Sejumlah orang berpakaian hitam merangkul bahu Jefry Wenda sembari bergegas menggiringnya menuju mobil. Ketika itu, Selasa siang, 10 Mei 2022. Juru Bicara Petisi Rakyat Papua (PRP) ini ditangkap dari sebuah rumah di Perumnas IV, Kota Jayapura, Papua bersama 6 orang lain. Penangkapan dilakukan setelah Jefry melancarkan aksi demonstrasi menolak pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) alias pemekaran wilayah dan mendesak pencabutan Otonomi Khusus (Otsus) di Bumi Cendrawasih. Mereka baru bebas pada 11 Mei malam atau sehari setelah penangkapan.

“Bagi masa aksi, terlepas dari saya, mereka itu sudah sering mendapat represifitas, pemukulan dan lain sebagainya. Kalau saya secara pribadi paling diteror,” jelas Jefry saat dihubungi Jaring.id, Senin, 31 Oktober 2022.

Penangkapan kali itu bukan yang pertama bagi Jefry. Sebelumnya, ia sempat diciduk aparat polisi sebanyak dua kali lantaran memobilisasi gerakan massa, baik di Papua maupun di luar Papua. Pada penangkapan terakhir, Jefry dituding melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik lantaran mengunggah sebuah percakapan dengan salah seorang polisi di Polresta Jayapura.

“Jelang demo, sa menyerahkan surat pemberitahuan ke Polresta Kota Jayapura. Malamnya saya ditelepon Intelkam Polresta Jayapura. Percakapan itu kemudian saya unggah ke Facebook. Setelah itu saya ditangkap dengan UU ITE pencemaran nama baik,” ungkapnya.

Demonstrasi yang dilakukan Jefry merupakan rentetan penolakan terhadap keputusan pemerintah memekarkan tiga provinsi baru di Papua, yakni Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan Tengah. Tak hanya di Jayapura, aksi unjuk rasa pun digelar di Wamena, Paniai, Yahukimo, Timika, Lanny Jaya dan Nabire.

Sekitar 700 ribu lebih orang dan seratusan organisasi yang tergabung dalam PRP menolak pengesahan RUU tersebut. Mereka menilai Otsus bukan jawaban untuk menyelesaikan permasalahan di tanah Papua. Jefry mengatakan kebijakan tersebut sama sekali tidak mengakomodasi kepentingan orang Papua. “Kami menyadari negara memang telah melakukan suatu bentuk kolonialisme. Sejak tahun 60-an dan otsus ini, merupakan satu produk hukum yang di mana berusaha mengikat rakyat Papua untuk sekadar menjadi bagian dari NKRI,” ia mengatakan.

Sebelumnya pada 15 Oktober lalu, Presiden Joko Widodo mengesahkan Peraturan Pemerintah No 106/2021. Produk hukum turunan ini berlandaskan UU No 2/2021 tentang Otsus Papua. Salah satu isu yang terdapat dalam peraturan ini ialah terbukanya kesempatan bagi orang asli Papua (OAP) untuk duduk sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota (DPRK).

Penjelasan mengenai orang asli Papua dimuat dalam Pasal 1 poin 24. “Orang Asli Papua yang selanjutnya disingkat OAP adalah orang yang berasal dari rumpun ras Melanesia yang terdiri atas suku-suku asli di Provinsi Papua dan/atau orang yang diterima dan diakui sebagai OAP oleh Masyarakat Adat Papua.”

Pembentukan tiga provinsi baru ini dinilai telah mengabaikan aturan yang tertuang dalam Pasal 77 UU Otsus Papua. Di sana dinyatakan pemekaran wilayah wajib memperoleh pertimbangan dan persetujuan Majelis Rakyat Papua (MRP). Tingkat kepadatan penduduk juga dianggap tidak memenuhi syarat pemekaran.

Sekretaris Jenderal Dewan Adat Papua (DAP), Leonard Imbiri menyarankan agar pemerintah meninjau ulang rencana pemekaran daerah di Papua. Menurutnya, pemekaran kabupaten yang selama ini dilakukan juga belum berdampak signifikan terhadap orang asli Papua.

Hasil pemilu legislatif DPRD Kabupaten/Kota Papua dan Papua Barat pada 2019 lalu, kata dia, merupakan bukti bagaimana warganya tidak hanya tersisih dari segi ekonomi, tapi juga politik. Persentase OAP yang bisa menduduki parlemen tidak banyak. “Saya melihat bahwa (pemilu tahun lalu) orientasinya lebih banyak memihak pada kepentingan individu, partai dan kekuasaan,” kata Leonard, Senin, 3 Oktober 2022.

