Sejak muncul kasus covid-19 pertama pada 2 Maret 2020 lalu di Depok, Jawa Barat, hari-hari Muslim (51) sebagai marbut terbilang melelahkan. Ia melakukan pelbagai cara sederhana guna menjaga kebersihan masjid. Jauh sebelum azan merambati pengeras suara Masjid Jami At-Taqwa di Mampang, Pancoran Mas, karpet panjang berkelir hijau yang sebelumnya dibersihkan satu kali dalam seminggu, kini lebih rutin dikibaskan. Bila debu karpet mengepul dan berpindah ke lantai sebelum seluruh jendela terbuka, Muslim menggosok lantai dua kali bolak-balik dengan kain pel dan air.
“Sekarang dua hari sekali kita bersihkan,” ungkap Muslim ditemui Jaring.id, Rabu, 18 Maret 2020.
Kegiatan bersih-bersih ini, menurut Muslim, sesuai dengan tanggap darurat bencana nasional yang ditetapkan pemerintah hingga 29 Mei 2020. Meski begitu, pengurus Masjid Jami At-Taqwa belum dapat mengimplementasikan surat edaran SE.1.Tahun 2020 tentang Protokol Penanganan Covid-19 pada Rumah Ibadah. Bukan tidak mematuhi anjuran Kementerian Agama, tetapi penyediaan alat pengukur suhu tubuh dan hand sanitizer perlu dana tidak sedikit.
“Kalau bisa disediakan,” katanya.
Sekitar 29 Kilometer dari Depok, pengurus Masjid Istiqlal Jakarta melawan sebaran virus SARS CNoV-2 dengan beragam cara. Mulai menggulung seluruh karpet, menyemprotkan disinfektan ke seluruh ruangan, mengusap pengeras suara, hingga menyediakan hand sanitizer.
“Kita juga melakukan penyemprotan pada uang infaq masjid. Kan ada dollar Singapura dan uang China. Sedapat mungkin itu harus steril, karena penularan bisa juga melalui uang,” kata Imam Besar Masjid Istiqlal, Nazarudin Umar saat dihubungi Jaring.id melalui telepon, Rabu, 18 Maret 2020.
Hingga 22 Maret 2020, total kasus positif Covid-19 di Indonesia mencapai 514 kasus. Dari jumlah itu 48 orang meninggal dan 29 lainnya dinyatakan sembuh. DKI Jakarta menyumbang angka kasus paling besar, yakni mencapai 304 kasus. Menyadari tingginya angka yang terjangkit dan meninggal di Ibukota, Nazarudin berinisiatif membatasi ceramah massal dan memperpendek durasi khutbah Jumat di Istiqlal menjadi 5 menit.
“Jangan terlalu lama (ceramah),” katanya.
Wakil Menteri Agama periode 2001-2004 pun menganjurkan agar masyarakat muslim beribadah di rumah. Hal itu penting untuk mendukung upaya medis terhadap pandemik global di Indonesia. Bahkan ia menyarankan agar ibadah Ramadhan 1441 H seperti Tarawih hingga shalat Idul Fitri, 24 Mei 2020 mendatang tidak dilakukan berjamaah. Hal ini sesuai masa tanggap darurat Covid-19 yang telah diputuskan pemerintah.
“Yang utama adalah mempertahankan kesehatan tubuh daripada shalat berjamaah. Mencegah kemudaratan itu lebih utama daripada mencari manfaat atau pahala. Nabi Muhammad pernah melakukan hal itu,” ungkap Nazarudin Umar.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan Fatwa Nomor 14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Wabah Covid-19. “Dalam hal ia (masyarakat-red) berada di suatu kawasan yang potensi penularannya tinggi atau sangat tinggi berdasarkan ketetapan pihak berwenang, maka ia boleh meninggalkan salat Jumat dan menggantikannya dengan salat Dzuhur di tempat kediaman, serta meninggalkan jamaah salat lima waktu atau rawatib, tarawih dan ied di masjid atau tempat umum lain,” demikian tertulis.
Sekretaris MUI, Asrorun Ni’am Sholeh menjelaskan fatwa tersebut mengatur sembilan hal yang dapat memudahkan umat Islam melakukan peribadatan di tengah pandemik global.
“Ini panduan agar tetap menjalankan ibadah, tapi dalam waktu yang sama berkontribusi mencegah covid-19 untuk melindungi masyarakat,” kata Asrorun Ni’am Sholeh dalam siaran pers Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Kamis, 19 Maret 2020.
