Pengantar Redaksi: Selama 2 bulan, tim JARING menelusuri kasus lubang bekas tambang batu bara di kawasan Samarinda, Kalimantan Timur. Tumpang tindih aturan soal perizinan dan alih fungsi lahan membuat reklamasi hanya menjadi janji yang sulit ditepati. Hasil penelusuran tersebut turun dalam tujuh artikel di website JARING.id. Laporan JARING tentang topik yang sama, dalam versi lain, sudah dimuat dalam Majalah Gatra edisi 1-7 September 2016.
Muhammad Adam, Ketua Panitia Khusus Reklamasi dan Investigasi Korban Lubang Bekas Tambang di Kalimantan Timur, meraih telepon genggam yang tergeletak di sisi kanan meja kerjanya. Suara seorang pejabat Dinas Pertambangan dan Energi Kalimantan Timur terdengar di ujung telepon disambutnya dengan pertanyaan,”Berapa sih jumlah void seluruh Kaltim?”
Adam segera mengakhiri panggilan begitu lawan bicaranya tidak bisa memberikan jawaban memuaskan. “Alasannya karena status lubang belum jelas, temporer atau permanen,” ujarnya mengulangi jawaban pejabat Distamben Kaltim.
Tak puas, Adam berusaha mencari informasi dari pejabat Distamben Kaltim lainnya. Kali ini Gunung Djoko, Kepala Bidang Pertambangan Umum Distamben Kaltim yang dihubungi. Pembicaraan berlangsung tak sampai dua menit.
“Bagaimana ini dinas tekhnis saja tidak punya data (yang lengkap),” keluhnya sembari mencoba menghubungi salah seorang staf ahli Pansus untuk mengajukan pertanyaan yang sama.
Pansus Reklamasi dibentuk karena desakan banyak pihak agar legislator tidak tinggal diam dalam menghadapi persoalan meninggalnya anak di lubang bekas tambang di Kaltim. Dalam perkembangannya, Adam menjelaskan, tim yang beranggotakan 12 orang tersebut masuk ke persoalan reklamasi lubang bekas tambang.
“Jika persoalan reklamasi tidak ditangani dengan baik dan benar sesuai dengan aturan, imbasnya adalah jatuhnya korban,” terangnya.
***
“Kami sudah menginventarisasi penanganan lubang tambang.Ini laporan sementara, Pak,” tukas Kasi Teknis dan Pembinaan Pertambangan Distamben Kaltim Azwar Busra sembari memegang laporan setebal 50 halaman di penghujung rapat dengar pendapat yang dihelat Pansus Reklamasi, Senin 1 Agustus 2016 lalu.
Di bagian sampul muka laporan tertulis Daftar Perusahaan yang Melaporkan Penanganan Lubang Bekas Tambang. Sebanyak 12 kolom teratas bertuliskan no, nama perusahaan, pit aktif/tidak aktif, koordinat, luas (Ha), penanganan, tanda peringatan (buah), pemagaran (m), jadwal patrol (per hari), penguat tanggul, fasilitas, dan keterangan.
Namun tidak semua perusahaan yang melapor mengisi kolom tersebut dengan benar. Hanya kolom nama perusahaan dan pit aktif/tidak aktif yang terisi penuh hingga akhir laporan. Pun hanya 50 perusahaan pertambangan di Kalimantan Timur yang terdapat dalam laporan tersebut.
Sebagai informasi, 50 perusahaan yang telah melaporkan kondisi lubang bekas tambang di wilayah konsesinya kepada Distamben Kaltim per 1 Agustus 2016 merupakan bagian dari 121 perusahaan penandatangan Pakta Integritas di Balikpapan pada 20 Juni 2016 lalu. Di hadapan Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral M. Hendrasto, mereka berkomitmen mengawasi seluruh lubang tambang yang ada di konsesinya, serta memastikan lubang yang ditinggalkan sesuai dengan Studi Kelayakan dan Dokumen Lingkungan yang sudah diajukan dan disetujui.
Azwar berjanji akan terus memperbaharui data tersebut sembari memberikan surat peringatan kepada perusahaan penandatangan pakta yang belum melaporkan data terkini mengenai lubang tambang di daerah konsesinya.
Persoalan serupa dihadapi Badan Lingkungan Hidup (BLH) Samarinda.“Di triwulan pertama tahun ini baru 13 perusahaan pertambangan yang sudah lapor,” kata Sekretaris BLH Samarinda Agus Tri Susanto, Selasa 9 Agustus 2016 lalu.
Berdasarkan laporan tersebut setidaknya terdapat 72 lubang di wilayah konsesi pertambangan batubara, 20 diantaranya berstatus aktif. Sementara itu, lubang yang statusnya tidak aktif berjumlah 47 lubang, 8 diantaranya sedang dilakukan proses penimbunan.