Ia tak heran masih banyak pelanggaran hak asasi manusia (HAM), ketidakadilan pembangunan, dan pemenuhan hak hidup dasar lain yang belum terpenuhi di Papua. “Karena mereka yang terpilih adalah yang duduk sebagai anggota legislatif, mereka juga akan turut membuat kebijakan pembangunan, maka pemilu yang mengutamakan kepentingan individu cenderung akan mendatangkan kekacauan,” tuturnya.

Berdasarkan data Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) Kemendagri, keterwakilan OAP di kursi parlemen masih sedikit. Meski di Kota Jayapura, persentase OAP yang menduduki kursi parlemen terbilang tinggi yakni mencapai 56%, namun daerah lain seperti Keerom dan Kota Sorong persentasenya hanya 20%.  Jika di rata-rata setidaknya hanya ada 38 persen OAP yang menduduki kursi legislatif di Papua dan 36 persen di Papua Barat. Oleh sebab itu, aspirasi dan kebutuhan masyarakat adat Papua masih belum bisa terakomodir dengan baik.

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP), Yunus Wonda dalam rilis resmi humas DPRP tentang Pemilu 2019 sempat menyatakan kekhawatirannya tentang jumlah keterwakilan OAP di DPRD kabupaten/kota. “Saya prediksi dengan kondisi ini, keterwakilan OAP pada periode berikut sudah tidak ada lagi. Anggota DPRD sudah tidak dihuni orang asli Papua,” terangnya pada 6 November tiga tahun lalu. “Bagaimanapun identitas orang asli Papua tetap ada di tanahnya sendiri,” ia meneruskan.

 

Dapil Bertambah

Jumlah kursi DPR dan daerah pemilihan pada Pemilu 2024 bakal bertambah seiring dengan terbentuknya tiga daerah otonom baru.  Mengacu pada UU Pemilu, jumlah kursi anggota DPR ditetapkan sebanyak 575 kursi. Ratusan kursi itu diperebutkan oleh 80 dapil di mana tiap dapil bisa terdiri dari tiga atau paling banyak 10 kursi. Komisi Pemilihan Umum (KPU) setidaknya punya waktu hingga awal Februari 2023 untuk menentukan jumlah kursi dan dapil. Hal ini sesuai Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Pemilu 2024. Artinya masih ada waktu sekitar 3 bulan sebelum tahapan berjalan.

Heroik Mutaqin Pratama, Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengatakan pemekaran wilayah di timur Indonesia harus dibarengi dengan pembuatan kerangka hukum terkait penambahan dapil dan kursi dari DOB. Pembuatan aturan ini mesti berkiblat pada prinsip pembentukan dapil. Antara lain, dapil perlu memperhatikan kesatuan wilayah, kesetaraan populasi, mempertimbangkan kepentingan komunitas, dan memperhatikan kesamaan kondisi sosial masyarakat dalam satu dapil.

“Prinsip ini seharusnya bisa jadi kiblat dalam pembentukan dapil. Di Indonesia sendiri sebenarnya kerja-kerja KPU sudah diatur oleh Undang-Undang Nomor 18 tahun 2018. Dalam undang-undang sendiri ada tujuh prinsip,” kata Heroik, Senin, 22 Agustus 2022

Sementara itu, Pasal 185 UU Pemilu menyatakan penyusunan daerah pemilihan anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota memperhatikan prinsip kesetaraan nilai suara, ketaatan pada sistem pemilu proporsional, proporsionalitas, integralitas wilayah, berada pada cakupan wilayah yang sama, dan kohesivitas.

Heroik mewanti-wanti penyelenggara pemilu untuk lebih memerhatikan prinsip pembentukan dapil. Ia tidak ingin masalah pemilu sebelumnya kembali terjadi pada 2024. Salah satu masalah, kata dia, ialah dapil lompat. “Dapil lompat bisa berpengaruh pada banyak hal, salah satunya formulasi kebijakan,” ujarnya.

“Contohnya pada Kota Bogor dan Cianjur, jika dapil Cianjur ini lompat, maka bagaimana suara masyarakat yang ada di Cianjur terwakilkan oleh yang ada di Bogor? ini tentu akan sangat berdampak pada tiap pengambilan keputusan dalam kebijakan,” lanjutnya.

