Yang Rusak karena Tambang Nikel Halmahera

Aliran sungai di Halmahera Tengah tercemar akibat deforestasi penambangan nikel. Air sungai terkontaminasi, sehingga tidak lagi bisa dikonsumsi maupun untuk menjalankan ritual keagamaan.


Oktaviana Kristin Takuling (26) mengangkat muka pelan-pelan. Ada air mata yang tertahan di sudut matanya sesaat melihat air Sungai Akedoma di Desa Lelilef, Weda, Halmahera Tengah, Maluku Utara berwarna coklat kehitaman bercampur dengan lumpur. Saking tebalnya, batu sebesar gelas yang ia lempar tak segera terjeblok dalam lumpur. Menurut Yana—panggilan Oktaviana, air keruh bertambah parah sejak kali pertama tercemar tambang nikel sekira lima tahun lalu.

Sungai Akedoma selebar 10 meter ini berada di lingkar tambang PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (PT. IWIP). Sebelum butek akibat tambang air sungai tersebut menderas biru menuju lembah. Di samping untuk konsumsi, umat Kristiani di Lelilef kerap menggunakan aliran sungai tersebut dalam ritual keagamaan, seperti pembaptisan. Kini, mereka harus menempuh perjalanan sejauh 20 kilometer ke Sungai Sagea. ”Ini karena sungai kami tercemar dan nggak layak dikonsumsi, jadi kami harus pergi jauh,” kata Yana, Minggu, 23 April 2023.

Namun saat ini sungai yang berbatasan dengan Laut Halmahera tersebut juga tak dapat digunakan. ”Jadinya kami tidak lagi melakukan kegiatan keagamaan di sungai itu. Sekarang justru lebih jauh lagi ke Pantai Sepo jaraknya 25 kilometer,” ungkapnya. Yana menyaksikan hamparan air yang terletak di Kabupaten Halmahera Tengah itu berwarna coklat butek pada Minggu, 3 Desember 2023. ”Agustus lalu juga kondisinya sama,” ujarnya.

Padahal air Sungai Sagea sebelumnya terlihat jernih berwarna biru kehijauan. Penduduk setempat menggunakan air sungai itu untuk minum dan memasak.

Menurut Yana, menurunnya kualitas sungai di sekitar tambang nikel diperparah dengan kekeringan yang melanda sejumlah sumber air. ”Sumur kami sudah kering. Tak ada ada air lagi,” kata Yana sembari menghela nafasnya. Sementara sumur bor baru mengalirkan air payau yang hanya bisa digunakan untuk mandi. Guna memenuhi kebutuhan air, keluarga Yana harus membeli air tawar seharga Rp 5000 per galon. Saban hari sedikitnya membutuhkan sekitar 6-15 galon air bersih. ”Coba hitung berapa uang yang harus kami keluarkan dalam satu tahun,” sergahnya.

Yana mengungkapkan bahwa dirinya bersama warga telah mengadukan dampak tambang nikel terhadap lingkungan ke PT IWIP, kantor kelurahan, dan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Desa Lelilef. Namun, Kepala Puskesmas sementara Desa Lelilef, Zami membantah kualitas air sungai rusak akibat tambang. Ia mengklaim aliran sungai tersebut layak dikonsumsi dan digunakan untuk mandi atau mencuci. ”Air dan udara dalam tambang bersih. Faktor udara, sehingga harus menggunakan masker,” kata Zami kepada Jaring.id, Selasa, 16 Mei 2023.

PT IWIP merupakan perusahaan gabungan yang mengelola nikel dari hulu ke hilir di Halmahera Tengah. Terdiri dari PT Weda Bay Nickel (WBN)—perusahaan asal Perancis, dengan dua perusahaan asal China, yakni PT Yashi Indonesia Investment dan PT Youshan Nickel Indonesia. Perusahaan yang berdiri sejak 30 Agustus 2018 ini memiliki izin tambang nikel yang hanya sejauh 20 kilometer dari Sungai Sagea.

