Penyelenggara pemilihan kepala daerah ulang di Kabupaten Yalimo, Papua sampai saat ini belum dapat menjalankan tahapan sesuai putusan Mahkamah Kontitusi (MK) yang mendiskualifikasi Erdi Dabi dari pencalonan. Putra dari mantan Bupati Yalimo, Er Dabi ini sebelumnya dinyatakan tidak dapat lanjut mengikuti pemilihan langsung lantaran ditetapkan sebagai terpidana dalam kasus kecelakaan lalu lintas. Erdi, yang saat itu masih wakil bupati, divonis pidana penjara empat bulan oleh hakim Pengadilan Negeri Jayapura pada 18 Februari 2021 dan bebas 6 Juli lalu.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat menilai sebagian masyarakat di wilayah yang dimekarkan dari kabupaten induk Jayawijaya pada 4 Januari 2008 silam tersebut belum dapat menerima putusan MK. Alih-alih dianggap sebagai harapan bagi proses demokratisasi dan pembangunan daerah, keputusan tersebut justru dianggap menyalahi prosedur karena diputuskan setelah pengesahan Erdi sebagai calon dan telah melalui tahapan pemungutan suara.
Yalimo sendiri merupakan salah satu dari 11 kabupaten di kawasan Pegunungan Tengah Papua yang melaksanakan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pada 2020 lalu. Kabupaten yang memiliki luas wilayah 4.330,29 kilometer persegi ini terdiri dari lima distrik, yakni Elelim, Abenaho, Benawa, Apalapsili dan Welarek.
Namun sejak awal, atmosfer pilkada Yalimo kerap diwarnai pertikaian antarkubu. Pendukung salah satu pasangan calon bahkan sempat menahan logistik pilkada, sehingga mengakibatkan sekitar 13.000 pemilih di Distrik Apalapsili tak dapat menyalurkan aspirasinya. Eskalasi konflik tersebut bertambah massif setelah MK melalui surat keputusan bernomor 145/PHP.BUP-XIX/2021 mendiskualifikasi Erdi Dabi dan memerintahkan pilkada ulang. Ratusan orang yang diduga pendukung Erdi membakar puluhan bangunan pemerintah dan ratusan rumah serta kios di Distrik Elelim. Huru-hara tersebut mengakibakan lebih dari 1.300 warga mengungsi ke sejumlah tempat. Sementara total kerugian material ditaksir mencapai Rp 300 miliar lebih.
Oleh sebab itu, sebulan sejak putusan MK penyelenggara pilkada di Yalimo belum dapat menjalankan tugas karena pertimbangan keamanan. Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat turun tangan membantu proses PSU di Yalimo. Kompleksitas persoalan di Yalimo membuat KPU RI mengupayakan pelbagai macam cara agar PSU bisa digelar dengan aman, damai dan lancar. Wartawan Jaring.id, Abdus Somad menggali lebih jauh bagaimana upaya KPU menuntaskan pilkada di Yalimo melalui komisioner KPU RI, Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi. Berikut petikan wawancara yang dilakukan pada Rabu 14 Juli 2021.
Pasca Mahkamah Konstitusi mendiskualifikasi Erdi Dabi dari pemilihan kepada daerah, kondisi keamanan di Yalimo belum kondusif untuk menjalankan pilkada ulang. Bagaimana solusi dari KPU?
Kami prihatin dampak peristiwa itu luar biasa. Kami belum datang langsung ke Yalimo karena belum memungkinkan. Kami sudah rapat koordinasi, kami sudah melakukan beberapa rapat baik di KPU RI pasca putusan dibacakan. Kami fokus mencari jalan keluar bagaimana tindak lanjut putusan MK bisa dilaksanakan sebab itu kewajiban KPU. Kami berharap situasi di Yalimo kondusif dan diharapkan pulih kembali.
Bagaimana tanggapan Anda dengan alasan keamanan yang digunakan penyelenggara di Yalimo untuk tidak ingin menjalankan putusan tersebut?
Pada Sabtu, 10 Juli lalu kami sudah rapat. Sebetulnya syarat menjalankan pemilu dan PSU ada banyak, seperti aspek teknis penyelenggara dan non teknis penyelenggaraan. KPU saya pikir siap dan mampu, namun persoalan yang terjadi di lapangan yakni perihal ketertiban dan keamanan. Untuk bisa melaksanakan perlu ada sinergi antara penyelenggara, peserta, pemilih dan aparat pemerintah serta aparat keamanan. Fokus kami selain melakukan koordinasi kami melakukan tahapan pilkada dan menyusun anggaran. KPU Yalimo sudah membahas draftnya.
Selain itu, perlu ada upaya yang komprehensif antara KPU, Bawaslu, dan peran masyarakat, tokoh agama, partai politik serta pasangan calon. Semua pihak berkontribusi termasuk media agar memberikan informasi yang mencerahkan. Penting bagi masyarakat mengetahui apa yang menjadi hak dan kewajiban mereka. Selain itu mereka juga mampu berkontribusi dan berpartisipasi dalam PSU Yalimo.
