Sisa Bahaya dari Sampah Rokok

Dimulai dari Taman Jaya Wijaya, lalu Taman Monjari, belasan pemuda yang tergabung dalam Pemuda Penggerak di Solo, Jawa Tengah mengumpulkan hampir 10 ribu puntung rokok dari kawasan tanpa rokok (KTR). Padahal sebelumnya, kedua taman telah ditetapkan sebagai KTR sejak 2019 lewat Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 9 Tahun 2019. Menurut Ketua Penggerak, Cikal Ardinasari, dibutuhkan waktu sekitar 40 menit untuk mengumpulkan ribuan sampah rokok tersebut. “Puntung rokok itu jadi bukti bahwa ada perokok di lokasi KTR,” ungkap Cikal kepada Jaring.id melalui telepon, Jumat 8 Oktober 2021.

Oleh sebab itu, Cikal memilih untuk menyerahkan sampah rokok tersebut ke kantor Pemerintah Kota Surakarta ketimbang langsung membuang ke tempat pembuangan sampah. Ia hendak menunjukkan rendahnya pengawasan pemda terhadap KTR. “Kami akan terus melakukan itu sebagai bentuk advokasi ke pemerintah,” kata dia.

Gerakan memunguti sampah rokok ini sudah sejak 2017 dilakukan Cikal dan kawan-kawanya. “Sempat terhenti ketika memasuki Pandemi Covid-19,” ucapnya. Baru pada Januari 2021 ini mereka bisa kembali aktif membebaskan ruang publik dari sampah rokok. Saat beraksi mereka tak lupa mengenakan sarung tangan, masker dan membawa kantong sampah guna mengumpulkan puntung rokok. “Karena limbah,” katanya.

Serupa dengan Cikal, Rama Tantra, anggota Youth Tobacco Control Movement juga menginisiasi gerakan memunguti sampah rokok. “Kita mencoba kampanye satu puntung sejumlah masalah dengan melakukan advokasi kebijakan.” ujar Rama kepada Jaring.id melalui telepon, Minggu, 10 Oktober 2021.

Gerakan yang dimulai oleh 20 anak muda dari seluruh Indonesia pada 2019 lalu ini bertujuan untuk mengurangi tingkat prevalensi perokok. Riset Dasar Kesehatan yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan pada 2018 mencatat peningkatan prevalensi perokok anak usia 10 tahun. Pada 2013 prevalensi perokok anak hanya 28.8 persen, sedangkan 2018 mencapai 29,3 persen. Sementara prevalensi perokok usia 10-18 tahun menjadi 9,1 persen pada 2018. Angka ini meningkat sekitar 2 persen dari 2013 yang hanya 7,2 persen.

Sebelum Pandemi Covid-19, tepatnya Desember 2019 lalu, aksi bersih-bersih puntung rokok dilakukan Rama di kawasan Monumen Nasional (Monas). Saat itu, ia berhasil mengumpulkan lebih dari 2000 puntung rokok dalam kurun waktu satu jam. Ribuan sampah rokok mudah ditemukan di ruang publik, seperti taman dan halte bus. “Kita hendak menyampaikan ini tak hanya masalah kesehatan dan ekonomi, tapi juga ini masalah lingkungan,” kata Rama.

Menurut Rama, banyaknya sampah rokok yang dapat ditemukan di sudut kota merupakan indikasi dari kemudahan masyarakat mengakses rokok. Riset dari Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI) pada 2020 menunjukan terdapat 8 warung rokok eceran tiap satu sekolah di DKI Jakarta. Di antaranya bahkan terletak tak sampai 100 meter dari sekolah.

Riset yang menggunakan aplikasi google maps dan google street view ini menemukan sedikitnya 8.371 warung rokok eceran di DKI Jakarta. Ribuan warung rokok eceran ini banyak ditemukan di wilayah padat penduduk. Dalam riset tersebut jumlah warung rokok terbanyak tersebar di wilayah Jakarta Timur dengan jumlah 3.085, selanjutnya Jakarta Barat dengan 2.136, Jakarta Pusat sebanyak 1.457, Jakarta Selatan sebanyak 1.293 dan Jakarta Utara 397 kios. “Mestinya rokok tidak boleh jual batangan. Harga rokok perlu lebih mahal,” harap Rama.

Meski begitu, tak semua orang mengapresiasi apa yang dilakukan Rama dan kawan-kawan. Tak jarang mereka dianggap hanya sebatas cari panggung untuk kebutuhan konten sosial media semata. “Mereka (mencibir) tidak tahu bahaya sampah puntung rokok,” kata Rama.

Wakil Ketua Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA), Tubagus Haryo tak heran dengan banyaknya sampah rokok di ruang publik. Sebab, menurutnya, pemerintah belum menaruh perhatian terhadap pengolahan limbah rokok. Padahal limbah rokok mengandung racun dan ia menduga adanya kandungan berbahaya yang tertinggal dalam puntung rokok. “Semestinya perlakuannya sama dengan pengelolaan limbah B3. Kita punya regulasi pengolahan B3, tapi apakah KLHK punya perhatian spesifik terhadap puntung rokok ini,” kata Tubagus.