Baca juga: Derita Mereka yang Menghirup Abu PLTU

Dua tahun setelah berdiri, Presiden Joko Widodo menetapkan IWIP sebagai proyek strategis nasional berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Eksploitasi tambang nikel ini juga diperkuat dengan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024.

***

Koalisi Save Sagea mencatat perubahan aliran sungai mulai terjadi awal tahun ini. Hal itu tak lepas dari deforestasi pertambangan nikel di Halmahera Tengah. Hasil pemantauan udara Oktober lalu menunjukkan adanya pembabatan hutan menggunakan alat berat. Pembukaan lahan untuk membangun kamp penambang itu membikin Sungai Sagea butek akibat longsoran tanah. Sejak itu, air sungai berulang kali butek. Di mulai pada Augustus, September, akhir Oktober lalu. Pada Minggu, 3 Desember 2023 lalu, air sungai kembali butek.

Air dari hulu, menurut Koordinator koalisi, Adlun Fiqri, tanpa henti mengalirkan lumpur melalui anak sungai hingga kawasan Teluk Weda. Ini karena Halmahera Utara saat ini menjadi daerah garapan tambang nikel. Sedikitnya ada 13 perusahaan di kabupaten tersebut. Seluruh perusahaan diketahui menyetor nikel ke IWIP. Izin tambang di hulu Sagea pertama kali diberikan pada 1998 melalui mekanisme kontrak karya. Kontrak tersebut kemudian diperpanjang hingga 2024 pada 2019 lalu.

”Selama lima tahun kami terpaksa hidup di tengah kerusakan lingkungan yang parah, air, sungai, udara tercemar. Sungai besar seperti Kobe, Sagea tercemar akibat operasi perusahaan tambang nikel yang terintegrasi dengan IWIP,” kata Adlun, Selasa, 28 November 2023.

Baca juga: Nelayan Protes Kaveling Laut Berbasis Kuota

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral memperkirakan cadangan nikel di Maluku Utara sebanyak 1,4 miliar ton. Dengan begitu, Maluku berada di posisi kedua setelah Sulawesi yang memiliki cadangan nikel 2,6 miliar ton, diikuti Papua dengan 60 juta. Komoditas mineral ini memiliki nilai di pasar global lantaran dapat digunakan untuk memproduksi logam tahan karat atau stainless steel, baterai, serta bahan baku berbagai industri lainnya.

Meski begitu, Pemerintah Daerah Maluku Utara lewat Dinas Lingkungan Hidup sempat merekomendasikan penghentian aktivitas tambang kepada lima perusahaan yang diduga mencemari sungai. Penghentian sementara itu tertuang dalam surat bernomor: 600.4.5.3/1120/LH.3/IX/2023 pada Senin, 4 September 2023. Antara lain PT Weda Bay Nickel, PT Halmahera Sukses Mineral, PT Tekindo Energi, PT Karunia Sagea Mineral, dan PT First Pacific Mining.

DLH Maluku Utara kemudian menguji baku mutu air Sungai Sagea dengan melibatkan lembaga independen, yakni PT Analitika Kalibrasi Laboratorium (Ankal) Kota Bogor, Jawa Barat. DLH menyatakan bahwa baku mutu air di Sungai Sagea aman karena berada di bawah ambang batas. Penelitian terhadap keasaman air (pH) menunjukkan hasil 7.21, TDS (37 mg/L), TSS (34 mg/L). Sementara kebutuhan oksigen biologi (BOD) (<1 mg/L), Kebutuhan oksigen kimiawi (COD) (7.4 mg/L), dan Kromium heksavalen (0.01 mg/L).

