Tim Relawan untuk Kemanusiaan–Flores (TRUK-F)—lembaga kemanusiaan milik kongregasi suster-suster Abdi Roh Kudus atau SSpS (Servarum Spiritus Sancti), mencatat ratusan korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang telah diadvokasi sepanjang 2022-2024. Mereka yang direkrut adalah anak-anak dan dewasa yang direkrut secara langsung maupun melalui media sosial.
****
“Joker.”
Nama itu diucapkan Maria Herlina Mbani kepada Suster Fransiska Imakulata, SSpS, Ketua Truk-F saat mengunjungi rumahnya di Desa Hoder, Kecamatan Waigete, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur pada Rabu, 3 April 2024, beberapa hari setelah Yodimus Moan Kaka—suami Maria, tewas selagi bekerja di Kalimantan Timur. Fransiska tidak terkejut saat mendengarnya. Sebab nama “Joker” merujuk pada Yuvinus Solo, seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sikka periode 2024-2029, sering diucapkan korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
“Ketika saya bertanya (kepada korban), kamu pergi siapa yang rekrut kamu? Jawab mereka, Joker yang suruh Pilius dan Senut datang ajak kami kerja di Kalimantan,” ucap Fransiska ketika ditemui pada Kamis, 13 Februari 2025.
Dari sekitar 629 korban TPPO yang didampingi TRUK-F dalam rentang 2022-2024, menurutnya, tidak sedikit yang menyebut Joker sebagai orang yang pernah merekrut dan memberangkatkan orang-orang Sikka sebagai buruh perkebunan secara ilegal. “Joker adalah pemain lama dalam isu perdagangan orang di Sikka,” ungkapnya.
Oleh sebab itu, TRUK-F tak tinggal diam. Setelah berbicara dengan Meri dan juga Ketua Rukun Tetangga (RT) 17 Desa Hoder, Yuliana Yus yang kemudian meyakinkan bahwa keberangkatan orang-orang Sikka dilakukan secara ilegal, Suster Fransiska memastikan korban lain yang masih tinggal di Kalimantan. Namun karena mereka tidak bisa dihubungi, maka ia memutuskan untuk berkoordinasi dengan pihak lain untuk menjemput Arifin, Andi, Hendra, Gaubinto, Rano, dan Yoli.
Sementara Suster Fransiska menyiapkan rencana pemulangan, Arifin yang tengah tinggal di sebuah pondok beratap terpal di tengah hutan sama sekali tak tahu rencana pihak Gereja. Sambungan telepon dan pesan yang dikirim Fransiska ke nomor handphone-nya tak dapat langsung ia baca. Selain irit daya baterai, benda elektronik yang dibawa Arifin dari Maumere itu tak ubahnya batu bila tidak mendapatkan sinyal. “Untuk dapat sinyal jauh. Itu pun tidak stabil. Tetapi meski tersendat, saya menerima banyak sekali pesan di hp berupa dukungan dari keluarga dan sahabat,” ucap Arifin.
Salah satu pesan yang masuk ke ponsel Arifin dari TRUK-F. Dibaca setelah dikirim beberapa hari sebelumnya. “Kamu mau pulang?”
Dengan cepat Arifin menjawab, YA. “Saya balas pesan Suster bahwa kami ingin pulang.”
****
Minggu, 14 April 2024, waktu sudah hampir tengah malam sekitar jam 23.00 WITA. Saat itu Arifin belum mengantuk. Ia kemudian menyalakan sebatang rokok di luar kamp sembari melepas lelah setelah seharian menanam puluhan anakan sawit di sebuah lokasi perkebunan yang baru. Sedangkan Andi, Hendra, Gaubinto, Rano dan Yoli sudah terlelap. Malam itu sama dengan malam-malam lain setelah kepergian Jodi. “Begitu mencekam,” kata Arifin menceritakan proses pemulangan mereka dari Kalimantan Timur.
