Penafian: Informasi dalam dokumen ini bukan merupakan nasihat hukum dan tidak dapat dianggap sebagai nasihat hukum. Informasi dalam dokumen ini hanya ditujukan sebagai panduan.
Banyak hal yang terjadi selama 12 bulan belakangan telah menyadarkan kita bahwa kebebasan pers sedang terancam. Atas nama pandemi, banyak rezim melakukan tindakan hukum yang menindas dengan dalih mengatasi disinformasi. Mereka menggunakan metode yang semakin canggih untuk mengontrol informasi daring dan bertindak keras kepada jurnalisme yang kritis. Risiko hukum bagi reporter semakin besar.
Reporter terus menjadi sasaran kekerasan dan penahanan sewenang-wenang. Mereka dimata-matai, terutama ketika terjadi eskalasi konflik dan pemilihan umum sedang berlangsung. Seringkali, tidak ada pertanggungjawaban atas serangan-serangan tersebut. Para aparat keamanan atau aktor non-negara yang melakukan tindakan kekerasan terhadap jurnalis menikmati kekebalan hukum.
Para reporter juga kerap menghadapi tuntutan hukum tidak berdasar. Melalui SLAPP (Strategic Lawsuits Against Public Participation), reporter dan pengkritik perilaku individu atau perusahaan besar yang merugikan kepentingan publik, diintimidasi.
Tantangan lain terhadap kebebasan berekspresi dan jurnalisme independen berasal dari upaya negara untuk mengontrol informasi daring. Di banyak negara bagian, internet acapkali jadi platform terakhir bagi kebebasan berpendapat. Namun, hal tersebut juga tak luput dari usaha pemerintah yang menindak ekspresi daring dengan berbagai cara. Di banyak negara, internet dikontrol secara ketat, baik melalui pemblokiran situs web secara berkala atau penyaringan situs web secara kontinyu.
Di tengah berbagai kondisi muram tersebut, jurnalis perlu memahami perlindungan yang diberikan oleh hukum internasional terhadap pekerjaan mereka. Dengan menggunakan pedoman yang berisi gambaran umum standar hukum internasional dan ancaman umum yang dihadapi jurnalis ini, reporter bisa mencegah, mengurangi, dan melindungi diri dari ancaman hukum karena menjalankan praktik jurnalistik.
Pencemaran Nama Baik
Defamasi atau pencemaran nama baik adalah konsep hukum yang secara luas dipahami sebagai penyampaian pernyataan palsu yang secara tidak adil menyebabkan kerugian pada reputasi badan hukum atau individu. Di bawah Hukum Hak Asasi Manusia Internasional, aturan soal pencemaran nama baik dapat dipahami sebagai perlindungan terhadap “kehormatan dan reputasi” seseorang dari “serangan yang melanggar hukum”.
Aturan mengenai hal ini berbeda-beda di setiap yurisdiksi. Oleh sebab itu, langkah pertama dalam menghadapi tuduhan ini adalah menentukan yurisdiksi yang relevan dan mencari nasihat hukum.
Tips menghindari/meminimalisir tuduhan defamasi
Risiko hukum bagi reporter tak bisa sepenuhnya dihindari, tetapi beberapa hal praktikal di bawah ini bisa meminimalisir tuduhan defamasi:
- Ikuti prinsip jurnalistik yang baik. Bersikap teliti, adil, dan akurat dalam menyusun liputan; atribusikan dengan cermat sumber dan kutipan; rekam percakapan — dengan persetujuan — bila memungkinkan; dan jangan mengutip pernyataan narasumber dengan cara yang bisa membawa dampak yang tak diinginkan, terutama bila tak didukung oleh bukti yang kuat. Selain itu, jangan memilih, meringkas, atau memparafrasekan ucapan narasumber secara selektif dan menjadikannya kutipan langsung. Untuk melakukan hal ini, reporter bisa menggunakan panduan soal Merekam Percakapan dan Panggilan Telepon serta Keterampilan dan Prinsip Jurnalisme.
- Berhati-hatilah dengan apa yang ditulis dan hanya tulis sesuatu yang memiliki bukti kuat. Kontrol akurasi tulisan dan hindari ambiguitas.
- Simpan seluruh riset dan dokumen yang kamu punya. Apabila hendak membuat pernyataan kontroversial mengenai seseorang atau sebuah perusahaan, reporter harus bisa membuktikannya berdasarkan fakta. Jadi, kumpulkan semua bukti yang bisa memperkuat karya jurnalistikmu.
- Jika reporter menyimpan rekaman wawancara dalam file audio atau video, penting bagi mereka untuk mendapatkan persetujuan tertulis dari narasumber.
- Selalu periksa fakta dan gunakan sumber yang dapat dipercaya. Jangan pernah berasumsi kalau sesuatu yang sudah dipublikasikan adalah sesuatu yang benar.