“Pengambilan sampel sesuai standar SNI 8995:2021 tentang metode pengambilan contoh uji air untuk pengujian fisika dan kimia. Lokasi sampel adalah satu titik di sekitar Goa Boki Maruru. Aliran air dari Goa Boki Maruru pada 14 Agustus,” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup Maluku Utara, Fachruddin Tukuboya, Rabu, 13 September 2023.

Oleh sebab itu, Fahrudin mengklaim bahwa Sungai Sagea aman untuk digunakan sebagai tempat berwisata air, budidaya ikan air tawar, peternakan, dan pengairan pertanian. “Kualitas air ini masih sangat mendukung kehidupan biologis dan fisik di Sungai Sagea,” Fahrudin.

Sedangkan, Koalisi Save Sagea menemukan sejumlah kejanggalan di balik pengujian sampel yang dilakukan pemerintah. Menurut Adlun, sampel air yang digunakan pemerintah diambil saat sungai masih jernih. “Kami menilai hasil uji kualitas air yang sudah dipaparkan tidak bisa mewakili kondisi sungai secara utuh dan tidak bisa jadi dasar menyatakan Sungai Sagea dalam kondisi baik secara kualitas air, justru sebaliknya,” kata dia.

Bahkan, salah seorang sumber Jaring.id menyebut bahwa Pemda Maluku Utara menggunakan hasil pengujian air sungai milir PT IWIP. ”DLH nggak melakukan uji lab yang diungkapkan ke publik. Uji labnya itu merupakan milik perusahaan PT IWIP yang dilakukan saat sungainya tidak keruh,” kata sumber Jaring.id yang tak ingin disebutkan namanya.

Baca juga: Kebun Sawit Malaysia Merembas Hutan Belitung

Oleh sebab itu, Koalisi Save Sagea melakukan pengujian mandiri terhadap kandungan padat terlarut (TDS) dan derajat keasaman (pH) pada Juni 2023. Sampel diambil di sekitar Gua Boki Maruru dan Air Terjun Danau Sagea. Hasilnya menunjukkan kandungan TDS mencapai 1.486 mg/L yang berada di atas ambang batas 1.000 mg/L. Sementara kandungan asam dari kedua sampel mencapai 9,14.

Merujuk Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, ambang batas ditetapkan sebesar 1.000 mg/L untuk TDS dan pH 6-9. ”Kami punya banding setelahnya hasilnya beda,” ujar juru kampanye Forest Watch Indonesia (FWI), Agung Ady Setiawan, Selasa, 28 November 2023.

Pada April lalu, Jaring.id juga melakukan pengujian terhadap sampel air dari beberapa sungai di wilayah IWIP, seperti Sungai Akedoma, Sungai Wasea, dan Sungai Kobe. Ketiga sungai tersebut dimanfaatkan warga untuk kebutuhan makan, minum, dan mencuci. Sementara Sungai Kobe merupakan sungai yang berdekatan dengan area konservasi burung Kakatua dan Bidadari Halmahera, buaya, serta beberapa satwa unik Wallace lainnya.

Sampel air tersebut diambil menggunakan botol 1,5 liter sekitar Pukul 10.00-14.00 WIT pada 12 April 2023. Air yang diambil mencakup air di permukaan, tengah, dan dasar sungai. Lokasi pengambilan sampel dilakukan sejauh 5 meter dari pinggir sungai. Sampel air kemudian dibungkus menggunakan kardus berbusa sebelum diterbangkan ke Jakarta melalui Ternate, Maluku Utara.

Semula sampel air yang dibawa Jaring.id tidak diperbolehkan untuk dibawa dan diuji di Jakarta oleh petugas bandara. Namun, kami berkeras menyampaikan bahwa pengujian itu penting untuk mengetahui kualitas air sungai yang digunakan masyarakat. Jaring.id diminta untuk membuka dan menunjukkan air yang dibawa. Setelah pemeriksaan selesai, petugas meminta agar sampel tersebut dikemas kembali ke dalam kardus. Lalu kami membawanya ke Laboratorium Uji Kimia Departemen Kimia Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia sehari setelahnya, pada 13 April 2023.

