Ekshumasi dan Urutan Waktu Kematian Brigadir Yosua

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah meminta keterangan enam asisten pribadi dan ajudan Kepala Divisi Profesi Pengamanan Polri (nonaktif), Inspektur Jenderal Ferdy Sambo. Salah satu diantaranya ialah Bhayangkara Dua (Bharada) Richard Eliezer Pudihang Lumiu. Bharada E sebelumnya dinyatakan sebagai polisi yang diduga terlibat adu tembak dalam kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat di rumah dinas Sambo pada Jumat, 8 Juli lalu.

“Enam orang. Apa yang kami dalami? Pasti lah masih berupa keterangan terkait bagaimana peristiwa. Hasil yang didapat Komnas HAM hari ini adalah sekuen waktu,” jelas Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, Selasa, 26 Juli 2022.  

Mengenakan kemeja hitam, Bharada E tiba terakhir bersama beberapa orang polisi tanpa memberikan keterangan sekitar Pukul 13.30 WIB atau selang tiga jam dari kedatangan lima ajudan lain.

Menurut Anam, tim Komnas HAM dalam pemeriksaan tersebut menanyakan hal yang sama kepada seluruh ajudan. Utamanya terkait urutan waktu sebelum dan sesudah insiden penembakan.

Para ajudan Ferdy juga ditanya mengenai hubungan yang terjalin satu sama lain. “Semua dimintai keterangan, termasuk hubungan ajudan satu dengan yang lain, hubungannya dengan Irjen Ferdy Sambo dan istrinya juga, semua yang berhubungan dengan peristiwa kami mintai keterangan,” tegas Anam.

Meski enggan membeberkan secara rinci hasil temuan mereka, Anam meyakinkan bahwa keterangan yang diperoleh Komnas HAM, kemarin, akan membuka konteks peristiwa yang terjadi lebih dari 15 hari lalu itu. “Bharada E menjelaskan banyak hal. Salah satunya soal menembak,” jelasnya.

Brigadir Yosua diketahui melakukan perjalanan dari Magelang-Jakarta sebelum meregang nyawa di rumah Ferdy di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Berdasarkan keterangan polisi sebelumnya, tembak-menembak terjadi dipicu oleh tindakan Yosua yang ditengarai akan melecehkan Putri. Polisi baru mengumumkan kasus ini, pada Senin, 11 Juli 2022 atau tiga hari setelah Brigadir Yosua tewas. Pihak keluarga korban ragu dengan proses autopsi dan kronologi yang disampaikan polisi.  

Baca juga: Yang Tertinggal di Tubuh Birgadir Yosua

Komnas HAM memperoleh informasi bahwa Yosua masih sempat bercengkrama dengan rekan-rekannya sesama ajudan sebelum kejadian penembakan. “Forum tertawa-tawa itu forum antara ADC (aide-de-camp/ajudan), sebelum kematian. Lokasinya di Jakarta,” kata komisioner bidang pemantauan dan penyelidikan Komnas HAM.

“Itu ngobrol santai begini dan tertawa-tawa. Siapa yang tertawa? Termasuk J. Jadi kalau ini seolah-olah dibunuh dengan tertawa-tawa antara Magelang dan Jakarta, sudah itu salah,” ungkapnya.

Hingga Rabu, 27 Juli 2022, Komnas HAM sudah melakukan rekonstruksi peristiwa mulai dari meminta keterangan keluarga hingga memeriksa jenazah. Kata Anam, seluruh bahan keterangan yang diperoleh akan diuji dengan informasi lain, termasuk hasil pemeriksaan forensik digital. Pemeriksaan dilakukan Komnas HAM bersama tim dari Laboratorium Forensik Polri. “Selanjutnya Komnas HAM akan melakukan pemeriksaan terkait digital dan siber,” jelasnya.