Sementara itu, Gereja Kristen Indonesia (GKI) Kwitang Jakarta menerapkan ibadah online melalui live streaming di kanal YouTube saban akhir pekan. Menurut anggota jamaat DKI Kwitang, Sigit Budiman, ibadah lewat sistem daring (dalam jaringan) tersebut dilakukan hingga akhir bulan ini.
“Bisa ibadah online dan tidak disarankan ke gereja di tempat lain,” kata Sigit.
Berdasarkan laporan Kementerian Agama, jumlah tempat ibadah di seluruh Indonesia sebanyak 370.620 unit. Terdiri dari 281.136 Masjid, 58.037 Gereja Kristen, 12.764 Gereja Katolik, 14.655 Pura, 2.265 Vihara dan 1.763 Kelenteng. Menteri Agama, Fachrul Razi mengakui bahwa tempat ibadah rentan menjadi tempat penularan covid-19. Itu sebab ia mengimbau agar seluruh umat beragama termasuk penghayat kepercayaan tidak berkumpul dalam jumlah besar.
“Umat juga diimbau tidak terlalu lama berkumpul di rumah ibadah,” Kata Fachrul Razi dikutip dari situs Kemenag.go.id pada Sabtu, 14 Maret 2020.
Hal itu sesuai dengan instruksi Presiden Joko Widodo yang disampaikan pada Senin, 17 Maret 2020 di Istana Bogor, Jawa Barat. Presiden meminta masyarakat untuk melakukan segala aktivitas, baik belajar maupun ibadah dari rumah.
“Kebijakan belajar dari rumah, bekerja dari rumah dan ibadah di rumah terus digencarkan untuk menguangi pengurangan penyebaran Covid-19,” ujar Jokowi.
Patuh Tak Patuh Anjuran Pemerintah
Di Jawa Barat. Sinode Gereja Kristen Indonesia (GKI) Jawa Barat, Pendeta Darwin Darmawan tidak bisa berhenti memantau layar telepon genggamnya. Selama tiga hari berturut-turut mulai 17 Maret 2020 lalu, ia mesti mengikuti pelbagai rapat online.
“Kita terus-menerus rapat online seiring meningkatnya pasien positif,” kata Pendeta Darwin saat dihubungi Jaring.id, Kamis 19 Maret 2020.
Hal ini dilakukan lantaran kasus covid-19 di Jabar sudah mencapai 55 kasus, termasuk 7 orang meninggal. Merujuk laman Pusat Informasi & Koodinasi (Pikobar) Covid-19 Jabar, ada sebanyak 1774 warga Jabar yang masuk kategori ODP (Orang Dalam Pemantauan) dan 157 lainnya PDP (Pasien Dalam Pengawasan).
Dari hasil rapat maraton itu, GKI Jabar memutuskan untuk mengalihkan ibadah keagamaan ke dalam jaringan online. Lalu mendorong aksi bersama lintas agama, seperti melakukan penyemprotan disinfektan secara gratis terhadap masjid, pura, vihara, kelenteng dan gereja kristen serta katolik. GKI juga akan memberikan pendampingan spiritual kepada pasien yang dinyatakan covid-19 positif.
“Kami juga mengumpulkan donasi untuk membeli alat perlindungan diri bagi petugas medis. Tetapi barangnya susah dicari saat ini, alat perlindung diri itu banyak kosong,” kata Pendeta Darwin.
Berbeda dengan Jawa Barat, Bali yang merupakan wilayah dengan mayoritas umat Hindu berkeras untuk melanjutkan ritual keagamaan di luar rumah pada Maret ini. Kemarin, 21 Maret 2020, salah satu pura terbesar di Bali, yakni Pura Batur di Kintamani melakukan upacara mengembalikan kesucian gunung dan Danau Batur dan pada 25-26 Maret umat Hindu akan merayakan Hari Raya Nyepi. Sementara awal April mendatang, umat Hindu akan melangsungkan Upacara Ngusaba Kesada yang biasanya dipadati ribuan orang.
Kesinoman Guru Nyoman Waji menyakinkan bahwa rangkaian ritual keagamaan dilakukan sesuai dengan anjuran pemerintah. Pada ritual penyucian gunung dan Danau Batur lalu, satu keluarga hanya boleh menyertakan 1 orang perwakilan dalam kegiatan keagamaan tersebut.
