Beda Ujian Politik Partai Baru

Komisi Pemilihan Umum Filipina (Comelec) menerima sekitar 97 kandidat bakal calon presiden dan 29 bakal calon wakil presiden untuk Pemilihan Umum (Pemilu) Filipina 2022. Sebagian besar kandidat maju melalui jalur independen atau tanpa afiliasi partai politik. Sementara ada 19 partai politik yang menyorongkan kandidatnya tahun depan. Lebih dari seratus kandidat ini akan ditetapkan oleh Comelec pada awal Januari 2022. “Filipina memang berbeda. Dalam pemilu bisa maju sebagai individu atau mewakili komunitas,” kata Sekretaris Asian Democratic Network (ADN), Ichal Supriadi ketika diwawancara Jaring.id pada Selasa, 16 November 2021.

Negeri jiran dari Indonesia ini menerapkan sistem pemungutan suara first past the post untuk menentukan pemenang. Kandidat yang mendapatkan suara terbanyak akan memenangkan kursi presiden, terlepas apakah memiliki dukungan mayoritas atau tidak di parlemen. Sementara wakil presiden dipilih terpisah melalui sistem yang sama. Untuk pemilihan legislatif, Filipina menerapkan sistem party list (sistem daftar partai). Keterwakilan di parlemen ditetapkan proporsional dari partai politik dan kelompok marjinal.

Sekitar 80 persen anggota parlemen dipilih dari partai politik, sementara 20 persen kursi disediakan untuk  kelompok marginal seperti buruh, mahasiswa, perempuan, petani dan masyarakat adat. Kelompok marginal, menurut Ichal, tidak perlu membuat partai politik untuk ikut pemilu. Mereka cukup menyertakan bukti dukungan dari komunitas yang diwakilinya kepada Comelec. “Filipina tak hanya membuka peluang partai politik duduk di parlemen, tetapi juga membuka peluang kelompok marginal,” ucapnya.

Berbeda dengan Indonesia, keikutsertaan partai politik di Filipina terbilang lebih longgar. Penetapan partai peserta pemilu dikenal dengan istilah accreditation political party. Partai yang mengikuti akreditasi terbagi dua, yakni partai mayoritas dan partai minoritas. Jika partai kecil yang mendaftar tidak memenuhi syarat, maka partai tersebut bisa bergabung dengan partai koalisi untuk memenangkan pemilu.

Kemudahan partai untuk ikut pemilu juga tergambar dari sistem politik yang diterapkan di Thailand. Konstitusi Thailand pada 2017 menetapkan pendirian partai cukup menyediakan modal awal 1 juta Bath atau setara Rp 300-400 juta. Uang itu disetor pendiri partai dan harus dilaporkan kepada publik. Masing-masing penyumbang tak boleh melebihi 50 ribu bath atau sekitar Rp 21 juta per orang.

Selain itu, partai juga harus membuktikan bahwa mereka menggelar rapat umum dengan anggota minimal 250 orang. Pertumbuhan anggota ini nantinya akan dijadikan syarat untuk ikut pemilu. Dalam setahun, anggota mereka harus bertambah minimal 500 orang. Di Thailand partai hanya diminta punya kantor perwakilan di masing-masing region dari delapan region. “Salah satu baiknya di Thailand, partai mempromosikan demokrasi dalam internal parpol,” ungkap Ichal.

Dengan sistem ini pada Pemilu Thailand 2019, dua partai baru berhasil masuk lima besar perolehan kursi di legislatif, yakni Partai Palang Pracaharat dan Future Forward Party. Palang Pracaharat berhasil merebut 24 persen kursi dari 500 kursi parlemen, sementara Future Forward Party mendapat 18 persen kursi.

Sementara Indonesia punya mekanisme berbeda untuk menentukan partai peserta pemilu. Salah satu perbedaannya terletak pada verifikasi faktual. Kata Ichal, verifikasi partai politik menjadi salah satu masalah menahun di pemilu Indonesia. Partai lama cenderung tak ingin diverifikasi. Padahal ketika memantau verifikasi parpol pada Pemilu 2014 lalu, banyak ditemukan ketidaksesuaian antara dokumen administrasi dengan fakta di lapangan. “Ada rumahnya, ada orangnya tapi orangnya tidak tahu kalau itu kantor partai. KPU sendiri memiliki kesulitan karena data yang dimasukkan parpol ada yang lengkap, setengah lengkap dan ada yang burem,” ucapnya.