Tubagus mengatakan KLHK harusnya lebih bisa mendorong perusahaan rokok bertanggungjawab terhadap penanganan sampah rokok. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup di mana produsen yang menyebabkan polutan harus mendaur ulang sampah yang dihasilkan. “Pelaku usaha harus bertanggung jawab terhadap sampah pembungkus maupun sisi konsumsi yang dihasilkan,” ujarnya. Menurutnya, perusahaan rokok bisa menggunakan dana sosial perusahaan (CSR) untuk melakukan pengolahan sampah. ”Buatlah program puntung rokok agar tidak sampai ke air dan tanah,” lanjut Haryo.

Hasil riset yang diterbitkan Journal of Hazardous Materials berjudul puntung rokok yang berserakan sebagai limbah berbahaya: Sebuah komprehensif tinjauan sistematis yang diterbitkan oleh Department of Environmental Health Engineering, School of Public Health, Iran University of Medical Sciences, Tehran, Iran pada 2020 memperkirakan sekitar 5,5 triliun rokok diproduksi setiap tahun di dunia. Sementara limbah puntung rokoknya akan mencapai 1,2 juta ton dan meningkat 50 persen hingga 2025.

Peneliti, Javad Torkashvand mengungkapkan bahwa dalam puntung rokok terdapat ribuan bahan kimia yang berbahaya, seperti arsenin, benzena, hydrogen sianida, PAH, piridin, hingga logam berat. “Setiap puntung rokok dapat mencemari 1000 liter air,” tulis Javad Torkashvand dalam jurnalnya.

Penelitian lain tentang dampak puntung rokok juga diulas oleh Pusat Penelitian Bioteknologi Laut Teluk Persia, Universitas Ilmu Kedokteran Bushehr, Iran yang diterbitkan di British Medical Journal (BMJ)—sebuah jurnal yang fokus pada kesehatan pada 2017. Penelitian ini dilakukan Sina Dabaradaran pada 2015 lalu. Saat itu ia meneliti sampah puntung rokok di sepanjang Teluk Persia selama 10 hari. Hasilnya ditemukan kandungan kadmium (Cd), besi (Fe) aseton (As), seng (Zn), mangan (Mn) dan nikel (Ni) yang bervariasi antara 0,16 μg/g sampai 123,1 μg/g dari setiap masing-masing kandungan yang terdapat dalam puntung rokok tersebut. “Itu menunjukkan logam yang besar dapat memasuki laut setiap tahun dari sampah puntung rokok,” kata Sina.

Sementara itu penelitian toksisitas sampah puntung rokok yang diterbitkan jurnal Ecotoxicology and Environmental Safety edisi 113 pada Meret 2015 mengungkap dampak buruk puntung rokok pada ikan medaka (Oryzias Latipes). Riset yang dilakukan oleh Wenjau Lee dan Chih Chun Lee peneliti dari Departemen Teknologi Biosains, Universitas Kristen Chang Jung, Tainan, Taiwan ini mengungkapkan bahwa konsentrasi puntung rokok dapat meningkatkan detak jantung, mengubah perilaku, bahkan meningkatkan kematian. “Studi ini menunjukkan bahwa puntung rokok memengaruhi perkembangan ikan dan memberikan bukti toksikologi dari dampak ekologi yang dihasilkan puntung rokok,” ungkap Lee.

Anggota Komisi Nasional Pengendalian Tembakau Bidang Kesehatan, Ekonomi dan Lingkungan, Jalal mengungkapkan kandungan berbahaya dari puntung rokok. Antara lain toksis dan plastik asetat. Dengan kandungan tersebut harusnya puntung rokok masuk dalam B3. “Karena plastik dia bisa lama terurai di alam,” kata Jalal kepada Jaring.id saat dihubungi melalui telepon, Sabtu 23 Oktober 2021.

Menurutnya, butuh waktu kurang lebih 10 tahun untuk mengurai sampah rokok. Penguraian itu akan lebih cepat, apabila limbah rokok tidak terkubur dalam tanah atau terpapar sinar matahari secara langsung. “Karena sifatnya yang demikian, maka  perlu memutuskan pengolahan puntung rokok yang lebih serius dan membedakan pengolahan dengan sampah lain,” ujarnya.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dijelaskan setiap orang maupun perusahaan yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan penyimpanan limbah B3. Aturan lain terkait pengolahan limbah juga tertuang dalam Pasal 123 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 6 Tahun 2021 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Aturan ini mengatur secara rinci pengolahan B3, dari mulai termal, stabilisasi, solidifikasi. Cara lain sesuai perkembangan teknologi, seperti bioremediasi, elektrokoagulasi dan pencucian.

Meski begitu, kata Jalal, industri rokok belum melakukan tanggung jawabnya terhadap sampah rokok. “Perusahaan rokok punya tanggung jawab bersama mengelola rokok. Ketegasan yang sudah ada di dalam UU perlu diwujudkan,” kata Jalal.