- Ingatlah bahwa kamu bisa dimintai pertanggungjawaban atas publikasi ulang pernyataan yang dianggap memfitnah. Oleh sebab itu, berhati-hatilah dalam mengulangi tudingan yang pernah dipublikasikan sebelumnya. Risiko hukum bagi reporter bisa muncul ketika mencuit ulang konten yang berpotensi mencemarkan nama baik.
- Jika memberikan pendapat tentang sesuatu, jelaskan bahwa hal itu adalah penilaian subjektif yang dilakukan dengan niat baik.
- Jika Anda tahu apa yang Anda tulis adalah fitnah, periksa apakah Anda memiliki hak untuk melaporkannya. Ada beberapa hal yang berhak Anda laporkan, terlepas dari apakah itu mencemarkan nama baik atau tidak. Namun perlu diketahui bahwa undang-undang pencemaran nama baik dan pencemaran nama baik berbeda-beda di setiap negara dan sistem hukum Inggris sangat bersimpati terhadap tuntutan hukum pencemaran nama baik terhadap pers.
- Pengadilan kasus pencemaran nama baik memakan banyak waktu dan berbiaya mahal. Meskipun reporter berpeluang memenangkan kasus ini, tetapi biaya untuk pembelaan diri di pengadilan bisa sangat mahal. Cari tahu biaya apa saja yang bisa ditanggung oleh asuransimu dan pertimbangkan untuk menggunakan asuransi tanggung gugat profesi (professional indemnity) atau asuransi tanggung gugat (liability insurance) untuk melindungi masa depanmu, terutama apabila kamu bekerja sebagai jurnalis lepas.
Melindungi Narasumber
Banyak karya jurnalisme investigasi tidak mungkin dilakukan tanpa bocoran dari narasumber atau pelapor (whistleblower). Mereka mungkin membutuhkan anonimitas untuk melindungi diri dari ancaman fisik, ekonomi, atau profesional lantaran membocorkan informasi. Secara global, ada kesepakatan mengenai kewajiban etis reporter untuk melindungi identitas narasumber. Ada juga tradisi hukum yang kuat tentang perlindungan sumber secara internasional. Hal itu merupakan pengakuan atas fungsi penting sumber-sumber rahasia dalam memfasilitasi jurnalisme yang mengawasi kekuasaan. Pemaksaan pengungkapan kerahasiaan narasumber memiliki efek mengerikan pada kebebasan berpendapat dan kebebasan pers. Langkah tersebut juga menghambat kebebasan arus informasi.
Cara Melindungi Identitas Narasumber
Keamanan digital merupakan hal mendasar bagi reporter. Prinsip Perugia untuk Jurnalis yang Bekerja dengan Pelapor di Era Digital telah mengumpulkan serangkaian praktik terbaik untuk melindungi narasumber rahasia di tengah meningkatnya pengawasan digital. Beberapa hal di antaranya yakni:
- Lindungi sumbermu. Pertahankan anonimitas apabila diminta.
- Gunakan cara yang aman bagi sumber untuk melakukan “kontak pertama” denganmu.
- Bantulah mereka yang hendak melapor dengan memublikasikan cara mereka dapat menghubungimu dengan menggunakan saluran anonim dan terenkripsi, serta risiko masing-masing saluran tersebut.
- Pahami risiko membocorkan informasi dan jelaskan hal tersebut kepada pelapor.
- Bertanggung jawablah terhadap keamanan digitalmu dan gunakan enkripsi.
- Tentukan ancaman terbesar yang mungkin kamu dan narasumbermu hadapi serta cara yang bisa dilakukan untuk melindungi kalian.
- Jika memungkinkan dan aman untuk dilakukan, publikasikan dokumen dan data yang asli secara menyeluruh.
- Jika diminta oleh narasumber, hapus data/dokumen yang mereka berikan untuk tujuan perlindungan.
- Pastikan kanal/platform yang digunakan pelapor untuk membocorkan informasi memiliki tingkat keamanan yang baik. Untuk informasi yang berisiko tinggi, anonimitas juga penting diperhatikan.
- Pahami kerangka hukum dan peraturan nasional, regional, dan internasional untuk melindungi narasumber rahasia dan pelapor.
Proyek Hukum Media Digital juga menawarkan beberapa saran berikut ini:
- Berhati-hatilah saat menjanjikan kerahasiaan. Hal tersebut mungkin dapat memberikan manfaat bagi kamu dan sumbermu, tetapi kamu hanya boleh menawarkannya setelah mempertimbangkan dengan cermat keuntungan dan kerugiannya.
- Periksa apakah kamu memiliki “hak istimewa” sebagai jurnalis dalam hal perlindungan narasumber dan informasi yang dirahasiakan. Beberapa yurisdiksi menawarkan perlindungan untuk reporter yang menerima panggilan pengadilan atau tuntutan hukum terkait hal tersebut.