Menurutnya, dapil lompat melanggar prinsip integralitas wilayah. Hal ini mengakibatkan masyarakat tidak memiliki wakil. Penentuan kebijakan pun akhirnya tidak berdasarkan kebutuhan masyarakat tersebut. Masyarakat yang mengalami dapil lompat, kata dia, kerap terabaikan karena banyak calon legislatif hanya melakukan kunjungan atau dengar pendapat ke daerah yang berpotensi menang lebih besar. Persoalan ini dipercaya akan berdampak buruk jika terus diabaikan.

Sindikasi untuk Pemilu dan Demokrasi (SPD) menilai metode penentuan dapil yang digunakan KPU saat ini tidak konsisten dan tidak terukur. Berdasarkan catatan SPD pada pemilu 2014 hingga 2019 setidaknya ada 45 dapil loncat yang tersebar di seluruh Indonesia. Pada 2014 sedikitnya 16 daerah yang mengalami dapil lompat. Angka ini justru bertambah di pemilu tahun 2019, yakni sebanyak 29 daerah.

Betty Epsilon Idroos, Komisioner KPU RI menyatakan dapil pemilu sudah memenuhi sejumlah prinsip penentuan dapil. “Tentu kami mengikuti peraturan dalam undang-undang,” ujar Betty saat ditemui di ruang kerjanya pada Selasa, 13 September 2022.

Adapun Fransiskus Letsoin, Ketua Divisi Teknis KPU Provinsi Papua menerangkan bahwa jumlah penduduk sangat menentukan dapil. “Salah satunya berdasarkan jumlah penduduk yang dikeluarkan Kementerian Dalam Negeri,” jelas Frans, Jumat, 23 September 2022.

“Pembagian jumlah penduduk dengan kursi tiap kecamatan tidak boleh kurang dari tiga dan tidak boleh lebih dari dua belas,” ia melanjutkan.

Dalam penentuan ini, menurutnya, KPU berpedoman pada tujuh prinsip penataan dapil. “Agar mendapatkan keterwakilan seiringnya dengan tujuh prinsip yang dipegang KPU ada namanya prinsip kohesivitas, ini berkaitan dengan keterwakilan kelompok minoritas,” ungkap Fransiskus.

Dalam pemilihan sedikitnya ada dua pilihan pendekatan dalam menentukan jumlah kursi. Pertama menggunakan pendekatan berbasis jumlah kursi minimal dalam satu dapil, sehingga pemecahan kursi Dapil Papua yang sebelumnya berjumlah 10 kursi menjadi 12 kursi yang terbagi dalam empat dapil.

Sementara pendekatan kedua berbasis proporsionalitas yang disesuaikan berdasarkan jumlah penduduk. Jika mengacu pendekatan ini, maka kemungkinan ada dapil yang jumlah kursinya lebih dari tiga karena menyesuaikan dengan keterwakilan penduduk.

Meski begitu, ia juga menyadari keterwakilan masyarakat adat pada tiap pemilu di Papua masih minim. “KPU selalu mendorong bagi masyarakat adat untuk berpartisipasi dalam pemilu, tapi ini juga jadi pekerjaan rumah bagi partai politik, bagaimana mereka menentukan caleg-calegnya,” tutur Fransiskus.

Partai Nasdem, sebagai partai yang memiliki persentase perolehan suara paling tinggi di Papua pada 2019 menegaskan bahwa partainya sangat hati-hati memilih caleg. Dalam hal, menurut Ketua Media dan Komunikasi Publik Partai Nasdem, Charles Meikyansah, seluruh caleg mendapatkan kesempatan yang sama. “Kita di Nasdem itu egaliter. Semua sama, makanya kita juga menggunakan sebutan kak, karena posisi kita sama. Soal caleg pun kita terus dorong siapa pun untuk turut serta,” terang Charles, Kamis, 13 Oktober 2022.

Setali tiga uang, Mabruri Kepala Humas DPP Partai Keadilan Sosial (PKS) menyatakan partainya tidak memiliki kriteria khusus dalam penentuan caleg. “Kita tidak memandang asal suku. Yang jelas kalau berkinerja baik, dan mereka sendiri mau, tidak ada paksaan. Tentu PKS akan sangat mendukung,” tutur Mabruri 13 Oktober 2022.

Khoirunnisa Nur Agustyati, Direktur Eksekutif Perludem menyarankan penggunaan teknologi informasi dalam penentuan dapil pemilu mendatang. “Selama ini pembentukan dapil dianggap sangat teknis urusan KPU saja, padahal ini penghubung antara kita dengan wakil-wakil kita,” terang Khoirunnisa setelah acara peluncuran ERA di Jakarta.

