Dengung mesin perkakas pembuat gerigi kikir mengiringi kedatangan Nisa (bukan nama sebenarnya) pekerja PT Jaykay Files Indonesia, Semarang, Jawa Tengah pada Selasa, 14 April 2020. Langkahnya, dan puluhan pekerja lainnya, terhenti di papan pengumuman.
Mata Nisa menelusur daftar nama yang tertempel di papan. Tak butuh waktu lama untuk memastikan namanya ada di deretan 40 nama yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Sudah jatuh tertimpa tangga pula, upah Maret yang mestinya dibayarkan perusahaan pada Jumat, 17 April lalu, ditunda tiga hari.
“Kita (pekerja-red) langsung memutuskan untuk pulang,” ungkap Nisa kepada Jaring.id, Jumat, 17 April 2020.
Sejak akhir Maret 2020, Jaykay Files Indonesia telah melakukan PHK terhadap lebih dari separuh jumlah pekerja, yakni 408 dari sekitar 700 orang. Perusahaan asal India ini mengklaim rugi lantaran kapasitas produksi merosot sejak pasokan bahan baku pembuatan perkakas tangan dan mata bor dari Cina dan India seret. Dua negara tersebut menghentikan produksi bahan baku lantaran menjadi bagian dari 213 negara yang kelimpungan mengendalikan dampak dari sebaran virus corona baru.
Jaykay Files Indonesia bukan satu-satunya perusahaan yang merumahkan para pekerja. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mencatat 114 ribu lebih perusahaan di Indonesia melakukan hal sama lantaran produksinya tergencet pandemi covid-19. Dari jumlah tersebut, 83.546 diantaranya berada di sektor formal, sedangkan sisanya sebanyak 30.794 bergerak di sektor informal.
Persoalan tak sampai di situ, Nisa mempertanyakan kewajiban perusahaan yang tertuang dalam Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Sesuai Pasal 156 (2), Jaykay Files Indonesia mesti membayar pesangon, uang cuti, dan uang penghargaan kerja.
“Untuk saat ini, jujur saja saya tidak punya uang sama sekali,” keluhnya.
Ketua Serikat Pekerja PT Jaykay Files Indonesia, Kuswoyo (26) meragukan alasan perusahaan untuk memecat ratusan pekerja. Jauh sebelum ratusan negara dilanda covid-19, menurutnya, Jaykay Files Indonesia kerap menggunakan alasan merugi guna menghindari kewajibannya kepada pekerja. Hanya saja, kali ini perusahaan mendapat momentum untuk melakukan pemecatan massal.
“Mereka cuma mengambil kesempatan di tengah pandemi ini,” ketusnya.
Sejak Rabu, 8 April 2020, Serikat Pekerja PT Jaykay Files Indonesia telah melayangkan surat pengaduan ke Dinas Ketenagakerjaan Kota Semarang. Surat tersebut memuat sejumlah hal antara lain dugaan pelanggaran Pasal 156 (2) UU Ketenagakerjaan terkait pembayaran pesangon yang dilakukan perusahaan. Itu sebab mereka meminta agar pemerintah setempat menjatuhkan sanksi sekaligus memberi ruang perundingan tripartit. Pasalnya, upaya bipartit antara buruh dan pengusaha berujung buntu.
“Berkasnya sudah disampaikan, tetapi kita belum tahu kelanjutannya,” ungkap Kuswoyo.
Sambil menunggu jawaban dari Dinas Ketenagakerjaan Kota Semarang, sebagian dari pekerja PT Jaykay yang di-PHK memilih pulang kampung ketimbang menetap di Ibukota Provinsi Jawa Tengah. Pasalnya, sisa upah yang dibayarkan terlambat oleh perusahaan pun tak lagi cukup untuk membeli bahan pangan sehari-hari. Belum lagi kebutuhan untuk membayar sewa kontrakan.
“Kita masih bingung mau cari penghasilan ke mana,” ujar Kuswoyo.
Disnaker Tak Tegas
Kondisi di Jakarta, tak jauh berbeda dengan Semarang. Pekerja PT Amos Indah Indonesia, Sri Rahmawati (42) tidak bisa tidak mengirit sisa uang sejak dirumahkan bersama 800 pekerja lain mulai 14 – 27 April 2020 mendatang. Perusahaan berdalih tidak lagi mampu membayar upah lantaran pasar terpukul pandemi covid-19.
Menurut Sri, produsen pakaian yang bermarkas di Kawasan Berikat Nusantara (BKN), Cakung, Jakarta Utara ini menggunakan Keputusan Gubernur (Kepgub) Jakarta, Anies Baswedan nomor 380 tahun 2020 tentang Pemberlakuan Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk merumahkan ratusan pekerja tanpa upah.
“Mengapa keuntungan perusahaan selama ini tidak dipakai buat membayar upah?” protes Rahma.