Ada tiga hal yang diuji. Pertama ialah kandungan tembaga (Cu) total, nikel (Ni), dan total suspended solid (TSS). Hasilnya kandungan tembaga pada air Sungai Akedoma sebesar 0.05 mg/L, Sungai Wasea (0.02 mg/L), Sungai Kobe (0.06 mg/L). Dengan begitu, hanya air dari Sungai Wasesa yang berada di bawah ambang batas sebesar 0.02 mg/L.

Sementara kandungan nikel yang terkandung dalam air Sungai Akedoma sebesar 4.55 mg/L, Sungai Wasea (4.37 mg/L), dan Sungai Kobe (4.84 mg/L). Ini berarti kandungan nikel di semua sungai mencapai 10 kali lipat dari ambang batas yang diatur pemerintah, yakni 0.05 mg/L. Begitu pula dengan kandungan TSS. Pada Sungai Akedoma sebesar 1347 mg/L, Sungai Wasea (1226 mg/L), dan Sungai Kobe (1495 mg/L). Padahal, ambang batas TSS hanya sebesar 40-400 mg/L.

Di samping melanggar Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, cemaran yang melebihi baku mutu juga melanggar Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Belied itu mengatur penerapan sanksi administrasi hingga ancaman pidana.

Pada Pasal 98 dijelaskan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3-10 tahun dengan denda Rp 3-10 miliar. Apabila mengakibatkan bahaya bagi kesehatan dipidana 4-12 tahun denda Rp 4-12 miliar. Namun ketika membikin orang mati dipidana 5-15 tahun denda Rp 5- 15 miliar.

Baca juga: Lecit Sirip Sampai ke Cina

Jaring.id telah mencoba menghubungi Direktur PT IWIP Xiang Binghe melalui surat yang dikirim ke kantor IWIP di Jakarta Pusat. Namun hingga tulisan ini terbit tak ada jawaban. Sementara itu, salah seorang dari divisi hubungan masyarakat PT IWIP, Aqila saat dihubungi irit bicara. ”Kami koordinasikan untuk wawancara pihak manajemen untuk wawancara,” ujarnya melalui pesan Whatsapp, Selasa, 18 April 2023.

Sementara dalam rilisnya pada Rabu, 8 November 2023, PT IWIP menyampaikan cemaran sungai bukan karena aktivitas IWIP melainkan fenomena alam seperti cuaca dan karakteristik batuan karst. Meski begitu, perusahaan berjanji melestarikan alam di wilayah Halmahera, Maluku Utara. Perusahaan akan melakukan pendekatan yang jujur, transparan, serta melibatkan pihak ketiga secara independen untuk melakukan audit lingkungan.

“PT IWIP memahami dan menghargai pandangan awal yang diberikan oleh koalisi #SaveSagea dan Forum Koordinasi DAS Moloku Kie Raha. Dalam semangat peduli terhadap lingkungan, PT IWIP berkomitmen untuk berpartisipasi dalam inisiatif pelestarian lingkungan hidup khususnya sungai Sagea dengan terus berkolaborasi dengan Masyarakat & berkoordinasi dengan Pemerintah setempat,” kata GM External Relations & HR PT IWIP, Yudhi Santoso.

 


Artikel berjudul “Yang Rusak karena Tambang Nikel Halmahera,” ini merupakan bagian pertama dari dua naskah terkait dampak penambangan nikel di Maluku. Liputan ini terbit berkat dukungan dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam).

Melawan Kusta dari Jongaya

Gapura bercat merah putih dengan ornamen kemerdekaan menjadi penanda awal keberadaan Kompleks Jongaya di Kecamatan Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Permukiman ini dikenal sejak puluhan

Berlangganan Kabar Terbaru dari Kami

GRATIS, cukup daftarkan emailmu disini.