Pada akhir Juli lalu, Perludem bersama Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA) meluncurkan aplikasi Electoral Redistricting App (ERA). “Dari aplikasi ini diharapkan publik secara umum bisa mengetahui apa itu daerah pemilihan, dan bagaimana kinerjanya,” kata Ninis, begitu ia akrab dipanggil.

“Sosialisasi sudah sempat kami lakukan, respon mereka (KPU dan Bawaslu) baik secara umum, tapi karena ini tools global jadi aplikasi berbahasa inggris dan penentuan dapil kebanyakan dilakukan oleh KPUD maka mereka sempat bertanya apakah ini (ERA) bisa digunakan dalam Bahasa Indonesia,” tuturnya 1 November 2022. “Tapi sepertinya KPU ingin mengembangkan aplikasinya (Sidapil) sendiri,” ujarnya saat disinggung terkait kerjasama dengan KPU.

Meski belum digunakan di Indonesia, tapi ERA memungkinkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam penghitungan maupun penentuan dapil. Aplikasi ERA dapat mendorong proses pembentukan daerah pemilihan yang jauh lebih transparan, accessible, dan partisipatif. Kata Ninis, salah satu keunggulan dari aplikasi ERA ialah fitur parliamentary seat yang dapat membantu besaran alokasi kursi.

Penataan dapil sangat krusial sebab jika tidak ini akan berdampak pada pemenangan partai politik di daerah tertentu, utamanya pada daerah pemekaran, begitu imbuh Ninis saat ditanya terkait seberapa penting dapil ditata ulang. “Perludem sedang melakukan uji materi terkait ke Mahkamah Konstitusi terkait penentuan daerah pilih. Salah satu hal yang kami persoalkan ke MK di UU 17 tahun 2017 tentang pemilu ada prinsip pembentukan dapil,” jelasnya, Selasa, 1 November 2022.

Dalam prinsip penentuan dapil saat ini, masih kata Ninis, jumlah kursi sudah berbentuk paten, sehingga jika pun ada perubahan wilayah seperti pemekaran, jumlah kursi tidak bisa diubah karena sudah diatur dalam UU. “Daerah pemilihan kan bukan sekedar arena kompetisi. Karena itu sudah dikunci, begitu jadi public sudah taken for granted saja tanpa tahu itu betul-betul merepresentasikan,” imbuhnya.

Ninis menjelaskan penataan dapil kerap kali memunculkan polemic karena hal ini akan mempengaruhi perhitungan partai politik. “Ini perlu ditata ulang tidak hanya dapilnya, tapi juga alokasi kursinya. Partai politik kan punya hitung-hitungan sendiri ya, keengganan untuk melakukan penataan ulang (dapil lompat) dicurigai akan berpengaruh dengan hasil pemilu,” katanya. Ninis meyakini jika dapil lompat terus dibiarkan, maka akan meningkatkan potensi praktik gerrymandering di Indonesia.

 

Kemenangan Sebelum Pemilihan

Yuko Kasuya, profesor ilmu politik Universitas Keio, Jepang menyatakan bahwa istilah gerrymandering tak banyak terdengar di Indonesia. Sebab praktik curang untuk menguntungkan salah satu pihak ini paling banyak digunakan pada sistem pemilihan electoral college seperti di Amerika Serikat. Ia mencontohkan bagaimana pada 1812, Elbridge Gerry selaku Gubernur Massachusetts mengusulkan perubahan dapil dengan memadukan kawasan berkarakteristik urban dan rural menjadi satu kesatuan. Hal ini kemudian mengubah dapil di kawasan Boston. Menurut Yuko, pembentukan dapil ini sengaja dibuat untuk memenangkan kursi Senat untuk partai yang pernah ada di Amerika, yakni Democratic-Republican Party.

Meski begitu, ancaman serupa masih menghantui Indonesia, utamanya pada daerah-daerah yang mengalami pemekaran. “Gerrymandering mengacu pada menggambar batas-batas pemilihan untuk menguntungkan satu partai atau kelompok politik atas yang lain. Malproporsi berarti ketimpangan alokasi kursi lintas wilayah, provinsi atau prefektur,” terang Yuko, Senin, 24 September 2022.