Meski begitu, sistem politik, baik di Indonesia, Thailand maupun Filipina punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kata dia, presiden terpilih di Indonesia dan Filipina bisa tak mendapat dukungan partai utama pemilik kursi mayoritas di parlemen, sebagaimana presiden terpilih di negara bersistem dwipartai, seperti Amerika Serikat.

“Indonesia, Thailand dan Filipina by the book sudah cukup baik dan terbuka pembentukan partainya, walaupun implementasinya perlu diperbaiki,” katanya sembari mengungkapkan bahwa pembentukan parpol dan sistem kepesertaan pemilu sangat dipengaruhi administrasi, struktur dan undang-undang yang berlaku di masing-masing negara.

 

Verifikasi Untungkan Partai Lama

Pada Kamis, 24 November 2021, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang diajukan empat partai nonparlemen, yakni Partai Berkarya, Partai Perindo, Partai Bulan Bintang dan Partai Solidaritas Indonesia. Mahkamah menilai pokok permohonan yang diajukan, yaitu Pasal 173 terkait verifikasi partai calon peserta pemilu sama dengan perkara yang sudah pernah diputus MK dalam putusan nomor 55/PUU-XVIII/2020.

Putusan tersebut menyatakan partai politik yang telah lolos verifikasi Pemilu 2019 dan memenuhi ambang batas parlemen (Parliamentary Threshold) tetap diverifikasi secara administrasi, tetapi tidak diverifikasi secara faktual. Sementara partai yang tak lolos ambang batas dan partai baru akan diverifikasi administrasi dan faktual.

Pakar Hukum Tata Negara sekaligus pemohon uji materi Yusril Ihza Mahendra menilai putusan dalam perkara nomor 55/PUU-XVIII/2020 terkait pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 173 ayat (1) tentang Pemilu tidak logis. Ketentuan mengenai verifikasi partai politik (parpol) itu dianggap tidak mencerminkan esensi keadilan yang dibangun oleh hakim konstitusi. Ketika ada tiga kategori dan kedudukannya tidak sama, maka menurut Yusril, perlakuan terhadap ketiganya juga tidak sama. Begitu pula sebaliknya.

“Pemaknaan sekarang justru kategori (partai) ada tiga, treatment-nya ada dua. Kategori kedua dan kategori ketiga diperlakukan dalam satu treatment dan itu bertentangan dengan prinsip keadilan,” katanya dalam sidang pemeriksaan pendahuluan di MK pada 22 September 2021 lalu.

Aturan verifikasi partai politik merupakan pasal yang kerap digugat saban pemilu. Pada 2020, Partai Garuda menggugat pasal yang sama. Bagi Garuda, pasal tersebut merugikan karena partai yang lolos verifikasi di pemilu sebelumnya harus kembali menjalani verifikasi untuk ikut pemilu mendatang.

Pada 2018 Partai Idaman dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) juga pernah menggugat pasal yang mewajibkan verifikasi faktual bagi partai di luar parlemen. Bagi Idaman dan PSI, ketentuan itu tidak adil karena ada perlakuan yang berbeda terhadap partai parlemen. Dalam hal ini, Mahkamah mengabulkan seluruh pemohon, sehingga pada Pemilu 2019 semua partai baru dan lama wajib diverifikasi, baik secara administratif maupun faktual.

Empat tahun sebelum putusan tersebut diketuk, MK juga pernah mengoreksi UU Nomor 8 Tahun 2012 pada 2014. Saat itu, regulasi kepemiluan menyatakan bahwa partai parlemen dapat langsung ditetapkan menjadi peserta pemilu tanpa verifikasi. Sementara partai yang tak mendapat kursi dan partai baru wajib mengikuti proses verifikasi. Dalam keputusannya, Mahkamah menilai partai lama dan baru harus diverifikasi.