- Pertimbangkan wahana untuk mempublikasikan karyamu. Wahana publikasi dapat berdampak pada kemampuanmu untuk melindungi narasumber dan mengumpulkan informasi untuk liputan.
Menjadi Korban Perisakan dan Kejahatan Siber
Reporter menghadapi sejumlah ancaman digital seperti pelecehan daring, fitnah daring yang terkoordinir, serangan phishing, serangan domain palsu, serangan man-in-the-middle (MitM), dan serangan DDoS. Pasukan Troll semakin sering digunakan untuk membungkam, mengintimidasi, mengancam, dan mendiskreditkan reporter yang kritis terhadap pemerintah. Di sisi lain, banyak sistem hukum yang enggan atau tidak bisa mengadili pelaku kekerasan terhadap pers karena lemahnya peradilan atau kurangnya kemauan politik. Kurangnya independensi peradilan juga membuat akuntabilitas pengadilan sulit diwujudkan.
Definisi Kejahatan Siber
Tidak ada definisi universal tentang kejahatan siber. Namun, organisasi internasional umumnya menggunakan istilah tersebut untuk merujuk pada pelanggaran yang dilakukan melalui penggunaan jaringan komputer atau internet. Beberapa kegiatan yang tercakup di dalamnya antara lain terorisme dan spionase yang dilakukan dengan bantuan internet dan peretasan ilegal ke dalam sistem komputer, pelanggaran terkait konten, pencurian dan manipulasi data, serta cyberstalking.
Bentuk Kejahatan Siber
- Pelanggaran kerahasiaan data. Penggunaan data, termasuk volume data yang mengalir melintasi batas negara, semakin meningkat setiap tahunnya. Data pribadi termasuk di dalamnya. Namun, kurangnya peraturan yang memadai mengenai pengumpulan dan pemrosesan informasi pribadi bisa memiliki konsekuensi yang signifikan. Oleh sebab itu, membuat peraturan perlindungan data menjadi hal penting. Menurut Peraturan Perlindungan Data Umum Uni Eropa (GDPR), pelanggaran data pribadi adalah “pelanggaran keamanan yang mengarah pada penghancuran, penghilangan, pengubahan, dan pengungkapan yang tidak sengaja atau melanggar hukum, atau akses ke data pribadi yang dikirimkan, disimpan, atau diproses.”
- Kriminalisasi. Aturan mengenai kejahatan siber biasanya berurusan dengan konten ilegal atau merusak yang diunggah secara daring. Konten tersebut bisa berupa propaganda terorisme, konten bernada rasis, ujaran kebencian, konten seksual eksplisit (seperti pornografi anak), konten fitnah, konten yang mengkritik negara dan pemerintah, serta konten yang melanggar hak kekayaan intelektual.
- Pelecehan dan perisakan daring, serta cyberstalking. Ada berbagai jenis pelecehan daring. Mulai dari cyberstalking dan serangan DDoS, hingga doxing dan pelecehan seksual di jagat maya. Cyberstalking adalah pelecehan dan intimidasi melalui pesan teks, panggilan telepon, atau media sosial. Penelitian menunjukkan bahwa pelecehan daring sering difokuskan pada karakteristik pribadi atau fisik. Serangan tersebut terutama ditujukan pada kelompok rentan dan terpinggirkan seperti anggota kelompok seksual minoritas dan perempuan. Mereka lebih banyak menghadapi pelecehan seksual daring daripada pria. Trend pelecehan daring lainnya adalah perisakan daring yang seringkali dilakukan melalui media sosial dengan mengirimkan pesan kebencian, intimidasi, atau ancaman.
Meminimalisir Risiko
Media Defence menyediakan beberapa langkah bagi jurnalis perempuan untuk melindungi dirinya secara daring.
- Berhati-hati saat menggunakan tagar di media sosial untuk menghindari perhatian pasukan serangan troll yang fokus pada topik tertentu.
- Jangan bagikan data mengenai lokasi terkini di media sosial.
- Ketika ancaman semakin jelas beri tahu kolega, editor, atau manajemen. Bekerjasamalah dengan mereka untuk membuat dan menjalankan prosedur keselamatan.
- Waspadai beban emosionalmu. Luangkan waktu untuk menanganinya dan bicaralah dengan teman, kolega, atau mencari bantuan profesional.
- Pertimbangkan untuk melaporkan ancaman atau serangan ke pengelola platform. Hal ini penting dilakukan terutama ketika serangan tersebut melanggar persyaratan layanan atau kode etik platform.
- Dorong tempatmu bekerja agar membuat protokol untuk mendidik staf tentang pelecehan dan cara mengatasinya.
- Untuk informasi lebih lanjut, lihat panduan dari IWMF dan TrollBusters.
