Mereka yang Berjibaku dengan APD Covid-19 Seadanya

 

Sudah lima hari, Timothy Alexander tak pulang menjumpai keluarganya di rumah. Dokter salah satu rumah sakit swasta di Kota Bogor, Jawa Barat ini harus tinggal di rumah sakit hingga April 2020 setelah didapuk sebagai satu dari tiga dokter dan lima perawat penanganan Covid-19.

“Kalau pasien dicurigai terinfeksi Covid-19, kita upayakan rujuk ke rumah sakit rujukan utama,” ungkapnya saat dihubungi Jaring pada Jumat, 27 Maret 2020.

Sejak Rabu, 25 Maret lalu, Timothy mengaku jarang sekali melepas alat pelindung diri (APD) ketika bekerja. Di samping mengenakan penutup kepala, visor atau plastik penutup wajah, sarung tangan, pelindung mata (goggles) hingga masker N95, ia melapisi tubuh dengan pakaian operasi sebelum mengenakan hazmat. Dalam situasi saat ini, Timothy tak punya banyak pilihan. Ia harus mengirit penggunaan APD dengan memakainya selama 8-12 jam. Padahal waktu maksimal penggunaan APD di rumah sakit hanya sekitar 6 jam.

“Saat ini kita harus stay di rumah sakit bersama teman-teman. Kita harus menjaga diri agar tidak tertular. Selain tertular, kita bisa membawa virus. Kita harus hati-hati,” kata dia.

Hal serupa dilakukan oleh dokter Amalia Salim. Sebagai dokter yang bersiaga di Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Cileungsi, Bogor, ia adalah orang pertama yang memeriksa kondisi pasien. Entah dengan keluhan Covid-19 atau penyakit lainnya. Hal tersebut membuatnya rentan tertular Covid-19.

Itu sebab sejak Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus positif pertama pada 2 Maret lalu, ia memaksa diri agar lebih disiplin. Membekali diri dengan satu pakaian bersih tambahan adalah hal minimal yang ia lakukan. Sementara baju dinas dan alat pelindung diri yang tidak membuat nyaman dikenakannya selama berada di rumah sakit. Hal itu, kata dia, sesuai dengan protokol penanganan Covid-19.

“Kalau selesai bertugas lepas pakaian, kemudian mandi di rumah sakit. Setelah itu baru boleh pulang,” ungkapnya kepada Jaring, Jumat, 27 Maret 2020.

Untuk jaga-jaga, ia pun membatasi interaksi dengan keluarganya di rumah. Dokter Amalia mewanti-wanti agar seluruh anggota keluarganya meminimalisir kontak langsung dengan dirinya. Bahkan ia memilih untuk tidur terpisah.

“Saya tidur di kamar atas, sedangkan keluarga di bawah. Selain itu, saya tidak berinteraksi dengan keluarga yang lain,” ujarnya.

Kehidupan tak biasa juga dirasakan Abdul Rakhmat. Perawat usia 45 di Rumah Sakit dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, Sulawesi Selatan tersebut sampai harus mengungsikan anaknya ke rumah orang tua. Meski berat melewati hari lepas hari tanpa anak, Abdul sadar dengan tingkat kerawanan dirinya tertular Covid-19. Terlebih jumlah APD yang tersedia sangat terbatas.

“Istri saya juga perawat. Kami mengisolasi diri dengan keluarga,” kata Rakhmat saat dihubungi Jaring.id, Jum’at, 27 Maret 2020.

Timothy, Amalia dan Abdul adalah sedikit dari petugas medis yang berjibaku menangani sebaran virus corona di pelbagai rumah sakit di tanah air. Peran mereka sangat vital sekaligus rentan dalam penanganan pasien Covid-19.