Saat asap rokok mengepul silih berganti memenuhi udara, Arifin tiba-tiba melihat cahaya dari kejauhan. Makin lama cahaya itu semakin terang menelusup di antara alang-alang dan mendekat ke arah kamp. Arifin yang cukup panik malam itu tak bisa tidak membangunkan kelima temannya. Pun diambilnya sebuah parang buru-buru.
“Kamu siapa,” teriak Arifin setelah jarak cahaya itu semakin dekat.
“Kami dari Gereja mau menjemput pulang ke Maumere,” jawaban muncul dari kegelapan.
“Terima kasih Tuhan, kami akan pulang,” teriak Arifin sembari meletakan parang.
Mereka lantas berlari ke sumber suara, tersungkur di hadapan Pastor Kamilus Demo Bagang, SVD. Arifin memeluknya sambil menangis.
Pastor Kamilus dan Falentinus Pogon adalah dua orang yang masuk dalam tim yang disebut Tim Penjangkau. Tim ini merupakan utusan dari Jaringan HAM Sikka bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Sikka untuk menjemput Arifin dan kawan-kawan. Jaringan HAM ini kemudian berkoordinasi dengan sejumlah lembaga di Kabupaten Kutai Barat, yakni pihak Keuskupan Agung Samarinda, JPIC SVD Provinsi Jawa, serta Pastor Paroki Lambi, Pastor Vincensius, MSF dan Bapak Elias Sengsara yang sebelumnya sudah bekerja mencari tahu keberadaan para korban.
Perjalanan tim di Kalimantan dimulai dari Paroki Lambing di Kutai Barat pada Selasa, 12 April 2024. Jarak yang mereka tempuh untuk menuju lokasi sekira sejauh 80 kilometer. Tim Penjangkau menemukan Arifin dan korban lainnya tinggal di tempat terpencil jauh dari perkampungan. Mereka lantas membawa mereka ke Kapela Santa Elisabeth Belusu. Sementara Engkis, anak Yodimus Moan Kaka baru bisa dijemput pada 22 April di Desa Lombe, Kecamatan Kembang Jambut, Kabupaten Kutai Kartanegara.
Arifin dan enam korban lainnya kemudian dipulangkan ke Maumere melalui Pelabuhan Balikpapan pada 24 April dan tiba di Pelabuhan Lorens Say Maumere pada 26 April. Keesokan harinya, tepatnya pada 27 April, para korban langsung dimintai keterangan di Polres Sikka.
“Kami mengadvokasi kasus ini untuk pemenuhan hak-hak korban menuntut keadilan atas kematian Jodi dan penelantaran yang dilakukan oleh Joker terhadap para korban di Kalimantan,” ujarnya mengecam apa yang dilakukan Yuvinus.

Suster Fransiska meyakinkan bahwa apa yang dilakukan Joker alias Yuvinus tergolong Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) sebagaimana diatur dalam UU No 21 Tahun 2007. Pasalnya, kata dia, politikus Partai Demokrat itu terlibat dalam tindak perekrutan, pengangkutan, dan penempatan hingga mengakibatkan pekerja tersebut tereksploitasi tanpa makanan di perkebunan sawit.
****
Pada awal April 2024, Meri akhirnya mengadukan Joker ke polisi setempat. Keputusan ini dilakukan Meri setelah anggota DPRD tersebut tak bertanggung jawab atas kematian suaminya. Jangankan memindahkan jenazah suaminya ke Maumere, uang duka sebesar Rp5juta yang dijanjikan Joker pun tak pernah Meri terima.
“Selama saya susah mengurus kematian suami saya dia ada di mana? Kalau dia membantu saya untuk memulangkan suami saya ke Maumere, tidak mungkin saya melaporkan dia ke polisi. Tetapi karena dia mempermainkan kami selama proses sakit dan kematian suami saya. Ya saya tidak bisa turuti kemauannya,” tegas Meri.