Media Defence merekomendasikan beberapa langkah berikut apabila kamu menjadi korban penyebaran gambar intim tanpa persetujuan:
- Buat catatan (dan salinan) dari konten yang diunggah untuk mendokumentasikan serangan tersebut. Beberapa informasi seperti tanggal konten diunggah, lokasi unggahan, dan orang yang mengunggahnya mesti tercatat. Kamu bisa melakukannya dengan tangkapan layar.
- Mencari bantuan psiko-sosial dan hukum.
- Buat laporan ke polisi. Apabila tak ada aturan khusus mengenai penyebaran non-konsensual gambar intim di negaramu, pelanggaran ini dapat ditempatkan dalam hukum pidana yang ada.
- Buat laporan kepada platform tempat konten diunggah. Kamu bisa menyertakan dokumentasi pelaporan saat melapor ke polisi.
Pengawasan Digital dan Spyware
Reporter semakin sering menjadi sasaran pengawasan dan pemantauan digital melalui penggunaan malware, spyware (seperti yang terlihat dalam skandal Pegasus baru-baru ini), perangkat lunak pengenalan wajah, dan alat lain seperti pemantau media sosial. Strategi ini sering digunakan sebagai alat intimidasi untuk membungkam wartawan. Akibatnya, banyak reporter yang ketakutan dan melakukan swasensor. Langkah-langkah yang dilakukan pemerintah untuk meminimalisir perangkat privasi seperti enkripsi dan anonimitas juga merusak kemampuan jurnalis untuk meliput dengan aman dan bebas. Pers semakin sulit menghindari pengawasan dan sensor untuk mengakses informasi secara bebas.
Meminimalisir Risiko Pengawasan
Membentengi diri dari pengawasan
Media Defense merangkum 10 prinsip dari Privacy International yang diakui secara luas. Hal tersebut bisa meminimalisir kerugian yang disebabkan oleh rezim pengawasan, termasuk yang dilakukan oleh pemerintah. Prinsip-prinsip ini memberikan kerangka kerja yang bertujuan untuk menegakkan hak-hak dasar dan, idealnya, bekerja selaras dengan undang-undang lokal untuk membatasi intersepsi digital. Sumber referensi yang komprehensif mengenai hal tersebut adalah laporan ARTICLE 19 yang bertajuk “Global Principles on Protection of Freedom of Expression and Privacy.”
Tips umum untuk keamanan digital
Reporter yang rentan diawasi mesti mengikuti praktik terbaik dan menegakkan protokol keamanan informasi sederhana. Langkah tersebut bertujuan untuk menghindari komunikasi pribadi mereka diakses secara diam-diam oleh pihak lain. Beberapa hal yang bisa dilakukan antara lain:
- Berhati-hati dan selektif terhadap informasi yang dibagikan secara daring. Jagalah nama pengguna, kata sandi, informasi kontak, dan sumbermu. Hindari menggunakan WiFi publik yang tidak aman.
- Jangan mengunjungi situs web yang tidak dikenal atau tidak aman — waspadalah terhadap situs web yang tidak menggunakan protokol “https://” yang aman. (Perhatikan ikon gembok di pojok kanan perambanmu.)
- Usahakan untuk berkomunikasi melalui saluran terenkripsi seperti Signal atau Telegram.
- Gunakan kata sandi yang kuat di perangkat elektronik dan jangan menggunakan kata sandi yang sama untuk lebih dari satu akun. Perbarui kata sandimu secara berkala.
- Amankan perangkatmu dan nonaktifkan GPS, bila memungkinkan.
Committee to Protect Journalists (CPJ) merekomendasikan beberapa langkah tambahan yakni:
Perbarui perangkat, aplikasi, dan peramban secara berkala.
- Waspadai serangan phishing atau spoofing — pesan yang dirancang terlihat berasal dari sumber tepercaya, tetapi mencoba menipumu agar menginstal malware. Serangan ini bisa terjadi melalui pesan di grup WhatsApp, media sosial, surel, atau SMS. Hindari mengklik tautan apa pun yang ada dalam pesan tersebut; sebagai gantinya, verifikasi informasi yang disampaikan melalui mesin pencari atau dengan menghubungi pengirimnya secara langsung.
- Tim IT di ruang redaksi harus meningkatkan keamanan situs web untuk melindungi diri dari serangan DDoS. Menggunakan firewall untuk aplikasi web dan memastikan kapasitas server ekstra juga bisa dilakukan.
- Tinjau informasi apa saja yang ada di ponsel, laptop, atau akun media sosialmu. Simpan informasi-informasi tersebut, lalu hapus dokumen, foto, video, dan materi lain yang berisi informasi pribadi tentang keluarga atau sumbermu.