Hingga 28 Maret lalu, ada 10 dokter dari 50 dokter yang mengalami Covid-19 meninggal. Antara lain dr. Hadio Ali Khazatsin, dr. Djoko Judodjoko, dr. Laurentius P, Prof Dr. dr. Bambang Sutrisna, Prof. dr Iwan Dwiprahasto, dr. Andi Mirsaputra, dr. Ucok Martin, dr Bartholomeus Bayu Satrio Kukuh Wibowo dan dr. Exsenvency Lalopua. Sementara dalam catatan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), jumlah tenaga perawat yang masuk daftar ODP sampai saat ini sebanyak 262 orang, PDP 15 pasien, 4 pasien positif, serta 1 meninggal.

Ketersedian alat pelindung diri (APD) yang terbatas menjadi satu dari sekian banyak masalah dalam penanganan covid-19. Menurut Abdul Rakhmat, tiga hari setelah 250 paket APD distribusikan oleh Satgas Percepatan Penanganan Covid-19 jumlah APD di rumah sakitnya kian menipis. Menurutnya dalam sehari, penanganan pasien Covid-19 di RS Wahidin Sudirohusodo menghabiskan 300 unit APD.

“Kita sudah sampaikan ke pemerintah terkait dengan APD yang belum semua terpenuhi dengan baik. Baik sisi jumlah maupun sisi kelengkapan APD itu sendiri. Ini mencemaskan tenaga medis,” ujarnya.

Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo membuka donasi publik melalui kanal Instagram @rsuowahidin_official sejak Kamis 26 Maret lalu.

“Ayo bersama kita bantu pahlawan kesehatan sebagai garda terdepan dalam penaganan Covid-19, khususnya Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo untuk penyedia Alat Pelindung Diri (APD). Sebagai informasi, bagi dermawan yang ingin berdonasi selain APD, silahkan konfirmasi terlebih dahulu. Kami tidak menerima donasi dalam bentuk uang,” ujarnya.

Selain mencemaskan ketersedian APD, Ketua Dewan Pewakilan Wilayah Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Sulawesi Selatan ini juga menghawatirkan terbatasnya tempat tinggal bagi tenaga medis di tengah pandemi. Menurutnya, saat ini tidak sedikit perawat yang memilih untuk tinggal di rumah sakit lantaran tidak ingin menjadi biang penularan Covid-19.

“Data sementara (di Makassar) ada 19 orang tidak mau kembali ke kosnya,” kata Rahmat.

Sementara itu di Jakarta, Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Harif Fadhilah membenarkan adanya pengusiran perawat dari kamar sewa yang terletak di sekitar Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta Timur. Namun, menurutnya, para perawat tersebut sudah mendapat fasilitas penginapan dari rumah sakit.

“Dua hari yang lalu sudah ditempatkan oleh pimpinan rumah sakit dan dikasih fasilitas antar jemput. Sempat tiga hari tidur di rumah sakit,” kata Harif Fadhila kepada jaring.id, Jum’at 27 Maret 2020.

Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Daeng M. Faqih menyesalkan tindak pengusiran perawat oleh pemilik kamar sewa. Menurutnya, tindakan tersebut justru merugikan penanganan Covid-19 di Indonesia. Tenaga medis yang saat ini menjadi garda terdepan menghadapi pandemik virus corona harusnya tidak mendapat beban ganda, baik gangguan psikis maupun mental.

Oleh sebab itu, IDI meminta agar pemerintah menjamin perlindungan terhadap tenaga medis. Hal ini tidak hanya berarti bagi petugas medis, namun juga dapat mengikis rasa waswas dari tengah masyarakat.
“Kalau diyakinkan petugas medis menggunakan yang betul dan tersandardisasi, maka mungkin masyarakat tidak akan khawatir,” katanya.

Menurut Ketua PPNI Harif Fadhila, jumlah tenaga medis yang terinfeksi virus corona bisa bertambah bila tidak ada fasilitas penunjang, mulai dari ketersedian APD dan penginapan. Saat ini, menurutnya, baru tiga pemerintah daerah, yakni DKI Jakarta, Banten dan Makassar yang berinisiatif membuka kamar hotel, serta kantor pemerintah untuk dijadikan tempat tidur bagi tenaga medis.

