Kasus korupsi banyak dilakukan oleh penyelenggara negara dengan menggunakan celah dalam hal Penyediaan Barang dan Jasa (PBJ), mulai dengan tender yang diatur hingga pembengkakan dana proyek. Data korupsi yang ada di Indonesia Corruption Watch (ICW) diambil dari data KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan − sayangnya Polri dan kejaksaan tidak pernah merilis data penanganan kasus korupsi di lembaganya. Dari semua data tersebut sekitar sepertiga dari kasus korupsi adalah kasus yang terkait dengan pengadaan barang dan jasa. Angka penyimpangan di PBJ ini sangat tinggi, data KPK saja dalam satu dekade terakhir 44% kasus korupsi adalah kasus PBJ.
Sejak 2008 ICW akhirnya memberi perhatian lebih ke sistem PBJ yang terbuka, terutama implementasi e-procurement (eproc). Eproc adalah pengadaan barang dan jasa secara elektronik. Sekarang eproc ini bisa kita akses secara online di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) masing-masing daerah. Lewat eproc ini penjelasan tentang proyek pemerintah dapat terpantau dengan mudah 4 Divisi kampanye Indonesia Corruption Watch (ICW) dibandingkan dengan sistem lama. Kita dengan mudah mengetahui siapa yang terlibat tender, nilai kontrak, dll.
ICW lalu bekerjasama dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan barang/jasa Pemerintah (LKPP) membuat portal khusus untuk mengumpulkan tender-tender yang tersebar di LPSE daerah, agar lebih mempermudah pengawasan terhadap proyek-proyek pemerintah tersebut. Portal yang dinamakan opentender.net ini juga disertai dengan angka atau skor yang menandakan kerentanan sebuah proyek. Website ini mulai diluncurkan pada 2013, data yang tersedia di sini ada sejak 2008, yaitu ketika eproc dilaksanakan di Indonesia.
Penghitungan skor yang dilakukan di opentender.net adalah penghitungan angka risiko dengan menggunakan metode Potential Fraud Analysis. Metode ini mulai dipakai dan dikembangkan tahun
2012. Dengan metode ini akan terlihat proyek dan atau daerah mana saja yang memiliki potensi yang tinggi pada sistem PBJ nya. Selain itu situs ini juga menampilkan data dari entitas kementerian dan lembaga.
Dalam metode penilaian di opentender.net digunakan beberapa indikator:
- Cost: value of contract (nilai kontrak).
- Saving: value of contract againts own estimation value. Nilai kontrak dibandingkan dengan Harga Perkiraan Sendiri untuk menilai efisiensi kontrak.
- Participation: number of tender participants and level of competition. Jumlah partisipan tender.
- Monopoly: number of contracts won by the winning company. Jumlah kontrak yang dimenangkan oleh satu pertisipan tertentu.
- Schedulling: time of construction project completion, khususnya untuk proyek konstruksi yang dilakukan di akhir tahun yang ICW anggap potensi penyelewengannya lebih tinggi.
Skor risiko dihitung berdasarkan indikator tersebut. Tiap indikator poin risiko maksimalnya adalah 4, hingga jika sebuah proyek memiliki risiko yang besar akan mendapat poin 20. Secara nasional di opentender.net, Papua merupakan provinsi yang memiliki skor risiko tertinggi. Ini menunjukkan potensi penyimpangan lebih tinggi, dan dari data potensi ini bisa ditindaklanjuti dengan investigasi. Tapi bila dipilih berdasarkan jumlah proyek maka provinsi yang tertinggi adalah Jawa Barat.
Jika data ini bisa diurut berdasarkan lembaga negara, data di opentender,net menunjukkan Kepolisian lebih berisiko. Sedangkan berdasarkan jumlah proyek yang terbanyak adalah Departemen Perhubungan. Dan banyak lagi variasi pemilahan data di opentender.net. Sekarang ada 627 LPSE se-indonesia, LKPP perlu waktu untuk mengumpulkannya dan memasukkan ke ICW yang kemudian menghitung skor dari semua data tersebut.
Contoh Kasus
Beberapa kasus yang ditelusuri dari eproc menunjukkan ada hubungan antara skor risiko dengan penyimpangan. Misalnya kasus pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) di DKI Jakarta. Pada data eproc tahun 2014 di opentender.net ada 52 proyek pengadaan UPS, Tujuh proyek masuk ke dalam Top-10 proyek berpotensi masalah dengan skor 19-20.
Kasus di provinsi lain yang cocok dengan analisa skor opentender.net adalah kasus pengadaan alat kesehatan di Provinsi Banten, di opentender.net Pengadaan alat kesehatan merupakan proyek-proyek yang paling banyak mengisi Top-10 dengan potensi risiko tinggi. Sedangkan di kementerian, yang berhasil terungkap adalah kasus pengadaan katering haji di kementerian agama, dan kasus e-KTP di kementerian dalam negeri. Beberapa kasus ini bisa menjadi contoh bagaimana mendeteksi kecurangan dalam PBJ dengan menganalisis data eproc.
ICW juga melakukan engagement dengan beberapa pihak salah satunya dengan Pemerintah DKI Jakarta. Kerjasama ini berupa penyiapan Unit Layanan Pengadaan (ULP) serta Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG). Selain itu ICW juga melibatkan CSO (Civil Society Organisation) atau mitra lokal di daerah sehingga fungsi pengawasan ini bisa lebih luas.