- Pertinbangkan dengan matang ketika mengaktifkan perangkat biometrik seperti sidik jari atau pengenal wajah, untuk membuka kunci ponsel. Hal tersebut bisa dipakai penegak hukum untuk mendapatkan akses ke data dan sumber informasi yang ada di dalam perangkatmu.
- Keluar dari akun dan hapus riwayat penelusuran.
- Cari namamu dengan menggunakan berbagai mesin pencari dan hapus semua informasi yang tidak kamu inginkan ada di domain publik.
- Pantau akun untuk mengetahui tanda-tanda adanya peningkatan aktivitas trolling.
- Bicaralah dengan keluarga dan teman-teman tentang risiko dan efek dari pelecehan daring. Pelaku kekerasan daring seringkali mendapatkan informasi tentang reporter melalui akun media sosial kerabat dan lingkaran sosial mereka.
- Gunakan VPN jika kamu tak terlalu percaya dengan penyedia layanan internet yang digunakan. Mereka bisa melacak aktivitas daringmu dan hal tersebut semakin berisiko ketika kamu melakukan penelitian tentang isu yang sensitif. Ketahuilah bahwa layanan VPN juga dapat merekam aktivitas internet Anda, jadi teliti dengan baik layanan yang mereka berikan untuk menemukan penyedia VPN terbaik.
Menghadapi Tuduhan yang Dibuat-buat dan Penahanan Semena-mena
Banyak pihak kerap membuat tuduhan palsu terhadap reporter. Mereka menuding kalau reporter melakukan kegiatan ilegal dan mengajukan tuntutan pidana. Menurut OSCE Safety of Journalist Guidebook, taktik ini digunakan untuk menekan pemberitaan tentang hal-hal yang menyangkut kepentingan publik. Pelakunya bisa berasal dari pejabat pemerintahan, tokoh masyarakat, atau kelompok kejahatan terorganisir berpengaruh. Beberapa reporter dibui secara tidak sah setelah mendapatkan tuduhan sewenang-wenang dan palsu; banyak juga yang ditahan tanpa pernah diadili, kadang-kadang untuk waktu yang lama.
Meminimalisir risiko tuduhan palsu
Salah satu risiko hukum bagi reporter adalah penahanan secara sewenang-wenang atau dihukum karena tuduhan palsu adalah konsep yang dinamis dan berubah seiring waktu. Dengan kata lain, risikonya harus dinilai secara berkala, terutama jika lingkungan kerja atau situasi keamananmu berubah. Untuk meminimalisir risiko, Panduan Keamanan Reporters Without Borders merekomendasikan untuk:
- Mengurangi faktor kerentanan. Hal ini berkaitan dengan kurangnya akses komunikasi, jaringan, dan dukungan dari pihak lain.
- Meningkatkan kapasitas perlindungan. Kapasitas adalah kekuatan dan sumber daya untuk mencapai tingkat keamanan tertentu. Aspek ini bisa ditingkatkan melalui pelatihan keamanan atau hukum, kerja sama tim, memastikan akses ke telepon dan transportasi yang aman, memastikan adanya jaringan pembela HAM yang mumpuni, serta mempersiapkan strategi yang tepat untuk menghadapi ketakutan.
SEEMO Safety Net Manual menyarankan beberapa hal berikut sebagai tambahan:
- Jika kamu berada di bawah tekanan atau menghadapi ancaman eksternal, tetapi tidak dapat membuktikannya, tetap sebarkan informasi mengenai hal tersebut di kalangan reporter.
- Simpan bukti kalau kamu sedang menghadapi tekanan. Bukti berupa SMS atau pesan surel, dokumen, dan klip audio atau video mesti disimpan di tempat yang aman dan dibagikan dengan orang yang kamu percaya.
- Ketika memiliki pembuktian mengenai tekanan dan bahaya yang dihadapi, reporter harus memberi tahu kalangan pers, asosiasi media, dan publik.
- Setiap ancaman dan serangan fisik terhadap reporter dan atau anggota keluarganya, harus dilaporkan ke polisi dan dipublikasikan.
- Solidaritas reporter sangat penting dalam kasus seperti ini. Setiap ancaman serius atau serangan fisik harus diumumkan secara internasional.
Lebih jauh, CPJ telah menyusun Panduan Keamanan Fisik dan Digital untuk reporter yang menghadapi penangkapan dan penahanan:
Saran mengenai keamanan digital
- Amankan perangkat dan datamu untuk menghadapi kemungkinan penahanan atau penangkapan. Langkah Ini bisa mengurangi kemungkinan informasi pribadimu dan sumbermu diakses oleh orang lain. Ketahui data apa saja, termasuk dokumen dan foto, yang ada di perangkatmu dan lokasi penyimpanannya.
