Hampir sebulan sejak kerusuhan terkait pemungutan suara ulang (PSU) pemilihan kepala daerah di Kabupaten Yalimo, Papua pecah, seribuan warga masih bertahan di pengungsian. Sebagian besar ditampung keluarga yang berada di Kabupaten Wamena dan Jayawijaya. Sekitar 10-15 orang di antaranya berada di Polres Yalimo. Di samping merugi secara materil, para pengungsi juga mengalami trauma. Kepala Penerangan Kodam XVII/Cenderawasih Letkol Arm Reza Nur menyebut bahwa warga masih merasa kondisi keamanan di Yalimo belum kondusif. “Sejak 126 rumah kios terbakar belum ada yang kembali,” ujar Reza kepada Jaring.id, Selasa 13 Juli 2021.
Kementerian Sosial sejak pekan lalu telah menyalurkan logistik berupa 3.000 paket makanan siap saji yang terdiri dari 100 paket makanan anak; 200 lembar selimut; 200 lembar kasur; 200 paket kids ware, serta 3 ton beras reguler dari Divre Bulog Wamena. Selain itu, ada bantuan berupa ratusan pakaian dewasa maupun anak-anak. “Bantuan logistik tersebut akan disalurkan sesuai dengan kebutuhan yang mendesak di lokasi pengungsian di Kabupaten Yalimo,” ujar Direktur Penanggulangan Sosial Korban Bencana Alam, Syafii Nasution, Senin 5 Juli 2021.
Sebelumnya, kerusuhan di Yalimo pecah usai Mahkamah Konstitusi (MK) mendiskualifikasi Erdi Dabi dari kontestasi pemilihan bupati lewat putusan bernomor 145/PHP.BUP-XIX/2021. Erdi dianggap tidak layak karena tersangkut persoalan hukum. Bekas Wakil Bupati Yalimo itu ditetapkan sebagai tersangka kecelakaan lalu liintas yang menewaskan seorang Polwan pada 17 September 2020 lalu. Erdi yang saat itu mengendarai mobil Toyota Hilux terbukti mabuk. Hal itu dibuktikan dengan pemeriksaan kadar alkohol pada tubuh pelaku. Oleh sebab itu, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jayapura menjatuhkan pidana selama empat bulan kurungan kepada Erdi. Erdi dijerat dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Kepolisian Daerah Papua mengklaim kondisi keamanan di Yalimo mulai berangsur kondusif. Menurut Kepala Hubungan Masyarakat Polda Papua, Kombes Ahmad Mustofa Kamal, masyarakat sudah mulai menjalankan aktivitas perekonomian maupun kegiatan perkantoran. “Situasi sudah cukup kondusif,” ujarnya. Polda Papua telah menyiagakan 100 personil di Yalimo. Mereka berasal dari Jayawijaya dan Wamena. Sebab jumlah polisi yang bersiaga di Polres persiapan Yalimo sebelumnya hanya 30 orang. “Itu dari Kepolisian saja belum dari TNI,” ujarnya dihubungi Jaring.id, Kamis, 15 Juli 2021.
Dalam keterangan pers Selasa, 6 Juni lalu, Kapolda Papua Mathius D. Fakhiri menyatakan bahwa situasi keamanan di Yalimo sangat bergantung pada kebijakan pusat. Ia berharap agar pemerintah mengambil alih penyelesaian pilkada di Yalimo. “Kalau dibebankan kepada Pemda pasti tidak bisa berbuat apa-apa, karena untuk PSU saja pasti kesulitan anggaran. Dia tidak punya PAD. Selama ini mereka bergantung pada dana transfer pusat. Oleh karena itu, semua kembali ke pemerintah pusat,” ujarnya di Wamena, Selasa, 6 Juni 2021.
“Memang kepastian ini bisa kita lihat tiga bulan ke depan, kalau sekarang tidak bisa berandai-andai. Ini semua sedang berproses terkait putusan MK itu,” sambung Fakhiri merujuk putusan MK yang mengabulkan gugatan tersebut dan mendiskualifikasi kepesertaan pasangan Erdi Dabi-Jhon Wilil dari Pilkada Yalimo pada 29 Juni 2021. MK juga memerintahkan KPU Yalimo melaksanakan Pilkada ulang mulai dari tahapan pendaftaran peserta Pilkada.
Penyelenggara di Yalimo Sulit Gelar PSU
Meski begitu, penyelenggara pemilihan kepala daerah di Yalimo mengaku kesulitan menggelar pemungutan suara ulang. Masyarakat dianggap masih mudah tersulut karena sejak awal, masing-masing kontestan, yakni Erdi Dabi-John Wilil, serta Lakius Peyon-Nahum Mebel memiliki basis dukungan yang kuat. Erdi merupakan Wakil Bupati Yalimo periode sebelumnya. Sementara Lakius adalah mantan Bupati Yalimo. Keduanya diketahui berasal dari wilayah dan etnis yang berbeda. Anggota Bidang Pengawasan dan Pencegahan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) setempat, Demianus Bayange tidak ingin gelaran PSU itu memperuncing konflik.