Itu pula yang membikin Meri geram atas kehadiran seorang pria bernama Didimus Rusman ke rumahnya pada 5 April tahun lalu. Pria yang mengaku sebagai utusan Joker itu membujuk agar Meri mencabut laporan polisi lantaran almarhum Jodi dan Joker masih memiliki hubungan keluarga yang erat. “Joker berjanji akan mengurus proses adat kematian Jodi dan akan mengurus sekolah anak-anak Jodi,” kata Rusman seperti ditirukan Meri.
“Tapi selama Jodi masih hidup, saya tidak pernah bertemu bahkan mendengar nama dia. Tiba-tiba dia datang dan mengaku keluarga serta membujuk saya untuk berdamai,” lanjut Meri berkeras dengan pendiriannya untuk tetap memproses kematian suaminya lewat pengadilan.
Dua bulan berselang tepatnya pada 24 Juni 2024, Joker kembali membujuk Meri. Kali ini melalui keluarganya di Kampung Hebing, Desa Hebing, Kecamatan Mapitara. “Keluarga memberitahu saya agar pulang ke kampung Hebing untuk membicarakan adat kematian suami saya. Tetapi sejak saya tiba di kampung, mereka tidak membicarakan proses adat, keluarga bahkan terus membujuk saya agar berdamai dengan Joker dan mencabut laporan polisi,” tutur Meri.
Keesokan harinya, Rusman kembali mengunjungi Meri. Kali itu dia tak sendiri melainkan bersama Joker. Tanpa basa-basi Joker lantas menepuk bahu Meri sambil tersenyum. Lagi-lagi dia meminta agar Meri mencabut laporannya ke polisi. “Dia bilang kalau saya cabut laporan polisi, kebutuhan saya dan anak saya akan dia jamin. Begitu juga acara adat suami saya akan dia tanggung,” ujarnya.
Sejak itu, iming-iming yang dijanjikan Joker tak ubahnya ancaman yang membuat Meri semakin takut dan merasa tertekan. Meri lantas menelpon Arifin untuk menjemputnya pulang dan mengantarnya langsung ke shelter Truk-F.

Selama Meri berada di bawah perlindungan Gereja, kemarahan warga dan mahasiswa yang tergabung dalam Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) tak terbendung. Mereka menggelar sejumlah unjuk rasa menyoroti kasus kematian Jodi dan lambatnya proses penyidikan polisi terhadap Joker. Aksi demonstrasi pertama dilakukan pada 6 April 2024. “Ada proses perekrutan, pemindahan dan eksploitasi. Ada juga pemalsuan administrasi. Bukti lainnya adalah ada satu korban jiwa meninggal di Kalimantan Timur,” kata Kornelis Wuli, Ketua PMKRI.
Sebulan setelah melakukan demonstrasi, PMKRI melihat proses hukum terhadap Joker masih jalan ditempat. Mereka pun kembali turun ke jalan pada 13 Mei 2024 dengan tuntutan yang sama. Namun kali ini mereka turut mendesak Kapolres Sikka yang saat itu dijabat oleh Hardi Dinata untuk mundur karena dianggap tak mampu menyelesaikan persoalan TPPO di Sikka. Dalam aksi itu, sempat terjadi kericuhan antara PMKRI dan anggota Polisi yang sedang melakukan pengamanan di depan Polres Sikka.
Atas berbagai desakan tersebut penyidik Polres Sikka akhirnya menetapkan Joker sebagai tersangka tiga hari sesudah aksi demonstrasi, tepatnya pada 17 Mei 2024. Dalam hal ini, polisi memeriksa sedikitnya 18 orang saksi yang membuktikan Joker berperan sebagai yang merekrut, memindahkan dan mengirim korban sebagai tenaga kerja non prosedural.