- Hapus data yang bisa membahayakanmu. Ketahuilah bahwa pihak berwajib atau kelompok kriminal masih mungkin memulihkan konten yang dihapus dengan bantuan teknologi. Hapus riwayat penelusuranmu di peramban secara teratur dan keluar dari semua akunmu secara berkala.
- Batasi akses orang lain ke konten di akun media sosialmu. Tinjau konten di semua akun, terutama surel dan media sosial, secara teratur. Periksa dengan teliti informasi apa saja yang dapat membahayakanmu atau orang lain.
Saran mengenai keamanan fisik
- Teliti dan pahami hak hukum seorang reporter. Cari tahu apa yang bisa menyebabkan seorang reporter ditahan atau tidak; pelajari rincian penangkapan yang pernah dilakukan terhadap reporter dan bagaimana mereka diperlakukan; pelajari aparat penegak hukum dari lembaga mana yang kemungkinan akan melakukan penangkapan; di mana kemungkinan kamu akan dibawa jika ditangkap; dan kemampuan serta hakmu untuk mengakses pengacara.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan lihat panduan Penilaian Risiko yang disusun CPJ dan tersedia dalam berbagai bahasa.
Jika kamu ditangkap
- Sebelum menangkap, polisi harus memberitahumu alasan penangkapan. Perhatikan lokasi, waktu, dan kondisi yang membuatmu ditangkap.
- Hindari memotret atau merekam penangkapan. Hal itu bisa memprovokasi polisi untuk merusak perangkatmu, menyitanya, atau atau melakukan kekerasan terhadapmu.
- Kumpulkan sebanyak mungkin informasi tentang petugas polisi yang terlibat dalam penangkapan. Mulai dari nama, lencana atau nomor unit, departemen, dan berbagai hal lainnya yang mudah dikenali.
- Perhatikan orang-orang yang berdiri di sekitarmu dan bisa menjadi saksi penangkapan.
- Jika diserang oleh petugas polisi, cobalah untuk mencatat cedera yang kamu alami, perawatan medis yang diterima, dan kunjungan ke rumah sakit. Catat nama-nama dan deskripsi visual dari mereka yang bertanggung jawab atas serangan.
Untuk informasi lebih lanjut, lihat Penilaian Keamanan Pra-Penugasan yang disusun CPJ.
Berita Palsu dan Propaganda
Istilah “propaganda”, “misinformasi”, dan “berita palsu” seringkali tumpang tindih. Namun, secara umum istilah-istilah tersebut digunakan untuk merujuk pada berbagai cara ketika informasi yang disebarkan menyebabkan kerugian, baik disengaja atau tidak. Ketiga aktivitas tersebut biasanya berkaitan dengan dukungan terhadap sudut pandang moral atau tujuan politik tertentu.
Dewan Eropa membedakan tiga penggunaan berbeda dari ketiga istilah tersebut:
- Misinformasi adalah informasi salah atau tidak akurat yang dibuat atau disebarkan secara keliru atau tidak disengaja.
- Disinformasi adalah Informasi palsu yang sengaja dibuat dan disebarkan untuk mempengaruhi opini publik atau mengaburkan hal yang sebenarnya.
- Malinformasi adalah Informasi benar yang dibagikan dengan sengaja untuk menyebabkan kerugian pihak lain.
Lebih jauh, Parlemen Eropa mengidentifikasi elemen umum dari berita palsu dan propaganda:
- Bersifat manipulatif. Konten yang kepalsuannya sengaja dirancang atau konten yang informasinya dimanipulasi atau menyesatkan (disinformasi), atau konten yang menggunakan teknik persuasi yang tidak etis (propaganda).
- Niat. Konten yang dimaksudkan untuk menimbulkan rasa tidak aman, merusak ikatan sosial, menghasut permusuhan, atau mengganggu proses demokrasi.
- Kepentingan Umum. Konten berisi topik mengenai kepentingan umum.
- Diseminasi. Konten yang sering menggunakan disebarkan secara otomatis untuk memperkuat efek komunikasi.
Media Sosial dan Disinformasi/Propaganda
Meskipun berita palsu bukanlah fenomena baru, tetapi signifikansinya meningkat belakangan ini. Hal tersebut terjadi lantaran tersedianya berbagai bentuk teknologi informasi dan komunikasi yang canggih seperti media sosial. Membagikan teks, gambar, video, atau tautan secara daring misalnya, memungkinkan informasi menjadi viral dalam beberapa jam dan menimbulkan persoalan keamanan yang perlu dipertimbangkan. Di sisi lain, konten yang dihasilkan dan dibagikan oleh jurnalis warga melalui media sosial juga telah menjadi sumber yang semakin penting dalam banyak hal.
Meminimalisir risiko mis/disinformasi
PEN America merekomendasikan beberapa langkah untuk memerang misinformasi yakni:
- Jangan mudah mempercayai kebenaran sebuah informasi. Berhati-hati lah ketika memverifikasi semua konten yang berasal dari media sosial. Untuk informasi lebih lanjut tentang cara melakukannya, lihat panduan yang disusun GIJN atau panduan Draf Pertama tentang cara memverifikasi video.