Demianus menyebut sedikitnya tiga masalah dalam pilkada ulang. Pertama ialah fasilitas berupa kantor. Kata dia, kantor sebelumnya tidak lagi bisa digunakan setelah dibakar massa akhir bulan lalu. Di samping itu ada masalah keamanan dan ancaman terhadap penyelenggara pilkada. “Putusan MK wajib dilakukan. Tetapi sekarang kita melihat situasi dan kondisi yang terjadi di Yalimo tidak menjamin. Kami di kabupaten kondisinya berada di letak geografis yang sulit. Kami sulit melakukannya,” Demianus kepada Jaring.id, Selasa, 6 Juli 2021.
Bahkan, menurut dia, saat ini sejumlah ruas jalan masih disekat warga, sehingga mereka yang sudah kadung ke luar Yalimo tertahan tak dapat kembali ke rumah. “Kondisi tidak aman. Semua akses diblokade. Begitu juga akses penerbangan. Akses jalan dari Jayawijaya ke Yalimo juga tidak dapat diakses,” ungkapnya.
Oleh sebab itu, ia meminta agar Bawaslu dan KPU langsung turun tangan membantu menyelesaikan konflik di pilkada Yalimo. Tanpa itu, menurutnya, muskil baginya untuk menjalankan putusan MK. “Kami akan koordinasi Bawaslu RI dan KPU RI,” Demianus.
Sementara Ketua KPU Yalimo, Yehemia Waliangge sempat mengaku keberatan jika harus menggelar pemungutan suara untuk kali ketiga. “Saya secara pribadi tidak akan melaksanakan proses PSU di Yalimo akan sampaikan kepada pimpinan saya di KPU Provinsi dan RI jika saya akan mundur dari jabatan Ketua Yalimo,” ujar Yehemia Waliangge seperti dikutip Antara, Senin 5 Juli 2021.
Menanggapi hal tersebut, Komisioner KPU RI, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi memastikan gelaran pilkada di Yalimo akan berlangsung sesuai keputusan MK. Dalam kunjungan ke Papua pekan lalu, Raka mengaku sudah bertemu dengan penyelengara pemilu di Yalimo, termasuk Yehemia. “Ketua dan anggota KPU Yalimo beserta jajaran sekretariat tetap melakukan tugasnya. Mereka tetap berkomitmen dan tetap melakukan tugas di Yalimo,” kata Raka saat kepada Jaring.id melalui daring, Rabu 14 Juli 2021.
KPU juga telah beraudiensi dengan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD dan Panglima Kodam Cenderawasih, Mayjen TNI Ignatius Yogo Triyono untuk mengupayakan keamanan dan penanganan dampak sosial serta ekonomi yang muncul akibat Pilkada Yalimo. KPU juga melakukan audiensi dengan sejumlah tokoh agama dan tokoh masyarakat setempat untuk meminimalisir konflik antar suku. Menurut Raka, pihaknya akan memastikan agar seluruh warga maupun yang saat ini tengah berada di pengungsian dapat menyalurkan hak pilihnya. “Kami upayakan tahapan PSU dapat dilaksanakan,” ujarnya.
Dalam hal ini, baik Kepolisian maupun TNI berkomitmen untuk mengamankan pilkada ulang di Yalimo. Hanya saja, menurut Juru Bicara Polda Papua, Kombes Ahmad Mustafa Kamal, pihaknya memerlukan jadwal tahapan pilkada guna menyiapkan pasukan tambahan. “Kami ingin dapat jadwal tahapan selama 120 hari,” katanya Juru Bicara Polda Papua, Kombes Ahmad Mustafa Kamal. Sementara itu, Kodam Cendrawasih mengaku siap untuk menyokong Polisi mengamankan pilkada. Kapendam Kodam Cendrawasih, Letkol Arm Reza Nur Patria menyatakan pihaknya telah berkoordinasi dengan pihak polisi. “Kami siap mendukung PSU ulang di Yalimo,” ujarnya.
Jamin Hak Suara
Peneliti Jaringan Demokrasi dan Pemilu Berintegritas (Netgrit), Hadar Nafis Gumay mengatakan putusan MK yang memerintahkan pemungutan suara ulang di Yalimo merupakan salah satu pemantik kerusuhan di masyarakat. Faktor lain ialah kurangnya sosialisasi dan mitigasi dari penyelenggara terkait isu pilkada. “Bisa jadi faktor lain yang terjadi kekeliruan penyelenggara, misalnya peserta yang memang mau menang sendiri. Tidak bisa berproses dalam demokrasi. Biasanya ini menjadi bibit persoalan,” ungkap Hadar saat dihubungi Jaring.id melalui telepon, Sabtu 10 Juli 2021.
Oleh sebab itu, Hadar mendorong agar penyelenggara pilkada maupun penegak hukum dapat menuntaskan konflik di Yalimo. KPU, kata dia, perlu menganalisa pelbagai hal untuk menekan risiko yang dapat timbul, baik pada saat persiapan maupun pemungutan suara. Sementara polisi perlu mengupayakan rekonsiliasi terhadap masyarakat yang bertikai. Pelibatan tokoh masyarakat dan lokal dinilai penting guna mengurangi potensi gesekan.