Humas Polres Sikka saat itu, Iptu Susanto menyebut Yuvinus Solo dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 21 tahun 2007 Tentang Pemberantasan TPPO jo, Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP atau Pasal 186 ayat (1) UU jo, Pasal 35 ayat 2 UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Meski demikian, Joker tidak pernah ditahan sampai proses persidangan berlangsung karena alasan kesehatan. Sementara Jaksa Penuntut Umum memutuskan untuk memberlakukan tahanan kota sejak 28 Agustus 2024 hingga 16 September 2024 karena alasan yang sama. Padahal yang dilihat Meri justru sebaliknya. “Dia sehat sekali saat bertemu dengan saya waktu itu,” ujarnya.
Sekretaris Truk-F, Heni Hungan menilai aktivitas Joker, termasuk mengiming-imingi Meri agar mencabut laporan tergolong intimidasi dan dapat dinilai sebagai upaya obstruction of justice sebagaimana dimaksud pada Pasal 221 KUHP. Seharusnya, kata dia, seorang terlapor yang berpotensi menekan pelapor perlu dilakukan penahanan. “Joker menggunakan kesempatan tidak ditahan itu dan berupaya membangun komunikasi mempengaruhi Meri.”
Alih-alih ditahan, Joker malah dilantik menjadi anggota DPRD pada Senin, 26 Agustus 2024. Truk-F memprotes keras pelantikan tersebut dengan melakukan demonstrasi di depan gedung DPRD Kabupaten Sikka pada 26 Agustus 2024. Hadir dalam aksi tersebut ketujuh korban TPPO, Meri dan juga anak-anaknya. “Proses hukum di Kabupaten Sikka ini diskriminatif. Aparat mempraktikan pola tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Pelaku TPPO yang merupakan orang kecil yang tidak punya uang dengan cepat dimasukan dalam bui, sementara Joker yang punya relasi kekuasaan kasusnya dibiarkan berjalan lambat dan dia dibiarkan leluasa melakukan aktivitasnya,” jelasnya.
Kuasa Hukum Joker yakni Domi Tukan dan Alfons Hilarius Ase dalam persidangan yang digelar pada 24 September membantah keterlibatan kliennya dalam kematian Jodi. Joker pun dianggap tidak melakukan perekrutan terhadap sejumlah orang-orang Sikka untuk dipekerjakan di perkebunan sawit milik PT Borneo Citra Persada Abadi.
Ia mengklaim bahwa Joker tidak pernah disebut sebagai pihak yang menawarkan atau merekrut para korban untuk bekerja, melainkan Pilius dan Senut. Bahkan saksi yang dihadirkan dalam persidangan tersebut menyatakan tidak mengenal Joker. “Mereka mengetahui nama itu dari Pilius dan Senut yang masih buron,” kata Domi.
Menurut Domi, seseorang yang seharusnya bertanggung jawab dalam kematian Jodi adalah Arifin. Sebab ia yang menandatangani surat penolakan untuk dirujuk pada 24 Maret 2024 yang dikeluarkan Dr. Didi Yudha Trisandya, dokter dari klinik Puskesbun setempat.
Pada 14 November Jaksa Penuntut Umum mendakwa Joker pidana penjara 9 tahun, denda Rp 200 juta, serta membayar restitusi bervariasi kepada saksi dan korban. JPU melihat Joker terbukti melanggar berdasarkan Pasal 2 Ayat (1) UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Namun dalam sidang perkara yang digelar Senin 9 Desember 2024, Majelis Hakim yang dipimpin oleh Nithanel Nahsyun Ndaumanu dan dua hakim anggota Mira Herawaty dan Widyastomo Isworo hanya mengenakan pidana yang melanggar Undang-Undang Ketenagakerjaan, sehingga Joker diputus penjara selama 3 tahun.
Majelis Hakim mengklaim terdakwa Yuvinus Solo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta sebagai pelaksana penempatan kerja tidak memberikan perlindungan sejak rekrutmen sampai penempatan tenaga kerja yang mencakup kesejahteraan, keselamatan, dan kesehatan baik mental maupun fisik.
JPU kemudian mengajukan kasasi terhadap putusan yang diberikan kepada Yuvinus Solo ditindaklanjuti dengan mengirim memori kasasi pada 14 Februari lalu.