Kita susun tahapan, anggaran tapi dampak pemulihan sosial dan ketegangan masyarakat ini akan menyulitkan. Menurut saya ini merupakan upaya sungguh-sungguh KPU untuk menindaklanjuti putusan MK. KPU tidak bisa sendiri, apalagi dalam keadaan normal partisipasi segala pihak menjadi penting agar semua tahapan berjalan baik.
Apa benar KPU dan Bawaslu Yalimo mengundurkan diri karena tak mau melaksanakan putusan MK?
Kami melakukan klarifikasi langsung ke pihak yang bersangkutan. Faktanya ketua dan anggota KPU Yalimo beserta jajaran sekretariat tetap melakukan tugasnya. Namun karena belum ada kantor di kabupaten, mereka sementara ini rapat di KPU kabupaten terdekat yakni Wamena. Prinsipnya KPU Yalimo tetap melaksanakan tugas sebagaimana mestinya. Kalau pun mundur, kami punya aturan baik dalam UU dan peraturan KPU. Jadi tidak sembarangan boleh mundur. Kita punya mekanisme.
Bicara soal anggaran, sudah sejauh mana hal itu dibicarakan?
Belum final karena melihat situasi yang ada. Kami memandang ada dua anggaran. Pertama pada proses tahapan dan di luar tahapan. Untuk luar tahapan kita fokus untuk membangun kantor yang terbakar. Rancangannya itu sudah disiapkan. Sudah ada rapat di kantor KPU Papua, Yalimo dan pemerintah daerah.
Proses persiapannya perlu waktu. Kami rancang untuk kebutuhan yang ada. Kami tidak ingin buru-buru, sebab ada kekhawatiran pada proses tahapan penyelenggara ada yang mempermasalahkan. Proses MK tetap dilaksanakan, tapi dibutuhkan kecermatan. Ini sudah kami bahas. Kita akan koordinasi dengan pemerintah daerah apakah mereka mampu untuk memenuhi kebutuhan anggaran. Kalau tidak mampu perlu ada mekanisme. Menurut UU Pilkada, PSU anggarannya dari pemerintah daerah, provinsi dan kota. Kalau tidak ada anggaran nanti akan dievaluasi bersama KPU, Mendagri, DPR untuk mencari jalan keluar.
Apa saja upaya KPU untuk melaksanakan PSU di Yalimo?
Kami sudah rapat dengan jajaran KPU. Kami sudah melakukan audiensi dengan Pangdam Cenderawasih, Menkopolhukam untuk mencari jalan keluar terkait dengan dampak sosial. Fokus KPU menindaklanjuti putusan MK. Setelah audiensi dengan Pangdam Cenderawasih, kami melakukan koordinasi dengan Kepolisian agar sama-sama berkomitmen melaksanakan PSU. Peristiwa seperti di Yalimo bukan satu-satunya yang pernah kita tangani. Ada di Nabire dan Boven Digul juga yang melakukan PSU.
KPU punya waktu 120 hari sejak putusan dibacakan, sehingga pertengahan Desember 2021 menjadi batas waktu akhir. Kami upayakan tahapan PSU dapat dilaksanakan jika situasi kondusif. Selain itu sesuai putusan MK, KPU diwajibkan menjadi supervisi dan melaporkannya kepada MK. Jadi fokus kami ada dua, pertama ialah bagaimana agar KPU Yalimo menyusun tahapan dan anggaran. Selain itu, berkoordinasi dengan stakeholder terkait dan pemerintah daerah, aparat keamanan dan tokoh agama, serta masyarakat setempat. Sampai saat ini tahapannya baru sampai di situ.
Kami juga telah meminta agar KPU Yalimo menyusun tahapan pilkada ulang. Tahapannya meliputi ada program, jadwal, kebutuhan anggaran. Untuk tahapan akan sosialisasi lalu disusul dengan pencalonan. Setelah itu segera ditetapkan kandidat yang akan bertarung. Tidak menutup kemungkinan akan diadakan juga kampanye. Penyusunan tahapan membutuhkan waktu agar hak konstitusional warga bisa diakomodir. Di sisi lain pelaksanaannya tidak melewati tenggat waktu.
Dalam kondisi yang tidak memungkinkan menjalankan putusan MK, opsi apa yang akan dipilih KPU?
Fokus kami melaksanakan. Waktunya masih panjang. Pelaksanaanya kemungkinan sekitar 17 Desember 2021. KPU melaksanakan kewajiban kami. Tentu dalam tahapan dilakukan evaluasi. Kita ingin masyarakat dalam kondisi damai dan aman. Terkadang eskalasinya meningkat. Kita optimistis PSU bisa dilakukan. Ini merupakan bagian dari kecintaan kita akan demokrasi.
Apakah penundaan juga menjadi pilihan?
Saya tidak berandai-andai. Kami mengikuti dan mendengar para pihak yang terkait meskipun ini tidak mudah dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya. Harapan kami ini berjalan dengan baik, saya percaya saudara kita di Papua tentu berpikir yang terbaik di daerah mereka dan kelangsungan demokrasi kita. Saya tidak berspekulasi bisa atau tidak. Harapan kami PSU bisa dilakukan. Ini wibawa hukum dan komitmen kita yang harus kita hormati.