Sementara itu, menurut Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini putusan MK pada November 2021 lalu cenderung menguntungkan partai yang sudah punya kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Menurutnya, proses verifikasi secara faktual harusnya dilakukan terhadap seluruh partai, baik lama maupun baru. Hal ini berguna untuk mengonfirmasi syarat administrasi yang sudah diserahkan partai ke KPU. “Tujuan mendasarnya mengurangi jumlah parpol peserta pemilu karena kombinasi pemilu dengan sistem proporsional terbuka membuat partai dan caleg jadi banyak,” kata Titi ketika diwawancara pada Kamis, 25 November 2021.

Meski begitu, syarat partai menjadi peserta pemilu harusnya bisa diatur lebih fleksibel dan kontekstual. Menurutnya, salah satu syarat, seperti kepemilikan kantor tidak lagi relevan menjelang Pemilu 2024. Terlebih pada masa Pandemi Covid-19. Sebab pertemuan antara partai dan konstituen saat ini sudah banyak dilakukan daring (dalam jaringan). Sementara di kota-kota besar terdapat ruang kerja bersama (coworking space) yang bisa dimanfaatkan partai politik sebagai kantor. “Mestinya itu tidak lagi dimaknai secara konvensional. Jadi sudah mulai kita bergeser paradigma mengikuti perkembangan dunia kerja, apalagi situasi pandemi,” katanya.

Selain itu, KPU juga perlu mencoba sistem kontestasi berjenjang terhadap partai politik baru. Dengan sistem ini, partai baru perlu memenangkan pemilihan di tingkat kabupaten/kota sebelum berlaga di provinsi dan nasional.

Wakil Ketua Komisi 2 Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Lukman Hakim menyangkal apabila putusan MK telah menguntungkan partai-partai di DPR. Proses verifikasi parpol, menurutnya, merupakan konsekuensi dari sistem presidensial. Penyederhanaan sistem kepartaian dilakukan dengan penyaringan kepesertaan dan ambang batas parlemen. “Bukan soal untung rugi. Ini bagaimana demokrasi makin matang dan menemukan format ideal. Ini soal konsisten dengan desain yang kita sepakati bersama,” katanya ketika dihubungi pada Kamis, 25 November 2021.

Lukman menilai syarat parpol menjadi peserta pemilu sudah sesuai dengan karakteristik partai politik yang bersifat nasional, selain Aceh yang punya partai lokal. Dengan sifat nasional, syarat yang diterapkan juga harus mencerminkan keberadaan parpol secara nasional. Syarat ini juga sudah diatur dalam UU Pemilu dan tak boleh ditawar, kecuali diputuskan berbeda oleh MK. “Tidak ada mempersulit. Wajar untuk partai baru ini, tidak masalah,” tegasnya.

Anggota KPU RI I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi menyatakan bahwa pihaknya akan berpegang pada putusan MK untuk memverifikasi peserta pemilu. Hingga hari ini, Kamis, 2 Desember 2021, KPU masih menyusun PKPU terkait pendaftaran, verifikasi dan penetapan parpol peserta pemilu.

Beberapa hal yang berbeda pada Pemilu 2024 dibanding Pemilu 2019 ialah adanya waktu persiapan pendaftaran dan ditiadakannya kegiatan klarifikasi untuk dugaan keanggotaan ganda. “Ada beberapa perubahan, terutama berkaitan dengan putusan MK,” katanya ketika diwawancara pada Selasa 16 November 2021.

Dewa mengatakan untuk mengecek keanggotaan ganda, KPU akan memaksimalkan penggunaan Sistem Informasi Partai Politik (Sipol). Penggunaan SIPOL akan dioptimalkan ketika pendaftaran. Pendaftaran dilakukan secara sentralistik di KPU RI, sehingga partai tidak perlu menyerahkan dokumen di tingkat kabupaten/kota. KPU juga akan memberikan pelatihan bagi operator partai untuk menggunakan Sipol. (Debora B. Sinambela)

Derita Ganda Perempuan dengan Kusta   

Bercak putih kemerahan sebesar uang koin Rp500 di kedua pipi menjadi awal perubahan dari kehidupan Sri. Sebelas tahun lalu usianya baru 21 tahun. Mula-mula, bercak

Berlangganan Kabar Terbaru dari Kami

GRATIS, cukup daftarkan emailmu disini.