Tidak mudah bagi partai politik baru untuk hadir dan bertahan dalam konstelasi politik di Indonesia. Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) dan Partai Buruh—dua di antara partai baru yang muncul akan dihadapkan pada ujian politik yang tidak ringan. Mulai dari proses administrasi, tingkat popularitas hingga ambang batas parlemen.
Spanduk Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) terbentang di atap rumah bercat kuning di Jalan Saudara, Kelurahan Beringin, Kecamatan Medan Selayang, Sumatera Utara. Rumah tersebut milik Ketua Dewan Pimpinan Kota (DPK) Kota Medan, Doli Nadeak. Jelang verifikasi faktual Pemilihan Legislatif 2024, sebagian ruangan di rumah tinggal ini ditata menyerupai kantor partai, lengkap dengan meja dan kursi kerja. Di salah satu dindingnya juga terdapat lambang negara dan foto Presiden Joko Widodo beserta wakilnya. Sementara ruangan lain masih digunakan pemiliknya sebagai tempat tinggal.
“Banyak yang seperti itu. Rumah pengurus dijadikan sebagai kantor,” kata Juru Bicara Partai Prima, Farhan A. Dalimunthe ketika diwawancara pada Jumat, 19 November 2021.
Pengalihan fungsi rumah menjadi kantor dilakukan Partai Prima untuk memenuhi syarat menjadi peserta Pemilu 2024. Skema pemanfaatan rumah pengurus ini, menurut Farhan, lebih murah ketimbang menyewa bangunan kantor. Partai hanya cukup mengurus surat keterangan pinjam pakai, beserta domisili yang diketahui kelurahan setempat. “Kami berusaha membangun partai ini dari 0 Rupiah,” katanya.
Di samping harus berbadan hukum, Pasal 173 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mensyaratkan agar partai politik memiliki kantor kepengurusan partai, baik di provinsi maupun kabupaten/kota. Kepengurusan di seluruh provinsi ini terdiri dari 75 persen kabupaten/kota, serta 50 persen kecamatan. Kepengurusannya pun mesti memenuhi kuota 30 persen perempuan dan minimal memiliki 1000 anggota atau 1/1000 di kabupaten/kota.
Terkait hal tersebut Partai Prima menyatakan sudah membangun kepengurusan di 34 provinsi, 389 kabupaten/kota dan 3800 kecamatan seluruh Indonesia sejak deklarasi enam bulan lalu. Sementara jumlah anggota yang tercatat sebanyak 6 ribu orang.
Mayoritas anggota partai, kata Farhan, berasal dari kalangan buruh, petani, masyarakat adat, mahasiwa, pedagang dan organisasi masyarakat sipil. Antara lain Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia, Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi, Himpunan Mahasiswa Islam, Serikat Tani Nasional, Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia serta kelompok Islam progresif. “Apapun ceritanya Prima siap menghadapi pemilu. Bagi sebagian aktivis yang bergabung di Prima, ini the last battle karena sudah lama berjuang sejak reformasi,” katanya sembari mengakui kalau jalan menuju Senayan tidak mudah.
Pada Pemilu 2019 lalu KPU hanya meloloskan 16 dari 27 partai yang mendaftar sebagai peserta pemilu. Dari jumlah itu hanya empat partai baru yang berhasil lolos verifikasi, yakni Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Perindo, Partai Berkarya, serta Partai Garuda. Meski sudah lolos verifikasi administrasi dan faktual, partai akan menghadapi ambang batas parlemen sebesar 4 persen dari perolehan suara sah nasional. Partai baru setidaknya harus meraup minimal 6.170.304 suara. Apabila tidak, maka Partai Prima akan bernasib sama dengan tujuh partai yang gagal melenggang ke Senayan pada Pemilu 2019. Saat itu, ada sekitar 13 juta suara terbuang dari total suara partai yang tak lolos ambang batas perlemen.