Salah satu negara yang sudah mengelola sampah rokok ialah Amerika Serikat. Menurut Jalal, perusahaan rokok di Amerika Serikat diwajibkan untuk membayar biaya sampah puntung rokok. Perusahaan juga diminta untuk bertanggung jawab terhadap sampah puntung rokok yang dihasilkan oleh industri. “Pemerintah negara maju mengambil lebih tegas dalam pengolahan puntung rokok,” ungkapnya.

Dalam amatan Jaring.id di salah satu tempat pembuangan sampah akhir (TPA) Rawajati, Jakarta Selatan, tidak terlihat proses pemisahan antara sampah rokok dengan sampah rumah tangga lain. Pengelolaan sampah dilakukan dengan mencampur sampah-sampah puntung rokok dengan sampah lainnya.

Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya Beracun (B3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rosa Vivien Rahmawati membantah sampah puntung rokok masuk kategori limbah B3. Karenanya tidak dibutuhkan penanganan khusus untuk sampah puntung rokok. “Tidak ada puntung rokok (mengandung) limbah B3,” kata Rosa Vivien Rahmawati melalui pesan Whatsapp, Kamis, 21 Oktober 2021. Kendati demikian, kata Rosa, KLHK belum pernah meneliti kandungan B3 dalam puntung rokok. ”Belum ada,” lanjutnya irit bicara.

Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Agus Suprapto menjelaskan bahwa pemerintah tidak memasukan pengolahan limbah rokok dalam rancangan revisi Peraturan Pemerintah (PP) 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. “Revisi juga belum mengatur. Tidak sampai ke puntung rokok juga. Kalau ada datanya bisa disampaikan ke kami. Nanti kami akan kaji. Nanti apa saja yang perlu diperhatikan agar tidak membuang puntung rokok sembarangan,” kata Agus kepada Jaring.id, Selasa, 19 Oktober 2021.

Agus mengaku akan membawa isu pengelolaan sampah puntung rokok tersebut dalam rapat lintas kementerian. “Saya akan koordinasikan dulu untuk puntung rokok ini. Saya akan diskusi dengan PMK besaran masalahnya apa sehingga bisa dianggap evidence base,” ujarnya.

Hingga naskah ini terbit, Jaring.id telah mencoba menghubungi sejumlah perusahaan rokok, seperti Wismilak, PT Gudang Garam Tbk dan PT HM Sampoerna Tbk. Dari tiga perusahaan tersebut hanya PT HM Sampoerna yang memberikan tanggapan. Direktur PT HM Sampoerna Tbk, Elvira Lianita menyatakan perusahaanya telah mengambil pendekatan yang komprehensif dan mencakup mitigasi perubahan iklim, pengelolaan air, pengelolaan limbah dan pencegahan penggundulan hutan. “itu bentuk pola mengurangi jejak lingkungan,” kata Elvira Lianita melalui pesan Whatsapp, Rabu, 27 Oktober 2021.

Sebagai perusahaan yang berafiliasi dengan Philip Morris International, Elvira menjelaskan, Sampoerna berkomitmen untuk mengurangi limbah plastik dan puntung rokok hingga 50% pada tahun 2025. “Puntung rokok memiliki residu asap, abu, berbau tidak menyenangkan dan akan terurai dalam waktu yang cukup lama,” ujarnya.

PT Sampoerna baru melakukan dua hal terkait pengelolaan sampah puntung rokok, yakni meneliti bahan alternatif filter rokok yang rendah karbon dan kedua, mendorong kesadaran masyarakat untuk membuang puntung rokok pada tempatnya. “Penelitian ini telah dilakukan PMI selama 10 tahun terakhir dan kami masih terus mencari alternatif yang sepenuhnya dapat terurai kembali (biodegradable),” kata Elvira.

Pada 2020, PT Sampoerna menyatakan telah meluncurkan program uji coba riset daur ulang puntung rokok dengan bekerjasama dengan Waste4change. Program ini dilakukan untuk mengatasi dampak sampah puntung rokok. Namun hingga kini, Alvira mengakui kalau pihaknya belum menemukan skema daur ulang yang ekonomis dan ramah lingkungan dalam skala besar. “Permasalahan lingkungan dan pengelolaan limbah plastik merupakan permasalahan yang kompleks, dan tidak terbatas pada puntung rokok saja. Sampoerna berkomitmen untuk turut berperan aktif dan bekerja sama dengan pihak yang berkompeten dalam mengatasi permasalahan lingkungan,” pungkas Elvira.

Melawan Kusta dari Jongaya

Gapura bercat merah putih dengan ornamen kemerdekaan menjadi penanda awal keberadaan Kompleks Jongaya di Kecamatan Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Permukiman ini dikenal sejak puluhan

Berlangganan Kabar Terbaru dari Kami

GRATIS, cukup daftarkan emailmu disini.