“Hal ini bagus untuk efektivitas kerja dan memutus rantai penularan,” kata Harif.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menjamin perlindungan tenaga medis yang menangani Covid-19, serta menjanjikan pelbagai insentif.

“Saya ingin perlindungan maksimal bagi para dokter, tenaga medis dan jajaran di rumah sakit yang melayani pasien terinfeksi COVID-19,” kata Jokowi dalam video yang disiarkan langsung akun YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (19/3/2020).

Sementara di tempat terpisah, Ketua Gugus Tugas Covid-19 asal IDI, Prof dr. Zubairi Djoerban menjelaskan bahwa pemerintah saat ini tengah mengusahakan penambahan APD ke masing-masing daerah. Kata dia, ketersediaan APD sangat penting guna menanganai pasien Covid-19 yang semakin hari semakin membludak. Sampai 29 Maret, tercatat 1285 orang dinyatakan positif Covid-19, 1107 dalam perawatan, 64 sembuh dan 114 meninggal dunia.

“Pemerintah katanya sudah menyiapkan kembali. Ini memang harus ditambah terus menerus,” kata Prof dr Zubairi Djoerban saat dihubungi Jaring.id, Sabtu, 28 Maret 2020.

Sedangkan insentif bagi petugas medis akan diambil dari pembagian beban termasuk dari dana alokasi khusus (DAK) kesehatan dan DAK yang berada di pos Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD). Jumlahnya berkisar Rp 3,1 – 6,1 triliun.

Pemerintah melalui Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Wishnutama juga menyalurkan tempat tinggal sementara bagi tenaga medis yang bertugas di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD), RSPI Sulianti Saroso dan RSUP Persahabatan. Penginapan tersebut mampu menampung 1100 orang tenaga medis dan Tim Gugus Cepat Penanganan Covid-19.

“Dengan skema berbagai macam tipe kamar, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif membiayai cost pelaksanaan dengan harga di bawah harga pasar,” kata Wishnutama dari kantor Tim Gugus Cepat Penanganan Covid-19, Sabtu, 28 Maret lalu.

Menurut Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dr. Daeng M. Faqih, tanpa adanya dukungan dari pemerintah berupa alat perlindungan diri (APD) yang memadai, kinerja tenaga medis tidak akan maksimal.

“Ini sangat kompleks masalahnya. Bukan hanya petugas kesehatan yang jatuh sakit. Bukan hanya itu. Risikonya kalau tertular petugas kesehatan sudah tidak boleh melayani karena sudah menjadi pasien ODP maupun PDP,” ujar dokter Daeng.

Dalam penanganan Covid-19 di Indonesia, Gugus Tugas Covid-19 sebelumnya menyatakan bahwa membutuhkan sekitar 1.500 dokter, terutama dokter spesialis paru, dokter spesialis anastesi dan juga dokter umum pranata lab, sekitar 2.500 perawat dan bagian administrasi rumah sakit sampai ke sopir ambulans dalam penanganan wabah corona.

Sementara dalam buku profil kesehatan yang dibuat Kementerian Kesehatan 2018, jumlah sumber daya kesehatan di Indonesia mencapai 1.182.808 orang. Dari jumlah itu tercatat ada 886.488 orang tenaga kesehatan dan 296.320 orang tenaga penunjang kesehatan. Sedangkan total tenaga medis sebanyak 96.628 orang. Terdiri dari 56.084 dokter umum dan 37.544 dokter spesialis.

Melawan Kusta dari Jongaya

Gapura bercat merah putih dengan ornamen kemerdekaan menjadi penanda awal keberadaan Kompleks Jongaya di Kecamatan Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Permukiman ini dikenal sejak puluhan

Berlangganan Kabar Terbaru dari Kami

GRATIS, cukup daftarkan emailmu disini.