Yuko dalam papersnya berjudul An Evaluation of the 2016 Recommendation of the Parliamentary and State Assembly Delimitation for the State of Selangor: A Comparative Perspective menjelaskan jika praktik gerrymandering dalam banyak hal bertentangan dengan demokrasi. Proses pemenangan pada negara yang menjunjung tinggi demokrasi

Jika di Indonesia praktik pemenangan sebelum pemilihan masih menjadi desas-desus, di Malaysia pemenangan aktor politik berlangsung puluhan tahun. Penentuan dapil yang tidak transparan memicu Komite Reformasi Pemilu Malaysia menuntut pembentukan dapil oleh badan independen dan bukan komisi pemilihan. Kecurigaan adanya pemenangan dan jual beli suara pada pemilu-pemilu yang digelar jadi salah satu isu alasan mobilisasi puluhan ribu orang turun ke jalan.

Danesh Chacko, Direktur Tindak Malaysia—lembaga advokasi reformasi pemilihan umum di Malaysia, menjelaskan jika praktik gerrymandering di Malaysia terjadi karena dominannya isu rasial. “Dahulu seorang aktor politik bisa memenangkan dapil bahkan sebelum pemilu digelar. Problematika transparansi dapil kerap datangkan kecurigaan, karena penentuan ini diputuskan oleh komisi pemilihan yang ditengarai memiliki afiliasi yang kuat dengan partai dominan,” jelas Danesh melalui sambungan video call.

Reformasi pemilu Malaysia mulai terdengar nyaring ketika kemenangan koalisi oposisi Pakatan Harapan berkumandang pada 2018 silam. Namun dalam praktiknya, mendorong reformasi tentu tidak semudah itu, penjegalan suara masih terus terjadi. Meski sudah ada Suruhanjaya Pilihan Raya (SPR) atau lembaga independen yang merekomendasikan dapil, namun keberadaan mereka masih terus diragukan. Pasalnya SPR sering dituduh partisan oleh masyarakat.

“Hari ini mungkin terlihat lebih baik, tapi kita terus mengawal proses pemilu yang masih sering dijegal,” terusnya. Keresahan serupa juga menerjang Timor Leste. Meski memiliki isu yang cukup berbeda, namun kemenangan aktor politik tertentu sebelum pemilu sudah bisa diprediksi dari jauh hari.

Timor Leste yang baru menggelar pemungutan suara pada Maret 2022 lalu telah memiliki Presiden baru, yakni Jose Ramos Horta. Kemenangan Horta ini hampir merata di 13 distrik yang ada di Timor Leste. Dalam pemilu ini Horta sedikitnya menyisihkan 15 calon lain—terbanyak sejak Timor Leste menggelar pemilu sejak 2002.

Berdasarkan rilis The Asian Network for Free Election (Anfrel), Pemilu Timor Leste dinilai damai dan transparan. Antusiasme warga punya tampak nyata di tiap TPS. Lebih dari 70 persen warga menggunakan hak pilihnya dari total 859.613 nama di daftar pemilih.

Di Timor Leste sistem pemilu menggunakan metode daftar close list di mana masyarakat hanya memilih partai. Jika partai menang, maka partai itulah yang akan menentukan orang-orang yang akan duduk di parlemen. Virgilio Lamukan salah satu peserta pemilu Timor Leste menjelaskan jika tidak sedikit masyarakat yang masih terjebak romantisme kepahlawanan. Oleh sebab itu, kemenangan aktor politik yang memiliki jasa di masa lalu hampir selalu bisa dipastikan kemenangannya.

“Masyarakat di Timor Leste masih berkiblat pada aktor politik yang memiliki peran dalam sejarah kemerdekaan, maka peminatan mereka pada aktor-aktor ini lebih banyak daripada orang-orang baru,” kata Virgilio, Sabtu, 29 September 2022. Kondisi ini memang tak cukup menguntungkan bagi peserta pemilu baru.

Menurut Virgilio, transparansi penentuan politikus di parlemen Timor Leste sama buruknya dengan Malaysia. Masyarakat tidak pernah tahu, bagaimana kinerja orang per orang dalam parlemen. Kata dia, prinsip penentuan daerah pilih dan keterwakilan masyarakat dalam pemilu tidak pernah mendapatkan pengawasan. Kepentingan kuasa sering mengorbankan hajat hidup orang banyak. (Reka Kajaksana)

Derita Ganda Perempuan dengan Kusta   

Bercak putih kemerahan sebesar uang koin Rp500 di kedua pipi menjadi awal perubahan dari kehidupan Sri. Sebelas tahun lalu usianya baru 21 tahun. Mula-mula, bercak

Berlangganan Kabar Terbaru dari Kami

GRATIS, cukup daftarkan emailmu disini.