Dalam pemeriksaan ini, Anam menyatakan tidak mengonfirmasi mengenai sejumlah luka yang membekas di tubuh Yosua. Pasalnya, keterangan tersebut sudah diperoleh Komnas HAM dari pemeriksaan jenazah dan keterangan Tim Kedokteran Polri sebelumnya. Komnas, menurutnya, juga telah mengetahui seluruh titik luka maupun lebam di tubuh korban.

“Cerita soal luka kita sudah tanyakan ke dokter forensik dan melihat langsung jenazah sebelum diautopsi. Jadi kami tahu persis. Kami tidak perlu meminta keterangan mereka. Jenazah bisa memberitahu sendiri. Sudut luka kami lihat, termasuk proses pembedahan,” ia menjelaskan.

Pada hari ini, Rabu, 27 Juli 2022, proses ekshumasi atau pembongkaran kubur akan dilakukan di Jambi. Autopsi ulang dilakukan oleh tim dari Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Pusdokkes) Polri, Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor), Perhimpunan Kedokteran Forensik Indonesia (PDFI), dan tim ahli dari pelbagai kampus di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sungai Bahar.

Oleh sebab itu, kata Anam, Komnas HAM menunggu seluruh proses ekshumasi selesai sebelum mengungkap temuan dalam insiden penembakan Yosua. “Sebenarnya kami juga bisa langsung tarik kesimpulan, namun kalau masih ada proses ekshumasi kami tunggu proses ekshumasi,” ungkapnya.

Sementara itu, dihubungi terpisah, pengacara keluarga Yosua, Eka Prasetya mengonfirmasi pelibatan tim ahli di luar Polri dalam proses ekshumasi hari ini. “Kami memang meminta agar pihak di luar Polri dilibatkan. Demi mendapat hasil terbaik,” tutur Eka, Selasa, 26 Juli 2022.

Proses autopsi sendiri dipimpin oleh Ketua Umum Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI), Ade Firmansyah. Ia menyatakan bahwa tim yang terlibat dalam proses autopsi terdiri dari latar belakang kedokteran forensik dan diawasi oleh Komnas HAM maupun Kompolnas. “Kami bersikap independen dan imparsial. Tidak ada yang menitipkan apapun atau intervensi,” tegasnya dalam rilis pers setelah proses autopsi seperti dikutip dari siaran langsung salah satu televisi swasta, Rabu, 27 Juli 2022.

Ade menyatakan proses autopsi terhadap jenazah Yosua tidak mudah karena tubuhnya sudah diformalin dan mulai mengalami proses pembusukan. “Namun itu semua alhamdullilah. Kita bekerja dan mendapatkan hasil yang patut kami syukuri. Karena beberapa masih bisa kami nyatakan itu sebagai luka. Sekalipun ada beberapa luka yang perlu kami konfirmasi melalui pemeriksaan mikroskopik,” jelas Ade. 

Ade menambahkan, seluruh sampel telah dikumpulkan untuk diperiksa lebih lanjut di Laboratorium Patologi Anatomi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. “Kami harus pastikan apakah luka itu terjadi sebelum atau setelah kematian. Pada pemeriksaan tadi, selain tanda pembusukan, terlihat jelas adanya bentuk pascaautopsi dari kepala, mulai dagu sampai kemaluan,” kata dia.

Oleh sebab itu, tim forensik membutuhkan waktu untuk mengonfirmasi seluruh hasil autopsi. “Kami mesti hati-hati. Warna merah di tubuh itu bisa saja postmortem staining atau discoloration. Doakan dalam waktu yang tidak terlalu lama kita bisa menyusun laporan,” tutupnya. (Reka Kajaksana)

Melawan Kusta dari Jongaya

Gapura bercat merah putih dengan ornamen kemerdekaan menjadi penanda awal keberadaan Kompleks Jongaya di Kecamatan Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Permukiman ini dikenal sejak puluhan

Berlangganan Kabar Terbaru dari Kami

GRATIS, cukup daftarkan emailmu disini.