- Berhati-hatilah saat memverifikasi semua informasi terkait demonstrasi yang dikirimkan akun atau alamat email yang terkait dengan demonstrasi tersebut.
- Berhati-hatilah dengan situs berita palsu yang sering dibuat menyerupai situs berita, terutama untuk berita lokal. Sebagai panduan, lihat PolitiFact yang disusun Poynter, pusat pelacakan dari NewsGuard, atau Factcheck.org.
UNESCO juga merekomendasikan beberapa hal berikut ini:
- Cari tahu latar belakang penulis/reporter. Siapa yang membuat sebuah konten? Informasi apa yang tersedia mengenai jurnalis yang menulisnya, keahlian apa yang mereka kuasai? Liputan apa saja yang pernah mereka kerjakan sebelumnya?
- Identifikasi jenis konten. Termasuk dalam kategori apa konten yang dibagikan? Cari label atau informasi tertentu yang menjelaskan bahwa tulisan tersebut merupakan opini, analisis, atau iklan bersponsor.
- Perhatikan kutipan dan referensi. Untuk cerita investigasi atau liputan mendalam, pahami akses terhadap narasumber yang memberikan pernyataan dan menyampaikan fakta.
- Ketahui komunitas dan situasi lokal.
- Identifikasi keragaman pendapat. Apakah ada upaya dan komitmen dari media untuk menghadirkan perspektif yang beragam?
Satire
Secara implisit, satir dilindungi oleh ketentuan internasional mengenai kebebasan berekspresi. Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa — dalam kasus 2007 Vereinigung Bildender Künstler v. Austria — mendefinisikan satir sebagai “… suatu bentuk ekspresi artistik dan komentar sosial yang memiliki ciri-ciri berlebihan dan distorsi realitas, serta secara alami bertujuan untuk memprovokasi dan mengagitasi . Oleh sebab itu, setiap gangguan terhadap hak seniman (pembuat satir) untuk berekspresi mesti diperiksa dengan sangat hati-hati.”
Meski demikian, satir sering mendapat serangan hukum, terutama dengan dalih pencemaran nama baik atau undang-undang hak cipta. Perbedaan utama antara satir dan fitnah adalah bahwa satir tidak dimaksudkan untuk mendapat kepercayaan publik. Satir bersifat menggigit, kritis, dan didesain untuk menyerang pihak tertentu.
Tips meminimalisir risiko ketika memublikasikan satir
Komite Wartawan untuk Kebebasan Pers memberikan tips agar tidak dituntut atas pencemaran nama baik ketika memublikasikan satir.
- Penggunaan nada yang tidak sopan akan menandakan bahwa karya tersebut bukan berita langsung.
- Pertimbangkan konteks tempat satir akan dipublikasikan, termasuk apakah penerbit tersebut punya sejarah memublikasikan satir atau parodi.
- Pertimbangkan jenis publikasi. Apakah satir akan diterbitkan di majalah, surat kabar, blog, siaran berita TV, atau radio? Pertimbangkan juga konteks editorialnya dan audiens dari karya tersebut.
- Gunakan headline yang tidak kaku untuk memberi tahu pembaca sejak awal bahwa karya tersebut bukan berita langsung.
- Gunakan hal-hal yang mustahil atau keterlaluan; pakar atau kelompok dengan nama atau akronim yang konyol; dan kutipan yang tidak dapat dipercaya, tidak logis, atau berlebihan. Langkah-langkah tersebut menandakan bahwa satir tidak membeberkan fakta yang sebenarnya.
- Alih-alih menggunakan nama orang yang sebenarnya, pertimbangkan untuk menggunakan nama fiktif yang membuat khalayak dengan mudah bisa mengidentifikasikannya dengan tokoh yang dimaksud.
- Pertimbangkan untuk merujuk pada kejadian sebenarnya ketika membuat parodi. Menerbitkan parodi ketika kejadian masih menjadi pembicaraan publik bisa memberikan petunjuk bahwa karya tersebut merupakan komentar atas kejadian yang sebenarnya.
- Penggunaan penafian dapat membantu, tetapi tidak serta merta menghindari tanggung jawab, terutama jika penafian dicetak kecil di akhir satir.
Hak Cipta
Hak Cipta adalah aturan hukum mengenai kekayaan intelektual. Menurut Kantor Hak Cipta A.S., aturan ini bertujuan melindungi “karya asli kepengarangan termasuk karya sastra, drama, musik, dan artistik, seperti puisi, novel, film, lagu, perangkat lunak komputer, dan arsitektur.” Hak cipta tidak melindungi fakta, gagasan, sistem, atau metode operasi, tetapi melindungi cara hal-hal tersebut diekspresikan.