Ketua Serikat Pekerja PT Amos Indah Indonesia ini kemudian melaporkan keputusan perusahaan kepada Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Sumber Energi Provinsi DKI Jakarta melalui pesan WhatsApp pada Kamis, 9 April 2020 Pukul 08.58 WIB. Meski menindaklanjuti aduan dengan mengirimkan enam petugas pada hari yang sama, Suku Dinas Tenaga Kerja tidak mengambil sikap tegas. Alih-alih memberi sanksi, Pemerintah Daerah hanya mengimbau agar perusahaan mematuhi UU Ketenagakerjaan.
“Dinas tidak ada ketegasan sama sekali,” tambah Rahma.
Jaring.id telah berupaya mengonfirmasi ihwal keputusan PT Amos Indah Indonesia merumahkan ratusan pekerja tanpa upah kepada Kepala Personalia, Engkus Suhendar. Namun, ia tidak bisa menjelaskan lebih rinci karena alasan sakit.
“Sebentar ya, saya masih di rumah sakit,” katanya ketika dihubungi Jaring.id, Kamis, 15 April 2020.
Bila melihat data Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi Provinsi DKI Jakarta, jumlah pekerja yang dirumahkan pengusaha di Ibukota sekitar 132 ribu orang, sedangkan kontrak kerja milik 30 ribu lainnya diputus. Ketua Umum Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP), Jumisih (42) memprediksi akan lebih banyak pekerja yang menganggur bila pemerintah tidak mengambil langkah serius di tengah pandemi. Menurutnya, pemerintah perlu mengintervensi agar para pengusaha menggunakan laba bersih tahun lalu untuk menggaji pekerja sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Sekarang ini kondisi buruh sangat memprihatikan,” kata Jumisih saat dihubungi Jaring.id, Kamis, 15 April 2020.
Organisasi Buruh International (ILO) menaksir jumlah pengangguran di seluruh dunia bertambah 24,7 juta ketimbang tahun lalu sebanyak 188 juta orang. Sementara di Indonesia, Center of Reform on Economics (CORE) memperkirakan lonjakan jumlah pengangguran terbuka hingga 9,35 juta pada kuartal II 2020.
“Jika pandemi ini berlangsung lebih lama, CORE Indonesia mengingatkan akan potensi lonjakan jumlah pengangguran yang sangat tinggi dalam tahun ini,” tulis CORE dalam keterangan resmi, Rabu (15/4).
Sedangkan proyeksi angka kemiskinan akibat pandemi yang dilakukan SMERU Research Institute menunjukkan peningkatan, yakni berkisar 12,4 persen atau bertambah menjadi 33,24 juta orang pada 2020. Pada September 2019 lalu, angka kemiskinan di Indonesia 24,79 juta.
“Angka ini sama dengan kondisi pada 2011. Dengan kata lain, usaha pemerintah selama sembilan tahun untuk menurunkan angka kemiskinan akan sia-sia,” demikian keterangan resmi dari SMERU Research Institute di Jakarta, Jumat, 17 April 2020.
Pengamat Ekonomi dari Institute For Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adinegara tidak terkejut dengan pukulan telak pandemi terhadap perekonomian Indonesia yang sudah limbung sejak 2016. Menurutnya, ada beberapa faktor yang membuat dunia usaha remuk yakni penurunan konsumsi rumah tangga, harga komoditas yang fluktuatif dan banyak pelaku usaha yang mengandalkan hutang luar negeri saat kurs Rupiah tergerus diangka Rp 16.800. Hal ini mengakibatkan para pengusaha kelimpungan membayar hutang jangka pendek.
“Ini akumulasi saja. Ditambah dengan virus corona, aktivitas dunia usaha bisa dibilang mati suri,” kata Bhima saat dihubungi Jaring.id, Jum’at 17 April 2020.
Namun, alih-alih memecat maupun merumahkan pekerja, Bhima menyarankan agar dunia usaha melakukan sejumlah langkah yang tidak merugikan para pekerja. Beberapa hal yang bisa dilakukan ialah melakukan renegosiasi pinjaman kredit dengan pebankkan, baik dalam negeri maupun luar negeri, lalu memangkas gaji dan tunjangan pemimpin perusahaan dan pemilik modal. Hal ini, menurut Bhima, sudah banyak dilakukan oleh chief executive officer (CEO) dan direktur perusahaan di luar negeri.
“Harusnya ini massif terjadi di Indonesia,” ujarnya.
Sementara pemerintah, menurut Bhima, dapat membantu dunia usaha dengan melakukan pemangkasan biaya operasional.
“Pemerintah harus memberikan diskon listrik untuk perusahaan,” saran Bhima.
Pemerintah bukan tidak mengambil langkah minimal guna mengerem peningkatan jumlah penganggur. Presiden Joko Widodo telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 405, 1 triliun. Separuh dari anggaran tersebut yakni Rp 220,1 triliun akan digunakan untuk memulihkan perekonomian dan mengurangi beban industri. Adapun anggaran bantuan sosial mencapai Rp 110 triliun.
“Saya mengajak para pengusaha berusaha keras mempertahankan para pekerjanya. Saya mengajak semua pihak untuk peduli kepada masyarakat,” kata Jokowi lewat videoconference dari Istana Merdeka, Kamis, 9 April 2020.
