Lawan Corona di Empat Negara

Sepucuk surat diterima Ayu Purwaningsih, warga negara Indonesia yang tinggal di Jerman pada Maret lalu. Pengirimnya sebuah rumah sakit paru-paru di Bonn, Jerman, tempat ia secara rutin memeriksakan penyakit asma yang dideritanya.

“Saya diminta mengambil semacam surat keterangan yang menjelaskan kalau saya orang yang rentan terkena covid-19,” terangnya ketika dihubungi Jaring.id pada Selasa, 31 Maret 2020.

Meskipun memegang “surat sakti” yang bisa digunakan dalam keadaan darurat seperti masalah kesehatan, Ayu tetap saja merasa was-was. Penyakit asma membuatnya lebih berisiko terpapar virus corona. Belum lagi catatan jumlah pasien positif covid-19 di Jerman yang mencapai 132.210 orang per 15 April 2020. Hanya empat negara yang jumlah pasien positif covid-19-nya melampaui Jerman yakni Amerika Serikat, Spanyol, Italia, dan Prancis.

Ledakan jumlah pasien yang terpapar virus corona di Jerman terjadi dua bulan setelah kasus pertama teridentifikasi pada 27 Januari 2020. Pada awal Maret 2020, pasien positif covid-19 masih di bawah 500 orang. Jumlah tersebut meroket hingga menembus angka lebih dari 22.000 hanya dalam tiga pekan.

“Antara minggu pertama, kedua dan ketiga terjadi level pengetatan (kegiatan) yang berbeda. Utamanya pada minggu kedua,” terang Ayu.

Beberapa fasilitas publik penting seperti supermarket, apotik, bank dan kantor pos dibolehkan beroperasi. Sementara salon dan bar mesti tutup. Masyarakat juga dilarang berlibur.

“Di Jerman banyak sekali taman bermain anak. Namun, sekarang playground tersebut sudah di garis polisi, sehingga tidak ada lagi yang boleh menggunakan area bermain,” imbuhnya.

Berbagai pembatasan tersebut disertai dengan sanksi berat. Pemilik toko yang masih beroperasi bisa dikenai denda sebesar €25.000 atau setara dengan Rp 432 juta. Pekerjanya pun tak luput dari denda €200 atau sekitar 3,4 juta.

***

Di Singapura, denda dengan jumlah besar juga menanti penduduk yang melanggar larangan selama masa pendemi. Mereka yang melanggar aturan jarak aman ketika berada di fasilitas publik seperti supermarket, bakal dikenai denda maksimal SG$ 1000 atau setara dengan Rp 11,1 juta.

“Singapura punya aturan. Kebetulan rakyatnya patuh dan kalau kita melanggar akan ada sanksi mulai kurungan 6 bulan hingga denda.  Sepertiga penduduk Singapura adalah imigran, sanksinya jika melanggar stay home notice maka ijin tinggal bisa dipotong hingga dicabut,” terang Omar Agus, warga negara di Indonesia yang saat ini bekerja di Singapura, kepada Jaring.id, Sabtu, 4 April 2020.

Perintah untuk tetap di rumah (stay home notice) diberikan pemerintah Singapura kepada penduduk yang baru pulang bepergian dari luar negeri. Mereka yang mendapat perintah tersebut dilarang keluar dari tempat tinggal, bahkan untuk sekadar membeli makanan atau barang kebutuhan hidup sehari-hari. Untuk dua keperluan tersebut, pemerintah menganjurkan mereka agar menggunakan jasa pengiriman atau meminta bantuan orang lain.

Penduduk yang mendapat perintah tetap di rumah juga diminta menghindari kontak langsung dengan orang lain. Bahkan mereka dilarang menggunakan fasilitas umum di area kediaman seperti kolam renang, ruang kebugaran dan tempat bermain. Meski begitu, larangan tersebut berbeda dengan karantina yang mensyaratkan ruangan khusus.