Kasasi itu diajukan usai menerima salinan putusan banding dari Pengadilan Tinggi Kupang. Kepala Seksi Intelijen Kejari Sikka, Okky Prastyo Ajie mengatakan salah satu poin dalam putusan banding menguatkan putusan Pengadilan Negeri Maumere nomor 39/Pid.Sus/2024/PN Mme, tanggal 9 Desember 2024.
Hasil putusan banding di Pengadilan Tinggi Kupang pada 23 Januari pun menguatkan putusan Pengadilan Negeri Maumere.
Pada sidang banding yang dipimpin Hakim Ketua, Pujo Saksono, Hakim anggota 1 dan 2 masing-masing Dewa Putu Yusmai Hardika, dan Lucius Sunarno tersebut, Joker diputus 3 tahun penjara dan denda Rp200 juta, melanggar Pasal 186 ayat (1) Jo Pasal 35 ayat (2) dan ayat (3) UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Dalam hal ini, kami telah berkali-kali menghubungi Tim Hukum Joker, Domi Tukan untuk meminta tanggapan, namun hingga berita ini diturunkan, keduanya belum menanggapi pesan yang dikirim via Whatsapp.
Suster Fransiska mengungkapkan kekecewaan terhadap putusan hakim terhadap Joker. Menurutnya, keterangan korban yang adalah masyarakat kecil sama sekali tidak diperhitungkan dalam persidangan tersebut. “Jika hukum di Sikka seperti ini, rakyat kecil mau berlindung ke siapa? Sedangkan hukum terlihat hanya berpihak kepada orang yang punya uang dan kuasa,” katanya.
“Sekali lagi saya katakan bahwa TPPO adalah extra ordinary crime. Tidak ada toleransi bagi siapapun pelaku kejahatan ini tetapi rupanya tidak bisa dengan hukum yang ditunjukan di Sikka,” ia menambahkan.
Suster Fransiska menilai bahwa pengakuan Joker bahwa ia tidak merekrut Jodi dan tujuh orang lainnya berkebalikan dengan fakta yang terjadi. “Kalau Joker tidak mengenal Jodi, untuk apa Didimus Rusman datang ke rumah Meri saat itu untuk melakukan upaya damai? Joker juga beberapa kali berusaha bertemu Meri dan memintanya untuk mencabut laporan polisi,” Fransiska bertanya-tanya.
Sementara itu, Valens Pogon yang merupakan Tim Hukum dari para korban menduga adanya permainan di balik keputusan terhadap Joker. “Karena menurut fakta di persidangan memenuhi unsur-unsur Pasal 2 ayat 1 UU TPPO seperti dalam dakwaan JPU.”
Valens menegaskan tidak ada fakta di persidangan yang menunjukkan bahwa terdakwa adalah pengusaha yang menyalahgunakan kewenangan perekrutan tenaga kerja. Oleh karena itu, kata Valens, ada dugaan permainan jual beli pasal. Dalil umum di Indonesia, kalau ada permainan pasti ada uang,” terang Valens.
****
Putusan 3 tahun penjara bagi Yuvinus Solo dinilai tidak akan memberikan efek jera bagi pelaku perdagangan orang-orang Sikka. “Kasus ini akan berulang jika penanganannya ada sarat kepentingan di dalamnya,” ujar Ketua PMKRI Maumere, Kornelis Wuli. Terlebih sampai persidangan selesai, baik polisi, jaksa, dan pengadilan tidak mampu menghadirkan Pilius dan Senut. “Yang menghadapi proses hukum adalah Yuvinus Solo saja, sedangkan Pilius dan Senut, nama yang disebut berkali-kali dalam perekrutan tidak dihadirkan dalam persidangan dengan alasan DPO,” ungkapnya aneh.

