Adakah Ganti Rugi Nelayan Terdampak Pagar Laut?

Gunadi—bukan nama sebenarnya, tak bisa menahan kesal ketika ditanya mengenai pagar laut yang sempat membentang puluhan kilometer di wilayah tangkapnya. Seorang nelayan di Tangerang, Banten ini mengaku harus mengitari pagar laut sejauh lima kilometer untuk mencari ikan. “Kalau sulit melewati pagar saya tidak melaut,” kata Gunadi kepada Jaring.id, Rabu, 14 Januari 2025.

Akibatnya, Gunadi mengalami penurunan hasil tangkap. Padahal sebelumnya ia bisa mengangkat ikan dari wilayah pengelolaan perikanan 712 itu hingga 10-15 kilogram. “Setelah ada pemagaran dapatnya 1 kilogram, bahkan 4 ons. Sedangkan bahan bakar mahal. Buat anak dan istri saja tidak cukup dengan hasil tangkapan segitu. Kami mau mengeluh ke mana? Kami Masyarakat kecil yang tidak pernah didengar,” ungkapnya kesal.

Ombudsman RI menaksir kerugian nelayan Tangerang akibat pemasangan pagar laut mencapai Rp7-9 miliar. Bilah bambu tersebut dipetakkan hingga 30 kilometer melintasi 16 desa di 6 kecamatan. Menurut Gunadi, pagar laut sulit dilewati karena berdiamter 10-15 centimeter. Sedangkan panjangnya mencapai 6 meter dengan anyaman bambu, paranet, dan karung berisi pasir agar bambu tetap menancap di dasar laut. “Kalau dari darat Desa Kronjo ke lokasi pagar yang di tengah laut jaraknya 1-2 kilometer. Itu luar biasa,” katanya.

Gunadi bertambah kesal saat mengetahui muara sungai di Desa Kronjo diurug tanpa melibatkan masyarakat pesisir. Hal itu mengakibatkan aliran air hujan tak langsung terbawa ke laut. ”Kalau hujan seperti ini banjir,” kata dia.

Dampak pengkaplingan laut tak hanya dirasakan oleh nelayan Tangerang seperti Gunadi. Kholid Migdar, seorang nelayan asal Serang mengaku kesulitan mencari ikan karena bilah bambu ditancapkan di wilayah 12 mil atau wilayah tangkap nelayan. “Di Tengah geombang cari ikan susah, sekarang di pinggir di pagar, jadi susah. Malah saya melihat pemagaran ini sebagai nelayan tidak punya kedaulatan. Kami cari ikan supaya bisa bayar pajak, tapi di lapangan dipersulit. Negara seperti diatur oleh perusahaan,” kata Kholid kepada Jaring.id, Rabu, 14 Januari 2025.

Sejak kasus ini mencuat Kholid mengaku tak percaya apabila pagar laut dibangun oleh nelayan untuk budidaya kerang hijau, tambak udang, maupun keramba untuk budidaya ikan laut. Sebab penancapan pagar dan kavling yang berada di perairan Tangerang itu membutuhkan biaya besar hingga miliaran Rupiah. ”Bambu itu dihargai Rp15-20 ribu. Butuh berapa miliar itu? Masyarakat sudah susah, ekonomi susah. Budidaya kerang hijau juga bukan begitu modelnya,” katanya bertanya-tanya.

“Jadi kacamata seorang nelayan jangan pernah diukur dengan orang darat. Nelayan itu melaut tak terbatas, bisa ke Tangerang orang Tangerang bisa ke Pontang Serang. Ini satu perairan. Saya merasa terganggu karena saya sering ke wilayah Tangerang,” ia menambahkan.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Banten, Eli Susiyanti sempat menyampaikan bahwa wilayah laut yang dikavling berdampak terhadap 3888 nelayan dengan 1034 kapal di bawah 5 gros tonage. Eli mengklaim pihaknya baru mengetahui kasus tersebut setelah menerima aduan dari nelayan pada 14 Agustus 2024.

Eli menilai ada beberapa regulasi yang dilanggar dalam kasus pengkaplingan laut. Antara lain Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Laut. Sebab pengkaplingan tersebut tak memiliki dokumen Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL). Dokumen ini, menurut Eli, harus dimiliki perusahaan maupun individu yang hendak mengelola ruang laut. “Keberadaan pagar laut belum mempunyai PKKPRL,” kata Eli.

Berdasarkan amatan citra satelit yang dilakukan Jaring.id melalui Planet Lab dan Google Earth. Pagar laut yang dibangun di dekat Sungai Cisadane tersebut berada di area pembangunan PIK 2. Pagar itu terlihat mulai dibangun pada Agustus 2022. Dengan pemindaian menggunakan Google Earth, mula-mula kami mendapati adanya pagar laut sekira 592.18 meter dari bibir Pantai Kali Mati Desa Kohod, Tangerang. Pagar tersebut tampak bertambah panjang hingga 893.88 meter pada Juni 2024.