“Kalau iya sangat berisiko dan pihak keamanan tidak bisa menjamin, bisa saja ditunda lebih jauh dan dicari waktu yang lebih tepat. Tapi jangan menunda berlarut-larut dengan alasan keamanan,” ucapnya.
Selain itu, Hadar juga mengingatkan KPU untuk tidak mengabaikan hak-hak para pengungsi. Menurutnya, KPU harus mampu mendata lokasi pengungsian sekaligus mencatat seluruh pemilih yang kini masih berada di lokasi pengungsian. Karenanya penting bagi KPU untuk menyiapkan scenario pembuatan TPS darurat di lokasi pengungsian. “Tantanganya adalah ketika para pengungsi tersebar di mana-mana,” ujarnya.
Sementara itu, Anggota Komisi II DPR, Guspardi Gaus menyarankan agar KPU RI turut langsung menuntaskan konflik di Yalimo. “Kalau KPU daerah tidak mampu, maka KPU RI perlu melakukan pendalaman untuk mencari solusi yang tidak merugikan masyarakat,” kata Guspardi saat dihubungi Jaring.id melalui telepon, Rabu, 14 Juli 2021.
Anggota Fraksi Partai Amanat Nasional ini pun meminta KPU serta pemerintah dan aparat keamanan menjamin hak hidup dan hak pilih para pengungsi. Hal itu perlu dilakukan mengingat tidak sedikit warga yang masih enggan kembali ke rumah. “Pemerintah harus hadir. Kasihan mereka yang masih mengungsi. Keamanan dan kepastian nyaman itu diharapkan masyarakat,” kata Guspardi.
KPU RI mengklaim telah melakukan sejumlah langkah guna menggelar pilkada ulang di Yalimo. Antara lain rapat koordinasi dengan penyelenggara di tingkat provinsi maupun kabupaten mengenai situasi dan kondisi terakhir di Yalimo. Sesuai dengan keputusan MK, KPU punya waktu selama hampir 4 bulan atau 120 hari untuk menggelar pemungutan suara. Dalam hitungan Raka, PSU baru dapat dilakukan pada pertengahan Desember mendatang. “Kami fokus mencari jalan keluar bagaimana tindak lanjut putusan MK bisa dilaksanakan itu karena ini kewajiban KPU,” ujar komisioner KPU, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi.
Menurutnya, KPU RI juga telah meminta KPU Yalimo untuk menyusun tahapan pilkada, beserta rancangan anggaran yang dibutuhkan selama proses pemungutan suara ulang. Mulai dari sosialisasi, pencalonan, pembagian nomor urut hingga tahapan kampanye, ”Penyusunan tahapan membutuhkan waktu agar hak konstitusional warga bisa diakomodir. Di sisi lain pelaksanaan tidak melewati tenggat waktunya,” ujarnya.
Sementara terkait pembiayaan, kata Raka, sampai saat ini masih dibahas oleh pemerintah daerah. Hal ini sesuai Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan walikota menjadi Undang-Undang. Namun, ketika pemerintah daerah tidak mampu membiayai, maka KPU RI akan berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mencari solusi pembiayaan.
Merujuk rancangan anggaran sebelumnya, Pilkada Yalimo digelar dengan biaya sebagai Rp 40 miliar. Ongkos itu lebih sedikit ketimbang jumlah total anggaran yang sudah ditetapkan, yakni Rp 50 miliar. Sementara untuk pemungutan suara ulang di dua distrik menelan biaya sebesar Rp 9,5 miliar. “Situasi di lapangan kompleks, kalau bicara anggaran nanti dihadapkan dan dirancang untuk kebutuhan yang ada,” katanya.
Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri, Bahtiar kepada Jaring.id mendukung seluruh agenda KPU untuk menggelar pilkada ulang di Yalimo. “Prosesnya sudah disiapkan oleh penyelenggara, tugasnya pemerintah dan pemerintah daerah termasuk TNI-Polri adalah membantu penyelenggara pemilu menyukseskan pelaksanaan di sana,” kata Bahtiar saat dihubungi Jaring.id, Selasa, 13 Juli 2021.
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang fokus pada masalah Papua, Adriana Elisabeth mewanti-wanti agar KPU dan pemerintah tidak hanya fokus pada persoalan PSU. Dalam waktu dekat pemerintah perlu memastikan dan menjamin pulihnya kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat Yalimo pasca kerusuhan. Kata dia, hak warga untuk mendapatkan akses pendidikan, kesehatan dan juga sandang pangan tidak bisa dikesampingkan. “Itu yang diutamakan, kalau mau PSU dijalankan harus mengurangi berbagi risiko yang dimunculkan,” kata Adriana kepada Jaring.id melalui sambungan telepon, Kamis, 15 Juli 2021.
Tanpa memerhatikan hal itu, ia ragu proses pemilihan ulang akan disambut antusias oleh masyarakat. “Jangan sampai ini menjadi preseden buruk setiap melakukan Pilkada,” pungkasnya.