Selain itu, pemerintah juga mengalokasikan anggaran sebesar Rp 37,4 triliun untuk Program Keluarga Harapan yang menyasar 10 juta keluarga miskin, serta Rp 43,6 triliun yang dialokasikan ke 20 juta penerima bantuan melalui program Kartu Sembako. Sementara program anyar Presiden Jokowi, yakni Kartu Prakerja mendapat suntikan dana sebesar Rp 20 triliun. Sekitar Rp 5,6 triliun di antaranya dialokasikan guna memberikan pelatihan online yang salah-satunya melibatkan Ruangguru—aplikasi bimbingan belajar daring yang mana staf khusus Presiden Joko Widodo, Adamas Belva Syah Devara menjabat CEO.
Kartu Prakerja Bukan Panasea
Sejak 26 Februari 2020, Presiden Joko Widodo meneken Peraturan Presiden ( Perpres) Nomor 36 Tahun 2020 tentang Pengembangan Kompetensi Kerja Melalui Program Kartu Prakerja. Namun, baru pada Kamis, 16 April 2020 program ini dibuka dengan anggaran yang mula-mula Rp 10 triliun ditingkatkan menjadi Rp 20 triliun. Uang sebanyak itu diharapkan berguna buat meningkatkan keahlian 200 ribu pekerja, terutama di sektor informal, pelaku usaha mikro, dan pelaku usaha kecil yang terdampak pandemi covid-19.
Dalam program ini, para peserta akan mendapat insentif pascapelatihan sebesar Rp 600 ribu/bulan hingga Juli mendatang. Namun, insentif tersebut baru dapat diberikan setelah peserta “membeli” sejumlah paket kursus daring. Materi kursus yang ditawarkan antara lain kursus percakapan bahasa Inggris, mengelola stres, pemasaran konten, bisnis toko online hingga cara membuat silky pudding aneka rasa yang tarifnya bervariasi mulai Rp 100 ribu – Rp 1 juta.
Pada tahap I, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mencatat 5.9 juta orang yang telah melakukan registrasi. Sekitar 4.4 juta orang di antaranya sudah melakukan verifikasi melalui surel. Kemudian yang sudah diverifikasi berdasarkan nomor induk kependudukan (NIK) sebanyak 3.2 juta orang.
Namun, Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja, Denni Puspa Purbasari menyatakan hanya 200 ribu orang yang akan mendapatkan kartuprakerja. Lantaran anggaran terbatas, Denni berharap agar masyarakat mengutamakan orang-orang yang terdampak pandemi corona, seperti para pekerja yang di-PHK maupun dirumahkan, hingga mereka yang tergolong pekerja harian.
“Dahulukan mereka jika ada yang lebih susah,” pungkas Denni saat memberikan keterangan pers di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Selasa, 14 April 2020.
Ketua Umum Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP), Jumisih sangsi program prakerja dapat menjadi obat mujarab yang dapat menuntaskan pelbagai masalah pekerja saat ini. Selain tidak banyak anggotanya yang dapat memaksimalkan teknologi informasi, para penganggur saat ini tidak dapat mengakses kartu prakerja lantaran kesulitan menyisihkan uang untuk membeli kuota internet. Jangakan membeli kuota internet, menurut Jumisih, memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari pun sulit.
Jumisih mengingatkan bahwa kartu prakerja yang diluncurkan pemerintah bukan program pencuci hak pekerja sebagaimana tertuang dalam UU Ketenagakerjaan. Para pengusaha, kata dia, masih punya kewajiban menuntaskan tanggungan, antara lain membayar pesangon.
“Jangan iming-imingi buruh dengan kartu prakerja,” tegasnya.
Sementara itu, pengamat ekonomi dari INDEF, Bhima Yudhistira Adhinegara menilai bahwa program kartu prakerja tidak mendesak dilakukan di tengah pandemi. Menurutnya, jutaan pekerja saat ini membutuhkan bantuan langsung tunai (BLT) untuk menyambung hidup hari lepas hari. Untuk itu, ia menyarankan agar pemerintah memodifikasi program kartu prakerja dengan memberikan insentif yang dapat dimanfaatkan langsung oleh masyarakat.
“Itu lebih efektif dari pada membuat pelatihan online. Dalam kondisi krisis sekarang pelatihan online tidak bermanfaat,” tegas Bhima.
Menanggapi hal itu, Panji Winanteya Ruky dari Biro Komunikasi Program Kartu Prakerja menjelaskan bahwa program kartu prakerja berbeda dengan bantuan langsung tunai. Kartu prakerja, kata dia, dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas angkatan kerja dan tidak menyasar masyarakat penerima bantuan langsung tunai.
“Masih banyak program untuk membantu para pekerja. Kalau butuh tunai, ada program bantuan langsung tunai. Kalau pelatihan untuk meningkatkan taraf hidup bisa bergabung di prakerja,” kata Panji Winanteya Ruky dalam keterangan persnya melalui aplikasi Zoom, Jum’at, 16 April 2020.