Salah satu hasil pencitraan satelit menggunakan Planet Labs.

Pagar yang sebelumnya membentang lurus pun kemudian mengalami perubahan pada Mei 2024. Citra satelit menangkap adanya pergeseran dari rangka awal. Perubahan itu tampak terjadi beberapa kali. Keberadaan pagar yang sama juga terekam pada situs peta portal geospasial KKP.

Direktur Pengawasan Sumber Daya Kelautan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Sumono Darwinto saat dikonfirmasi tidak ingin memberi tanggapan lebih jauh mengenai asal mula pembangunan kavling laut. ”Kami tidak punya kapasitas menyampaikan. Semua sudah disampaikan oleh pimpinan kami,” katanya kepada Jaring.id. Selasa, 14 Januari 2025.

Meski begitu, KKP mengklaim telah merancang program bantuan yang tepat untuk nelayan terdampak pagar laut. Staf Khusus Menteri KKP Doni Ismanto menjelaskan pemerintah tengah turun ke lapangan untuk berdialog dengan nelayan setempat. “Hasil dari dialog ini akan menjadi dasar bagi kami untuk merancang program bantuan yang tepat,” ujarnya seperti dilansir Antara pada Selasa, 28 Januari 2025.

Sebelumnya, koalisi masyarakat sipil menolak pengkaplingan laut karena membikin kondisi ekonomi dan ekologi masyarakat pesisir terganggu. Lembaga Bantuan Hukum Muhammadiyah, bahkan, sampai mensomasi pemilik pagar pada 13 Januari 2025 lalu. “Tak ada pihak yang mengaku dan mau bongkar. Kami adukan proses hukum ke Mabes Polri,” kata Ketua Riset dan Advokasi Publik LBHAP PP Muhammadiyah, Gufroni melalui sambungan telepon pada Minggu, 19 Januari 2025.

PP Muhammadiyah menduga adanya dugaan tindak pidana terkait Undang-Undang nomor 1 Tahun 214 tentang Pengelolaan Pulau Pesisir dan Pulau Kecil. Dalam hal ini, Gufron menyampaikan ada 7 nama dalam aduan tersebut. Salah satu nama yang disebut Gufroni yakni PT Agung Sedayu, dan Ali Hanafiah—tangan kanan perusahaan Agung Sedayu. “Sangat erat hubunganya. Kami sebut PT Agung Sedayu perlu dimintai klarifikasi Mabes, ada video pekerja diperintahkan Agung Sedayu,” kata Gufroni.

Gufroni menilai munculnya sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) yang dikeluarkan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional di wilayah yang diduga akan menjadi kawasan perluasan PIK 2 adalah kejahatan serius. “Ini kejahatan sistematis lautan dikuasai lalu diperjualbelikan. Ini bahaya bagi wibaya negara karena laut dijadikan ajang mencari cuan,” kata Gufroni. Ia meminta agar pemerintah daerah maupun BPN mencabut peruntukan laut untuk HGB agar tak terjadi komersialisasi ruang laut untuk kepentingan pribadi. “Saya yakin ATR BPN mau melakukan evaluasi itu semua,” lanjutnya.

HGB yang disebut oleh Gufroni terlacak pada aplikasi BHUMI milik Kementerian ATR BPN. Pada aplikasi itu terdapat tanda biru yang berada persis di pagar. Bidang tanah itu terekam di aplikasi bertipe hak kosong dengan luas 231.685 meter persegi setara dengan 231 kilometer persegi. Situs itu juga merekam peta laut yang sudah terkavling sebanyak puluhan dari luas HGB 348 meter persegi. Keberadaan HGB pagar dan kavling di atas ruang laut itu juga menabrak atau tumpang tindih dengan kawasan hutan mangrove yang berstatus dilindungi seluas 100.100 meter persegi.

Menteri ATR BPN, Nusron Wahid sebelumnya menyampaikan bahwa area pagar laut di perairan Tangerang memiliki sertifikat HGB dan Hak Milik (SHM). “Kami memandang sertifikat cacat prosedur dan cacat material,” kata Nusron Wahid pada Rabu, 22 Januari 2025. Ia menegaskan baru mencabut 50 sertifikat milik perusahaan yang berada di ruang laut. “Berdasarkan PP Nomor 15 Tahun 2021 selama sertifikat tersebut belum lima tahun, maka Kementerian memiliki hak untuk mencabutnya dan membatalkan tanpa proses perintah pengadilan,” kata dia.

Kementerian ATR BPN menemukan sebanyak 263 bidang SHGB yang terdiri dari 234 bidang SHGB atas nama PT Intan Agung Makmur, 20 bidang SHGB atas nama PT Cahaya Inti Sentosa, dan 9 Bidang atas nama perorangan, dan 17 bidang SHM. Jaring.id menelusuri pemilik perusahaan tersebut, salah satunya PT Cahaya Inti Sentosa yang merupakan anak usaha dari PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk milik Sugianto Kusuma atau Aguan. Perusahaan itu diakuisisi pada akhir 2023 untuk menjalankan bisnis properti.