“Untuk warga lokal Batur saja. Kita juga akan berdoa soal kondisi nasional saat ini,” kata Kesinoman Guru Nyoman Waji saat dihubungi Jaring.id, Kamis, 19 Maret 2020.
Adapun Upacara Ngusaba Kesada, lanjut Guru Nyoman Waji, masih akan dikoordinasikan lebih lanjut dengan pemerintah daerah. Menurutnya, rapat sudah digelar sebanyak tiga kali.
”Kita komunikasi terus menerus,” ujarnya.
Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali, I Gusti Ngurah Sudiana mengaku sudah mengimbau agar seluruh pengelola Pura di Bali memerhatikan kebijakan pemerintah terkait dengan pembatasan kerumunan orang. Daerah yang menjadi ikon pariwisata dunia ini termasuk salah satu daerah yang tercatat memiliki 7 kasus Covid-19. Namun bagi I Gusti Ngurah Sudiana, tidak mudah meyakinkan masyarakat tidak melakukan ritual keagamaan, maupun perayaan hari besar keagamaan.
“Ritual di Bali tidak bisa ditinggalkan, tapi kalau sembahyangnya bisa di rumah masing-masing,” kata I Gusti Ngurah Sudiana kepada Jaring.id, Jum’at, 20 Maret 2020.
Kendati demikian, Sudiana meyakinkan kegiatan keagamaan, seperti ritual Melasti yang digelar sehari sebelum perayaan Nyepi hanya melibatkan tokoh agama.
“Perayaan tahun lalu melibatkan banyak orang. Sekarang kita ingin supaya tidak ada penumpukkan,” ujarnya.
Sebab Petaka di Sela Kerumunan
Tidak mudah bagi Gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah membatalkan Tablig Akbar Ijtima Asia pada 19-22 Maret 2020. Ia harus berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Indonesia, Idham Aziz, Kepala Kepolisian Daerah Sulsel, Mas Guntur Laupe dan Bupati Goa, Adnan Purichta Ichsan guna membatalkan kegiatan yang sedianya dihadiri ribuan umat dan 411 warga negara asing—sebagian dari mereka bahkan sudah hadir di Desa Pakkatto, Kabupaten Gowa.
Setelah berkoordinasi, Nurdin memutuskan untuk membatalkan kegiatan massal tersebut. Pasalnya, pengumpulan orang dalam jumlah besar sangat rentan menjadi jalan bagi penularan covid-19. Penyakit yang disebabkan virus corona baru tersebut sudah dinyatakan pandemik oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Tapi bukan berarti masalah selesai setelah kegiatan itu dibatalkan. Selain membatalkan kedatangan ulama asal Bangladesh dan Pakistan, pemda juga harus mempercepat pemulangan warga negara asing yang sudah kadung menginjakan kaki di Sulsel, serta mengisolasi beberapa jamaah.
“Kami mengucapkan terima kasih yang kepada panitia Itjima zona Asia yang bersedia membatalkan acaranya demi kepentingan bangsa yang lebih besar,” tulis Nurdin Abdullah dalam akun Twitternya, Kamis, 19 Maret 2020.
Tidak berhenti di Sulawesi, kegiatan yang mengumpulkan ribuan orang juga terjadi pada Misa Uskup Ruteng di Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 19 Maret 2020 lalu. Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Doni Monardo sempat melayangkan surat kepada Kardinal dan Bupati Manggarai agar menunda pelantikan Uskup Ruteng, Mgr. Siprianus Hormat. Namun, pihak gereja berkeras melanjutkan kegiatan tersebut.
Dari surat yang diterima Jaring.id pada Kamis, 19 Maret 2020. Mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus TNI Angkatan Darat (Kopassus) itu menyampaikan bahwa penularan virus corona tidak hanya berasal dari pasien yang sedang dirawat di rumah sakit, melainkan juga orang yang tampak sehat. Dalam kondisi pandemik, kata dia, tiap orang rentan menjadi pembawa virus corona (carrier).
“Sangat berbahaya bila menular kepada orang lanjut usia atau memiliki penyakit bawaan. Carrier tersebut bisa berpotensi menjadi pembunuh potensial karena bisa menyebabkan kematian,” tutur Doni mengakhiri suratnya, Kamis, 19 Maret 2020.