Bagi mereka yang melanggar, ada sanksi berat menunggu. Pelanggar terancam bui selama 6 bulan atau dikenai denda SG$10.000—setara dengan Rp112,3 juta—atau denda dan kurungan penjara. Jika berulang, maka hukumannya bakal berlipat.

Omar menilai pemerintah Singapura sejak awal sudah menganggap virus corona sebagai persoalan serius. Keterbukaan informasi menjadi hal penting yang dibuka secara transparan kepada publik. Selain itu, departemen tenaga kerja Singapura juga rajin menginspeksi perusahaan untuk memastikan aturan tetap berjalan. Agar aturan keras tersebut berjalan lancar, Pemerintah Singapura harus kembali membongkar cadangan keuangan nasional—kebijakan yang pernah dilakukan ketika krisis ekonomi 2008-2009—untuk membiayai berbagai bantuan keuangan.

“Karyawan yang diwajibkan work from home akibat stay home notice mendapat penggantian. Perusahaan juga dapat kompensasi jika ada stafnya mendapat perintah stay home notice dari pemerintah,” ujar Omar.

Hingga 14 April 2020, terdapat 1315 pasien positif Covid-19 di Singapura, 8 di antaranya meninggal dunia. Pertambahan jumlah pasien mau tak mau berdampak pada kegiatan perusahaan multinasional yang banyak bermarkas di Negeri Singa. Namun, mereka sudah memiliki sistem yang dibangun dari pengalaman masa lalu agar perusahaan tetap bisa beroperasi.

“Kebetulan saya di banking dan hampir semua perusahaan multinasional di Singapura sudah ada disaster planning sejak kejadian 9/11. Ketika satu daerah ada bencana, maka mereka punya kembaran kantor di lokasi lain supaya ketika kantor utama terdampak bencana, pelayanan masih bisa beroperasi dari tempat lain. Selain bekerja dari rumah, ada (yang bekerja) dari lokasi sistem disaster planning dan ada sebagian karyawan (bekerja) dari kantor,” terangnya.

***

Pengalaman masa lalu juga menjadi bekal Hong Kong dan Taiwan menghadapi wabah corona baru. Berdekatan dengan Republik Rakyat Tiongkok yang menjadi lokasi pertama terindentifikasinya virus corona, penduduk kedua negara tersebut berisiko tinggi tertular.

“Hong Kong sudah pengalaman sejak 2003 ketika SARS sehingga sekarang mereka bergerak cepat. Sejak Wuhan outbreak, Hong Kong sudah memperketat perbatasan dengan China dengan melakukan pemeriksaan suhu tubuh. Sejak pertengahan Februari sudah mulai diterapkan work from home dan sekolah diliburkan,” terang Betty Wagner, warga negara Indonesia yang tinggal di Hong Kong kepada Jaring.id, Kamis, 2 April 2020.

Merujuk data Census and Statistics Department Hong Kong, sekitar 43,8 juta warga Tiongkok mengunjungi rekan dan keluarga mereka yang tinggal di negara berjuluk Mutiara di Asia Timur tersebut pada tahun lalu. Artinya, setiap hari rata-rata 82 ribu warga Tiongkok berkunjung ke Hong Kong.

Tak butuh waktu lama bagi virus corona menyeberang ke Hong Kong. Pasien pertama covid-19 teridentifikasi pada 23 Januari 2020, kurang dari sebulan sejak pemerintah Tiongkok mengumumkan warganya teridentifikasi positif Covid-19.

Untuk memantau persebaran penyakit, pemerintah Hong Kong memantau pergerakan penduduk yang baru pulang dari luar negeri.

“Sejak pertengahan Maret, semua yang masuk Hong Kong harus dikarantina selama 14 hari. Mereka diberi gelang yang terkoneksi dengan aplikasi sehingga pemerintah bisa monitor pergerakan mereka,” terangnya.

