Mengejar Kebal, Data Tak Andal

Dua minggu setelah pendaftaran vaksinasi Covid-19 dibuka, dr. Iflan Nauval kesulitan melakukan daftar ulang melalui situs pedulilindungi.id. Nomor kependudukan dan riwayat kesehatan yang ia konfirmasi gagal terkirim, sehingga namanya tak muncul sebagai salah satu penerima vaksin Sinovac. Padahal Direktur Rumah Sakit Prince Nayef Bin Abdul Aziz Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Banda Aceh ini sudah menerima pesan singkat (SMS) dari PEDULICOVID.  “Mau submit gagal terus. Jadi malas isi,” kata Iflan kepada Jaring.id melalui telepon, Kamis, 28 Januari 2021.

Sulitnya melakukan verifikasi secara daring tidak hanya dialami Iflan. Puluhan dokter dan perawat yang bertugas merawat pasien Covid-19 di RS Unsyiah mengalami kendala serupa. Sinyal internet disinyalir menjadi kendala utama untuk memverifikasi data penerima vaksin Covid-19. “Meski simple tapi aplikasinya enggak familiar,” ujarnya.

Enggan berpangku tangan, Iflan berinisiatif melakukan pendataan manual terhadap tenaga kesehatan yang tidak dapat melakukan verifikasi daring. Ia mendata sekitar 90 orang yang belum terkonfirmasi sebagai penerima vaksin Covid-19. “Sudah dikirim ke Dinas Kesehatan untuk verifikasi ulang,” kata dia.

Hingga akhir Januari lalu, sedikitnya baru 231 tenaga kesehatan di Kabupaten Aceh Besar dan Banda Aceh yang telah divaksin Sinovac tahap pertama. Sementara itu, 213 tenaga kesehatan lainnya ditunda lantaran memiliki riwayat komorbid. Dokter Iflan sendiri baru disuntik pada Senin, 1 Februari 2021 lalu.

Sekitar 4600 kilometer lebih dari Aceh, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Asmat, Papua, Riechard Mirino menyatakan bahwa 18 hari sejak Presiden Joko Widodo melakukan vaksinasi pertama, belum ada satu pun petugas medis di Asmat yang mendapatkan vaksin. Padahal sudah sekitar 300 tenaga medis dan 500 nonmedis yang bertugas di Dinas Kesehatan Asmat mendaftar. “Pemerintah akan melakukan pengecekan sinyal, kalau bagus maka dilakukan online. Jika tidak bagus maka tim akan datang ke kabupaten,” kata Riechard kepada Jaring.id melalui telepon, Kamis, 28 Januari 2021.

Riechard berharap vaksinasi Covid-19 di Kabupaten Asmat segera berlangsung di daerahnya. Mantan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Agats ini dibayangi dampak wabah campak yang sempat melanda daerah itu pada 2017 lalu. Saat itu sedikitnya ada 71 anak meninggal dan ratusan lainnya mengalami gizi buruk. Apabila pagebluk Covid-19 meluas di Asmat, ia tidak yakin fasilitas kesehatan di sana mampu menangani kasus. Terlebih warga Asmat saat ini masih mengandalkan perahu dan pesawat untuk mencapai rumah sakit rujukan di Merauke. “Vaksin penting dan harus, apalagi kami di wilayah Timur,” ujar Riechard.

Sejak akhir Desember 2020 lalu, Kementerian Kesehatan membuka pendaftaran vaksinasi Covid-19 melalui situs pedulindungi.id. Mereka yang sudah mendapat pesan singkat (SMS) diminta untuk verifikasi identitas, mulai dari nomor induk kependudukan (NIK) hingga riwat komorbiditas melalui situs tersebut. Namun mekanisme pendaftaran daring ini bermasalah, sehingga Kemenkes mengubah mekanisme pendaftaran ulang melalui pesan WhatsApp yang nomornya terdapat di link bit.ly/vaksinasicovidRI. Penerima vaksin cukup menyiapkan Kartu Indentitas Penduduk (KTP) untuk masuk daftar tunggu.

Hingga akhir Januari tercatat sudah 1.501.491 dari 1.531.072 tenaga kesehatan yang sudah melakukan registrasi ulang. Namun, baru 539. 532 orang yang divaksinasi tahap I dan 35. 406 orang pada tahap II. Adapun 30-40 ribu lainnya masuk daftar tunda. “Tertunda karena memiliki penyakit komorbid dan menjadi penyintas Covid-19,” kata Juru Bicara Program Vaksinasi Covid-19 Kemenkes, Siti Nadia Tirmidzi kepada Jaring.id melalui telepon, Jum’at, 29 Januari 2021.

Program vaksinasi untuk tenaga kesehatan dan pelayan publik ditargetkan rampung hingga April 2021. Selepasnya, pemerintah akan menyasar masyarakat umum mulai Maret 2021-April 2022. Hanya saja, hingga saat ini pemerintah masih berjibaku memvalidasi data penerima vaksin. Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin sampai harus menyoroti basis data yang digunakan jajarannya. Menurut Budi, basis data yang digunakan Kemenkes sampai saat ini belum menjangkau seluruh penduduk. Karena itu, menteri yang baru menjabat kurang dari 2 bulan ini memerintahkan agar program vaksinasi nasional memanfaatkan data pemilih dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).

“Saya sudah kapok. Saya tidak mau lagi memakai data Kemenkes,” ujar Budi dikutip pada acara Vaksin dan Kita yang diselenggarakan Komite Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Daerah Jawa Barat melalui kanal YouTube PRMN SuCi pada Jum’at, 22 Januari 2021.