Meski begitu, keinginan parpol untuk melenggang ke Senayan pada Pemilu 2024 tak surut. Hingga akhir November 2021 ini sedikitnya sudah ada 11 partai baru yang mendeklarasikan diri akan mengikuti Pemilu 2024 mendatang. Di antaranya Partai Gelombang Rakyat (Gelora), Partai Ummat, Partai Indonesia Terang (PIT), Partai Negeri Daulat Indonesia (Pandai), Partai Indonesia Damai (PID), Partai Masyumi, Partai Usaha Kecil Menegah (UKM), Partai Buruh.
Partai Buruh yang digawangi Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia, Said Iqbal bahkan telah menargetkan perolehan 15-20 kursi DPR pada Pemilu 2024 mendatang. Partai ini disokong oleh 11 organisasi, yakni Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Organisasi Rakyat Indonesia (ORI), KSPI, Serikat Petani Indonesia (SPI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Federasi Serikat Pekerja Kimia Energi Pertambangan (FSPKEP), Federasi Serikat Pekerja Farmasi Kesehatan (FSB Farkes), Forum Pendidik Tenaga Honorer dan Swasta Indonesia (FPTHSI), serta Gerakan Perempuan Indonesia (GPI).
“Partai Buruh memperjuangkan kelompok pekerja yang terpukul karena selalu kalah secara politik. Ini satu langkah kami untuk masuk dalam ruang pengambilan kebijakan di parlemen,” ujarnya kepada Jaring.id, Rabu, 10 November 2021.
Sejak dideklarasikan pada awal Oktober 2021 lalu, Partai Buruh mengklaim telah memiliki sekitar 600 ribu anggota di seluruh daerah. Namun menurut Ketua Majelis Nasional Partai Buruh, Agus Ruli Ardiansyah, tidak mudah untuk mendaftarkan ribuan anggota melalui Sistem Informasi Partai Politik (Sipol). “Yang masih kesulitan ini teman-teman petani di desa yang perlu mendaftar secara online karena tidak punya handphone dan tidak ada sinyal,” katanya.
Kesulitan yang sama dirasakan Sekretaris Jendral Partai Gelombang Rakyat (Gelora), Mahfudz Siddiq. Bekas politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengaku sulit untuk memenuhi seluruh syarat kepesertaan Pemilu. “Situasi pandemi membatasi ruang gerakan. Kami optimalkan pendekatan lewat komunikasi digital seperti rekrutmen digital dengan mekanisme registrasi online,” katanya ketika dihubungi pada Selasan, 9 November 2021.
Politikus yang sudah mencicipi kursi parlemen ini juga mengkhawatirkan sistem verifikasi parpol berbasis daring yang dilakukan KPU. Menurutnya, proses identifikasi nomor kartu tanda penduduk di Papua dan Papua Barat bermasalah. Sementara data kecamatan yang terdapat di aplikasi Sipol tak lengkap karena tidak mengikuti data pemekaran kecamatan. “Masih ada waktu bagi KPU mengonsolidasi data dan sistem informasi agar pemilu kita semakin dimudahkan dengan digital, sehingga bukan jadi persoalan,” katanya.
Setahun setelah berdiri, kata Mahfudz, Partai Gelora telah melengkapi kepengurusan di seluruh provinsi, 514 kabupaten/kota dan sekitar 88 persen kecamatan di seluruh Indonesia. Pengurus Gelora tingkat provinsi diisi oleh bekas koleganya di Partai PKS. Ia mencatat sekiranya ada 550 ribu anggota dari target 1 juta anggota yang sudah terkumpul. Agar bisa melewati persyaratan KPU dan ambang batas parlemen, Partai Gelora menargetkan 2000 anggota di tiap kecamatan.
Sementara itu, anggota KPU RI, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi tidak menampik masalah dalam proses verifikasi daring. KPU sampai saat ini masih mengembangkan fungsi aplikasi Sipol. Dengan sejumlah langkah penyempurnaan, ia yakin proses verifikasi kepengurusan dan anggota parpol akan jauh lebih baik. “Masalah yang dihadapi partai di pemilu sebelumnya jadi masukan penyempurnaan Sipol ke depan,” kata Dewa ketika dihubungi, Selasa, 16 Agustus 2021.