Dengan kepadatan penduduk mencapai 7096 orang per kilometer persegi, kontak antarorang berpotensi menjadi sarana penyebaran virus corona. Data yang dirilis pemerintah Hong Kong menyebut 1013 orang positif Covid-19 per 14 April 2020. Dari jumlah tersebut, 4 di antaranya meninggal.

Untuk membantu penduduk mengindentifikasi risiko tertular, laman khusus Covid-19 yang dibuat pemerintah Hong Kong menyediakan data mengenai lokasi tempat tinggal pasien positif dan rumah sakit tempatnya dirawat secara rinci.

“Lewat website juga aku bisa akses link untuk melihat apakah di blokku ada atau tidak yang positif corona. Sekarang kira-kira 500 meter dari tempatku ada yang positif. Alamatnya memang disebut spesfik sehingga kita masyarakat sekitarnya menjadi lebih aware untuk menjaga diri. Kita jadi lebih preventif supaya tidak tertular dan menularkan,” terang Betty.

Informasi mendetil mengenai pergerakan pasien positif Covid-19 juga disampaikan pemerintah Taiwan. Pemerintah memberitahu ke mana saja pergerakan pasien positif Covid-19 selama beberapa hari terakhir. Informasi yang diberikan termasuk lokasi yang dikunjungi, transportasi publik yang digunakan, beserta waktu kunjungan ke lokasi dan penggunaan transportasi.

Informasi terbaru mengenai Covid-19 disampaikan oleh Central Epidemic Command Center (CECC), lembaga yang dibentuk pemerintah Taiwan pada akhir Januari 2020 untuk merespons wabah Covid-19. Langkah tersebut terhitung gegas karena ketika itu baru satu kasus pasien positif Covid-19 yang teridentifikasi di Taiwan.

“Taiwan langsung semacam siaga. Mereka kan dulu punya pengalaman SARS,” terang Etik Juwita, warga negara Indonesia yang bekerja di Taiwan kepada Jaring.id pada Selasa, 31 Maret 2020.

Meski sudah berpengalaman dengan SARS, tetapi ada saja kabar burung mengenai corona yang membuat panik penduduk Taiwan. Salah satunya, menurut Etik, adalah usaha penduduknya memborong pembalut dan popok.

“Ada isu bahwa bahan pembuatan popok dan pembalut akan diprioritaskan untuk membikin masker. Jadi mereka kira pembalut dan popok akan mahal. Tapi sampai sekarang tidak terjadi apa-apa, harga normal-normal saja,” terangnya.

Etik mengapresiasi usaha pemerintah mengendalikan distribusi masker. Hal itu membuat harga masker di pasaranan dapat dikendalikan. Pembelian masker diatur melalui apotik dengan cara menunjukkan kartu asuransi kesehatan. Kartu tersebut tidak hanya dimiliki warga negara Taiwan, tetapi juga pekerja asing berdokumen lengkap seperti Etik.

Merujuk data jumlah pasien positif, tampaknya usaha pemerintah Taiwan untuk mengendalikan penyebaran virus corona cukup moncer. Pasalnya, sejak pertama kali mereka mengumumkan kasus pertama pada pekan ketiga Januari 2020, jumlah pasien positif Covid-19 di Taiwan per 12 April 2020 hanya mencapai 388 kasus. Dari jumlah tersebut 6 di antaranya tak selamat.

“Kalau saya amati, sepertinya memang masyarakat Taiwan lumayan percaya diri dengan penanganan covid oleh pemerintah,” imbuhnya. (Abdus Somad, Damar Fery Ardiyan, Debora Blandina Sinambela, Kholikul Alim)

CITES Berburu Data Perdagangan Hiu Indonesia

Surat review of significant trade (RST) dari Sekretariat CITES—lembaga yang mengurusi konvensi perdagangan internasional spesies satwa dan tumbuhan liar terancam punah, dilayangkan ke Kementerian Lingkungan

Berlangganan Kabar Terbaru dari Kami

GRATIS, cukup daftarkan emailmu disini.