Jubir Kemenkes, Siti Nadia Tarmidzi menjelaskan bahwa data KPU bisa digunakan dalam program vaksinasi nasional. Pasalnya, data pemilih tersebut cukup spesifik memberikan informasi perihal data penduduk usia 18-59 tahun. Usia tersebut merupakan syarat bagi penerima vaksin Sinovac asal Cina. Selain data KPU, Kemenkes juga telah melakukan koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri dan Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) Kesehatan. “Kita akan lakukan integrasi data,” kata Siti Nadia.

Siti menambahkan, Kemenkes juga tengah merumuskan pelbagai syarat dari vaksinasi nasional. Antara lain mengenai syarat bagi warga bukan domisili untuk mendapatkan vaksin. Aturan tersebut ditargetkan rampung pada April mendatang seiring dengan dibukanya program vaksinasi bagi masyarakat umum. “Salah satunya bagi warga yang bekerja di luar domisili daerah asli akan diupayakan mendapat vaksinasi di lokasi fasilitas pelayanan kesehatan terdekat,” ujarnya.

Plt Ketua KPU, Ilham Saputra menjamin validitas data yang dipunya lembaganya. Hanya saja, data pemilih yang digunakan pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) akhir tahun lalu belum mencakup seluruh daerah. Pilkada 2020 hanya digelar di 270 daerah, sementara total daerah di Indonesia sebanyak 548 daerah. Terdiri dari 34 provinsi, 416 kabupaten dan 98 kota. Ilham menyebut, saat ini KPU tengah mengonsolidasi data kabupaten/kota dan provinsi.

“Tentu saja data pemilih yang akan kita bagi ke Kemenkes harus data yang valid dan dapat digunakann dalam program vaksinasi. Kalau ada belum ada yang daftar KPU daerah akan segera mendaftar,” kata Ilham Saputra saat memberikan keterangan pers dalam rapat kerja DPB 2020 dan penyiapan data pemilih dalam rangka mendukung program vaksinasi Covid-19 yang disiarkan melalui aplikasi zoom, Jum’at, 29 Januari 2021.

Sementara itu, Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian menjelaskan bahwa data kependudukan yang dipegang Kemenkes berasal dari Direktorat Jenderal Penduduk dan Pencatatan Sipil. Data mentah tersebut yang kemudian divalidasi oleh KPU melalui verifikasi faktual dan coklit (pencocokan dan penelitian) sebelum pemilihan Desember lalu. Selain data Pilkada 2020, Mantan Kepala Kepolisian Indonesia ini juga menyarankan agar Kemenkes menggunakan data pemilu serentak 2019. “Bisa di-cross checking data Dukcapil dari provinsi, kabupaten/kota dengan data Pemilu 2019,” sarannya.

Untuk memaksimalkan pendataan, Tito menginstruksikan agar pemerintah daerah turut melakukan validasi data. Hal itu diperlukan agar vaksin yang didistribusikan tepat sasaran. “Menkes sudah membuat skala prioritas, daerah pun tidak ada salah membuat skala prioritas by name by address,” kata Tito pada saat rapat monitoring dan evaluasi pelaksanaan vaksinasi Covid-19, Senin, 25 Januari 2021.

Tiadanya basis data yang valid dalam program vaksinasi nasional disoroti epidemiolog Universitas Airlangga Surabaya, Laura Navika Yamani. Dokter jebolan Kobe University Jepang ini sangsi data yang berasal dari tiga lembaga berbeda efektif dijadikan dasar vaksinasi. Karena itu ia menyarankan agar data tersebut cukup dijadikan acuan awal untuk melakukan pendataan manual berbasis keluarga maupun daerah tempat tinggal baru. “Data BPJS bisa dipakai, tapi tidak semua mayarakat punya BPJS. Kalau hanya sebagai acuan kemudian dilakukan verifikasi akan menjadi lebih baik,” kata Laura saat dihubungi Jaring.id, Jum’at, 29 Januari 2021.

Dalam proses pendataan, Laura pun mewanti-wanti agar sengkarut pendataan kasus Covid-19 antara pusat dan daerah tidak terulang. Tertib data, menurutnya, merupakan obat mujarab mengontrol pertumbuhan kasus. “Jangan mengulangi datanya Covid-19. Database itu penting,” ujarnya.

Tanpa data yang valid, tambah Laura, tujuan pemerintah untuk membangun kekebalan kelompok tidak akan tercapai. Terlebih bila tidak dibarengi dengan perluasan 3T (tracing, testing, treatment) dan pengetatan protokol kesehatan, mengurangi kerumunan serta memperkuat pembatasan mobilitas orang. “Sembari vaksinasi harusnya perketat mobilisasi masyarakat. Kalau berani pemerintah lakukan pembatasan dengan ketat. Manfaatkan waktu satu tahun ke depan,” pungkasnya.

Hingga Kamis, 4 Februari 2021, kasus Covid-19 di Indonesia sudah menjangkiti lebih dari 1,1 juta orang. Dari jumlah itu, sebanyak 906 ribu orang dinyatakan sembuh dan 30.770 orang meninggal.

CITES Berburu Data Perdagangan Hiu Indonesia

Surat review of significant trade (RST) dari Sekretariat CITES—lembaga yang mengurusi konvensi perdagangan internasional spesies satwa dan tumbuhan liar terancam punah, dilayangkan ke Kementerian Lingkungan

Berlangganan Kabar Terbaru dari Kami

GRATIS, cukup daftarkan emailmu disini.