Sebulan sebelum tahun 2021 berakhir, KPU pun masih menyelaraskan peraturan terkait proses pendaftaran, verifikasi dan penetapan parpol sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 55/PUU-XVIII/2020. Mahkamah memutuskan partai politik yang telah lolos verifikasi Pemilu 2019 dan memenuhi ketentuan Parliamentary Threshold hanya perlu diverifikasi secara administrasi. Sementara partai yang tak lolos ambang batas dan partai baru akan melewati verifikasi administrasi dan faktual.
Tak terima dengan putusan tersebut, empat partai yang tak lolos ambang batas parlemen pada Pemilu 2019 kembali mengajukan gugatan terhadap verifikasi parpol. Partai Bulan Bintang, Partai Berkarya, Partai Solidaritas Indonesia dan Partai Perindo meminta agar partai peserta Pemilu 2019 yang lolos dan tidak lolos ambang batas cukup diverifikasi administrasi. Verifikasi administratif dan faktual diberlakukan kepada partai baru yang belum pernah ikut pemilu.
Namun Hakim MK menolak gugatan yang dilayangkan pada September 2021 lalu tersebut. Mahkamah menilai substansi yang dipersoalkan pemohon sudah diputuskan lewat putusan Nomor 55/PUU-XVIII/2020. “Bedasarkan penilai hukum atas fakta permohonan para pemohonan tidak berasalan menurut hukum untuk seluruhnya. Amar putusan menolak permohonan para pemohon seluruhnya,” Kata Hakim MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan hari ini, Rabu, 24 November 2021.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Agustyati punya pandangan berbeda. Ia menilai putusan MK cenderung menguntungkan partai yang telah mendapat kursi di DPR RI. “Keputusan MK semacam memberi tiket kepada partai-partai di DPR. Padahal kondisi partai bisa saja berbeda dari lima tahun lalu ketika dinyatakan lolos verifikasi,” kata Khoirunnisa pada Selasa, 9 November 2021. Oleh sebab itu, ia mendorong agar KPU melakukan verifikasi administrasi dan faktual terhadap semua partai. “Verifikasi administrasi harus dicek kebenaranya secara faktual supaya tidak sekadar memenuhi syarat administrasi,” lanjutnya.
Senada dengan Khoirunnisa, pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Aisyah Putri Budiarti menilai sistem politik dan pemilu saat ini menguntungkan partai parlemen. Untuk menjamin ruang partisipasi partai baru di pemilu, menurutnya, syarat pendirian partai perlu dipermudah. Selain itu sudah saatnya Indonesia menerapkan sistem kompetisi berjenjang di mana partai baru terlebih dahulu berkompetisi di level lokal sebelum nasional. Sistem kompetisi ini yang akan memungkinkan partai baru memiliki jaringan kepengurusan di seluruh wilayah. “Skema pemilu kita perlu dievaluasi dari banyak aspek. Bukan hanya peluang kepesertaan parpol baru, persoalan peraturan pemilu Indonesia juga berlapis,” katanya ketika diwawancara pada Kamis, 11 November 2021.
Namun, Aisyah menganggap kontestasi Pemilu 2024 nanti masih terbuka bagi partai baru. Terlebih pelbagai hasil survei telah menunjukkan adanya kekecewaan publik terhadap partai di parlemen. Hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada Februari 2021 mengungkapkan rendahnya party indentification (party-ID) masyarakat Indonesia yang hanya 11,6 persen. Sementara survei Indikator Politik Indonesia tak lebih dari 9,8 persen. Hasil survei ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia tidak fanatik terhadap partai tertentu. “Saya tetap optimistis karena kehadiran partai baru penting memberikan kita ruang dan pilihan baru di politik. Tidak mungkin kita cuma berpangku tangan dengan parpol yang ada,” katanya.