen yang berasal dari BNPB tidak cocok dengan mesin pengujian polymerase chain reaction (PCR) bersistem terbuka (open system) yang dipunya laboratorium BBPTKLPP Jatim. “Kami tidak bisa menerima. Kalau pun ada kiriman, langsung dialihkan ke lab atau rumah sakit yang cocok,” ujarnya pada Kamis, 17 Desember 2020.

Kepala BNPB, Doni Monardo meyakinkan bahwa proses pengadaan reagen pada awal pandemi Covid-19 di Indonesia telah dikaji tim ahli dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Reagen merek Sansure dipilih karena sesuai dengan rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Produk China ini telah mendapatkan sertifikat Conformite Europeenne (CE) dan Food and Drug Administration (FDA). “Itu salah satu produk yang telah direkomendasikan oleh WHO,” ujar Doni.

Meski begitu, BNPB mengakui bahwa belum ada pengujian terhadap kualitas produk. “Di dalam negeri belum ada lembaga yang melakukan uji validasi untuk untuk PCR reagen kit,” demikian tertulis dalam jawab tertulis BNPB.

Menurut Doni, hal utama yang mendasari BNPB mengadakan reagen pada April 2020 ialah kondisi darurat. Saat itu, kata dia, pengujian Covid-19 yang direncanakan 10.000 perhari terancam berhenti karena jumlah reagen yang semakin menipis. Sementara jumlah alat dan material kesehatan (almatkes) untuk menangani pandemi Covid-19 termasuk reagen di pasar dunia terbatas.

Oleh sebab itu, BNPB memutuskan untuk mengambil keputusan cepat ketika ada perusahaan yang berkomitmen menyediakan reagen dalam jumlah banyak. Salah satunya ialah PT Trimitra Wasesa Abadi. Bila PT Mastindo Mulia mengadakan hampir 500 ribu tes, PT Trimitra mendapat belasan paket pengadaan dengan total anggaran sebesar Rp 427 miliar. “Mastindo menyatakan kesanggupannya untuk menyediakan sampai 1 juta PCR reagen merek Sansure dalam waktu 10 hari,” kata Doni.


Ini adalah akhir dari empat laporan yang menyoroti pengadaan barang di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Sebelumnya kami menerbitkan laporan utama berjudul “Alkes Bermasalah Kiriman BNPB” dan wawancara Kepala BNPB, Doni Monardo “Kami Pikir Semua Merek Sama.” Sementara yang ketiga diberi judul “Satu Masalah di Tiga Negara.” Empat laporan ini merupakan hasil kolaborasi media yang tergabung dalam Klub Jurnalis Investigasi (KJI) dan Indonesia Corruption Watch (ICW). Terima kasih, Anda sudah membaca. 

 

Jejak Alat Sadap Israel di Indonesia

Perangkat keras berlabel Cisco Router dan Dell Server yang dikirim oleh Q Cyber Technologies Sarl, Luksemburg—induk usaha pembuat perangkat lunak penyadapan bernama Pegasus, NSO Group,

Berlangganan Kabar Terbaru dari Kami

GRATIS, cukup daftarkan emailmu disini.