Pada pamflet pemasaran yang didapat oleh Jaring.id, PIK 2 sedianya akan mengembangkan perumahan elite dengan harga berkisar Rp 1- 11 miliar dengan luas tanah mulai 45-324 meter persegi. Perumahan itu nantinya akan terintegrasi dengan moda transportasi Light Rail Transit (LRT), Bus Transjakarta, dan kereta bandara. Untuk mewujudkan itu, PIK 2 melakukan Memorandum of Understanding (MoU) antara Pemerintah DKI Jakarta, Banten, dan Kabupaten Tangerang, serta pihak PT Kereta Api Indonesia.

Tahun yang sama PT Mega Andalan Sukses anak Agung Sedayu Group menjalin MoU dengan perusahaan asal Thailand Eurasia Silk Road Co., Ltd yang ditunjuk oleh Office of Small Medium Enterprise Promotion (OSMEP) untuk pemasok produk dan peralatan UMKM dari Thailand. Perusahaan akan menempatkan barang asal Thailand di Si Mian Fo area PIK 2. Area tersebut juga akan dibangun Kawasan wisata religi Budha. Berdasarkan penelusuran database perusahaan di Thailand, Eurasia Silk Road Co., Ltd juga bergerak dibidang property, pengobatan, dan farmasi. MoU itu ditandatangani pada Agusus 2023, sekitar 1 tahun setalah pagar dibangun.

Direktur Utama PANI, Sugianto Kusuma di sela-sela akuisisi saham anak perusahaan pada Desember 2023 lalu mengatakan hal itu bagian dari strategi bisnis jangka panjang perusahaan untuk mengembangkan perumahan. “Kami sangat optimistis dengan prospek bisnis PANI di masa depan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia secara umum,” katanya di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Corporate Secretary PT Pantai Indah Kapuk Tbk atau PANI yang merupakan usaha dari PT Agung Sedayu, Christy Grassela belum memberikan tanggapan saat dihubungi melalui telepon dan pesan singkat.

Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti wahyu Trenggono menyampaikan akan mengusut tuntas pemagaran laut di perairan Tangerang. Ia mengaku telah menerima arahan dari Presiden Prabowo Subianto untuk melakukan proses hukum. “Tadi arahan bapak presiden satu selidiki sampai tuntas secara hukum, supaya kita harus benar koridor hukumnya. Apabila tidak ada itu harus menjadi milik negara,” kata Trenggono saat menyampaikan konferensi pers pada Rabu, 22 Januari 2025.

Berdasarkan Peta Rencana Tata Ruang Banten diketahui bahwa ada upaya untuk melakukan reklamasi di wilayah pemagaran laut. Sementara itu, Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 16 tahun 2024 tentang Dokumen Perencanaan Pengelolaan hasil Sedimentasi di Laut menyebutkan daerah Banten membutuhkan sumber material reklamasi sebanyak 11.488.800 meter kubik. Dalam dokumen itu juga menyebutkan ada tiga tempat yang memperoleh izin KPPRL. Kawasan pemagaran laut tak termasuk dalam dokumen perencanaan.

KKP, ATR BPN, TNI Angkatan Laut, Bakamla, dan sejumlah pemerintah daerah membongkar pagar laut pada Rabu 22 Januari 2025. Sebanyak 280 lebih armada, mulai dari kapal pengawas KKP, URC, tugboat, RIB, serta sea rider dikerahkan bersama 460 personel.

Pembongkaran dilakukan dengan menarik pagar menggunakan tali. Metode ini membuat bagian bawah pagar ikut tercabut sehingga tidak menyisakan batang bambu di dasar lautan. Estimasi proses pembongkaran hingga selesai memakan waktu maksimal 10 hari.

Kendati demikian, Trenggono mewanti-wanti terjadinya reklamasi terlebih adanya sertifikat HGB dan SHM yang diterbitkan oleh ATR BPN. ”Kegiatan di ruang laut tidak boleh (sembarangan). Harus ada izin. Di pesisir sampai ke laut tidak boleh. Harus ada izin. Kami pastikan kalau secara ekologi menjadi sesuatu yang penting tidak boleh ada bangunan maka itu ditetapkan tidak boleh ada apa-apa siapapun yang izin pasti kita larang, tapi kalau boleh berkembang untuk kepentingan ekonomi ya bisa diberikan itu izin. Siapapun harus minta izin,” tegasnya.

Melawan Kusta dari Jongaya

Gapura bercat merah putih dengan ornamen kemerdekaan menjadi penanda awal keberadaan Kompleks Jongaya di Kecamatan Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Permukiman ini dikenal sejak puluhan

Berlangganan Kabar Terbaru dari Kami

GRATIS, cukup daftarkan emailmu disini.