“Penggunaan secara wajar” adalah istilah yang mengacu pada kemampuan untuk menggunakan konten berhak cipta tanpa memperoleh persetujuan atau membayarnya. Hal tersebut diperbolehkan terutama apabila penggunaan konten memiliki manfaat budaya atau sosial yang besar. Ini adalah aturan umum yang berlaku bahkan dalam situasi ketika undang-undang tidak memberikan izin eksplisit. Seperti halnya hak atas kebebasan berekspresi, orang menggunakan hak penggunaan secara waja tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
Menghindari/meminimalkan risiko pelanggaran hak cipta
Panduan Jurnalis untuk Hukum Hak Cipta dan Media Saksi Mata menyarankan poin-poin penting berikut untuk meminimalkan risiko terkait dengan pelanggaran hak cipta:
- Verifikasi pembuat konten. Pemegang hak cipta adalah orang yang mempublikasikan konten.
- Mintalah izin penggunaan konten dalam bahasa yang jelas dan tidak rumit. Jangan lupa untuk menjelaskan bagaimana dan kapan konten tersebut akan digunakan.
- Periksa undang-undang yang berlaku mengenai hak cipta. Penafsiran penggunaan hak cipta, bervariasi dari satu negara ke negara lain.
- Jangan gunakan konten atau gambar tanpa kredit atau atribusi. Ketika melakukannya, kamu juga harus mengingat pertimbangan etis dan masalah privasi lantaran memublikasikan nama seseorang tanpa persetujuan mereka.
- Selalu periksa keandalan sumber dan informasi.
- Jangan memublikasikan ulang dokumen atau gambar yang memiliki hak cipta. Materi yang ditemukan di internet tidaklah gratis dan dilindungi oleh undang-undang hak cipta, kecuali umurnya sudah sangat tua atau berada di bawah lisensi Creative Commons. Jika kamu menggunakan konten sebagai bahan untuk komentar, kritik, sindiran, atau “penggunaan wajar” lainnya, konsultasikan dengan pengacara profesional untuk mengetahui praktik terbaik yang bisa dilakukan; jangan pernah bersandar pada contoh “penggunaan wajar” yang meragukan.
Pembredelan
Pemberangusan media adalah trend global. Meningkatnya penggunaan aturan yang represif oleh rezim otoritarian telah menggerus kebebasan pers di berbagai belahan dunia. Kasus bredel media juga meningkat secara signifikan di berbagai negara.
Menghindari/meminimalkan risiko bredel
- Ikuti panduan keamanan digital dengan sungguh-sungguh untuk meminimalkan risiko pengawasan oleh negara.
- Periksa undang-undang yang berlaku tentang sensor.
- Sembunyikan konten sensitif; berbagi konten dengan media lain yang berisiko kecil mengalami sensor.
- Jika memungkinkan, beroperasilah dari luar negeri ketika berhadapan dengan rezim pemerintahan yang menindas media. (Penerjemah: Kholikul Alim)
Penafian: Informasi dalam dokumen ini bukan merupakan nasihat hukum dan tidak dapat dianggap sebagai nasihat hukum. Informasi dalam dokumen ini hanya ditujukan sebagai panduan.
Tulisan lainnya
- Meliput Perdagangan Narkoba: Panduan Untuk Reporter
- Cara Melacak Pesawat: Panduan Untuk Reporter Investigasi
- Meliput Perdagangan Manusia, Tips dari Pemenang Pulitzer
Editor GIJN untuk tulisan ini adalah Nikolia Apostolou dan Reed Richardson. Ilustrasi yang ada di bagian paling awal tulisan dibuat oleh kartunis politik asal Malaysia, Zulkiflee Anwar Ulhaque, atau yang akrab dipanggil Zunar.
Media Defence adalah satu-satunya organisasi hak asasi manusia internasional yang semata berfokus pada pembelaan hukum jurnalis, jurnalis warga, dan media independen. Hingga saat ini, lembaga ini telah memberikan dukungan pada lebih dari 900 kasus dan membantu ratusan jurnalis di lebih dari 110 negara. Aktivitas mereka telah berkontribusi untuk mencegah lebih dari 290 tahun penahanan bagi pekerja media, menghindari kerugian lebih dari US$646 juta, dan melatih lebih dari 90 pengacara.
Tulisan ini pertama kali diterbitkan Global Investigative Journalism Network (GIJN) dengan judul A Journalist’s Guide to Avoiding Lawsuits and Other Legal Dangers. Alih bahasa ini disponsori oleh dana hibah dari Google News Initiative. Untuk menerbitkan ulang tulisan ini, Anda bisa menghubungi [email protected].
Wartawan investigasi yang membutuhkan bantuan bisa menghubungi GIJN melalui Help Desk kami.