Kata dia, UU Ketenagakerjaan tidak mampu menjangkau kasus yang mengakibatkan Jodi meninggal. Sementara UU tersebut berbatas hanya pada syarat dan administrasi ketenagakerjaan. “Di kasus kali ini kita melihat ada korban jiwa. Ada perekrutan, dan penipuan.”
“Ini akan menentukan cara pandang masyarakat terhadap hukum di Sikka bahwa kekuatan uang dan jaringan akan melanggengkan kejahatan,” lanjutnya.
“Jika hukum di Sikka masih seperti ini, kasus ini tak akan usai, sebab Joker yang sudah menjadi terdakwa tidak ditahan, bahkan setelah putusan juga tidak ditahan,” ia menambahkan.
Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Sikka, Valerianus Samador ketika ditemui menghormati keputusan hakim menggunakan UU Ketenagakerjaan alih-alih TPPO. “TPPO inikan yang berat. Tentu jaksa atau hakim yang menuntut Joker dengan pertimbangan hukum yang matang, mungkin lebih pas dia di jerat dengan UU ketenagakerjaan.“
Ia berharap kasus kematian Jodi tak berulang. “Kedepannya kita berharap tidak ada lagi kasus seperti ini di Sikka bahkan di NTT.”
Ia menyarankan warga yang hendak bekerja di luar daerah memenuhi syarat administrasi, seperti memiliki surat ijin resmi. Jika hanya sekedar diiming-imingi dan hanya diminta mengumpulkan KTP, menurutnya, hal itu terindikasi sebagai perekrutan ilegal. Dalam kasus ini, ia meyakinkan bahwa Jodi tidak melewati prosedur yang benar untuk bekerja di Kalimantan. “Ini perlu dipikir secara baik. Ketika proses pengiriman ini dilakukan secara prosedural, harus ada pemeriksaan kesehatan. Ini kan tidak. Sehingga jika mereka mengatakan dia ini sedang menderita sakit, kenapa dia diberangkatkan?”
“Ada proses yang harus dijalani yakni ada pemeriksaan kesehatan, pertimbangan faktor usia, kondisi fisik,” ujar Valerianus.
Sementara itu, Gubernur NTT Emanuel Melkiades Lakalena telah mengeluarkan Surat Keputusan Pemberhentian Sementara terhadap Yuvinus Solo pada 5 Mei 2025.
Kepala Biro Pemerintahan Setda Provinsi NTT, Doris Alexander Rihi ketika dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp mengungkapkan SK Gubernur itu telah dikirim ke Bupati Sikka bersama tembusan-tembusannya pada 8 dan 9 Mei lalu.
Kepala Bagian Pemerintahan Setda Sikka, Edmon Bura pada 21 Mei 2025 menjelaskan bahwa surat tersebut sudah didistribusikan kepada sejumlah pihak seperti Bupati Sikka, DPRD Sikka, KPU Sikka dan kepada terdakwa Yuvinus Solo. Meski hampir sebulan surat tersebut dikirim belum terlihat tanda-tanda Joker akan ditahan.
Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri Maumere Okky Prasetyo Ajie dalam keterangan yang diberikan, Senin, 2 Juni mengatakan perkara Yuvinus masih dalam tahap kasasi dari penuntut umum. “Yuvinus belum ditahan karena belum ada putusan inkracht. Selain itu dari tahap penyidikan hingga persidangan yang bersangkutan sakit yang mana dikuatkan dengan adanya hasil medis dan juga penjamin.”
“Selama belum ada putusan inkracht kami belum bisa melakukan eksekusi,” kata Okky.
Artikel berjudul “Antiklimaks Pengusutan Joker di Balik TPPO Orang-orang Sikka” ini adalah penutup dari kisah pertama yang menyoroti kematian korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) asal Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang ditulis oleh Maria Margaretha Holo atas dukungan Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN) di bawah Program Jurnalisme Aman. Sebelumnya kami menerbitkan “Orang-orang Sikka Terjerat Rantai Perdagangan Orang.” Terima kasih Anda sudah membaca.