Sejumlah jenderal polisi diduga melakukan pelanggaran kode etik dalam misteri kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Hal ini tertuang dalam surat bernomor ST/1628/VIII/KEP/2022 yang diteken Listyo Sigit Prabowo, Kepala Kepolisian Indonesia pada Kamis, 4 Agustus 2022. “TR khusus untuk memutasi dan tentunya harapan saya proses penanganan tindak pidana terkait dengan meninggalnya Brigadir Yoshua ke depan akan berjalan dengan baik,” ungkapnya dalam jumpa pers di Mabes Polri kemarin.
Di samping Inspektur Jenderal Ferdy Sambo yang dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Mabes Polri, ada beberapa perwira yang turut diberhentikan. Di antaranya 3 perwira tinggi bintang satu, 5 komisaris besar, 3 ajun komisaris besar polisi, 2 komisaris polisi, 7 perwira pertama, serta bintara dan tamtama yang berjumlah 5 orang. Empat orang di antaranya telah diamankan. “Ada 4 orang yang kita tempatkan di tempat khusus selama 30 hari,” kata dia.
Menurut Kapolri, belasan perwira polisi ini dimutasi ke Pelayanan Markas (Yanma) Polri, termasuk Ferdy Sambo. Sementara jabatan Kadiv Propam Polri diserahkan kepada Irjen Pol Syahardiantono.
Hingga semalam, menurut Kapolri Listyo, tim khusus yang dipimpin Irwasum Komjen Pol Agung Budi Maryoto telah memeriksa 25 orang. Mereka berasal dari Divisi Propam, Polres Jakarta Selatan, Bareskrim Polri, dan Polda Metro Jaya. Antara lain Karo Paminal Divisi Propam Polri Brigjen Hendra Kurniawan dan Brigadir Jenderal Benny Ali. Hendra sempat disebut-sebut sebagai orang yang melarang keluarga Yosua melihat jenazah.
“Kami periksa terkait ketidakprofesionalan dalam penanganan TKP dan juga beberapa hal yang saya harap itu membuat proses olah TKP dan juga hambatan dalam hal penanganan penyidikan yang tentunya kami ingin bisa berjalan dengan baik,” terang Listyo.
Penanganan tempat kejadian perkara dan penyidikan yang dimaksud Listyo berkaitan dengan kematian Yosua di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan pada Jumat, 8 Juli 2022. Mula-mula, pihak kepolisian menyebut kematian Brigadir Yosua disebabkan oleh adu tembak dengan Bharada Eliezer. Saat itu, Kepolisian Jakarta Selatan menyimpulkan insiden tersebut dipicu oleh pelecehan yang dilakukan Yosua terhadap Putri Candrawathi, isteri Ferdy Sambo.
Baca juga: Yang Tertinggal di Tubuh Brigadir Yosua
Sejak insiden itu terjadi, sejumlah kejanggalan dilaporkan oleh keluarga Yosua melalui kuasa hukumnya sebagai kasus dugaan pembunuhan berencana. Pasalnya, terdapat sejumlah luka tidak wajar di tubuh korban, raibnya telepon genggam Yosua, proses autopsi juga dinilai cacat prosedur sehingga perlu dilakukan ekshumasi, serta kejanggalan lain seperti proses penggantian decoder kamera pengawas (CCTV) di kompleks rumah dinas Sambo. “Yang jelas rekan-rekan tahu ada CCTV rusak yang diambil pada saat di satpam dan itu juga sudah kita dalami,” jelasnya.
Listyo berharap dapat segera mengungkap kasus yang dapat perhatian dari Presiden Joko Widodo. “Kami akan menjalankan proses pemeriksaan terkait dengan pelanggaran kode etik dan tentunya apabila diperlukan proses pidana, kami akan memproses pidana yang dimaksud,” ia menegaskan.
Kemarin, Kamis, 4 Agustus 2022, Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri memeriksa Irjen Ferdi Sambo hingga tujuh jam. Datang sekitar Pukul 10.00 WIB, Ferdy baru keluar dari gedung Bareskrim sekitar Pukul 17.00 WIB.
Baik sebelum maupun sesudah pemeriksaan, Ferdy Sambo tidak banyak berkomentar ihwal pemeriksaannya. Ia hanya meminta maaf kepada institusi Polri atas peristiwa yang terjadi di rumah dinasnya. Dengan pengawalan ketat, Ferdy pun menyampaikan belasungkawa kepada keluarga korban. “Semoga keluarga diberi kekuatan. Namun semua itu terlepas dari apa yang telah dilakukan Yosua kepada istri dan keluarga saya,” ucapnya.
Sambo pun menyerahkan seluruh proses pemeriksaan kepada tim khusus yang telah dibentuk Kapolri. Ia mengaku sudah memberikan semua keterangan dan kesaksian terkait insiden yang menewaskan Yosua.
“Saya sudah memberikan keterangan apa yang saya ketahui, saya lihat, saya saksikan terkait dengan peristiwa yang terjadi di rumah dinas saya di Duren Tiga. Mari sama sama kita percayakan kepada tim khusus yang akan menjelaskan secara terang benderang. Itu saja yang bisa saya sampaikan untuk lengkapnya bisa tanyakan kepada penyidik,” kata dia sebelum meninggalkan gedung Bareskrim Polri.
***
Sebelumnya, penyidik Polri telah menetapkan seorang tersangka, yakni Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu setelah memeriksa puluhan orang saksi. Menurut Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Andi Rian, Bharada E dikenai Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) jo Pasal 55 dan 56. Pasal yang pertama tentang pembunuhan. “Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang, diancam dengan pembunuhan dengan pidana penjara paling lama 15 tahun,” demikian bunyi Pasal 338 KUHP.
Baca juga: Ekshumasi dan Urutan Waktu Kematian Brigadir Yosua
Adapun dua pasal lain, yakni Pasal 55 dan 56 KUHP mengatur pidana terhadap orang yang berkomplot atau turut serta melakukan kejahatan. Dengan demikian, menurut ahli hukum pidana Universitas Trisakti Jakarta, Abdul Fickar, pelaku dalam kasus kematian Yosua bukan satu orang. “Pencantuman Pasal 55 dan 56 KUHP itu menyiratkan dakwaan ditujukan pada perbuatan pembunuhan itu bukan tanggung jawab satu orang, tetapi ada peserta yang bersama sama. Pasal 55 KUHP umpamanya yang menyuruh dan sebagainya, juga ada yang membantu dan berkedudukan sebagai pembantu pada Pasal 56 KUHP, peran membantu saja,” katanya.
“Artinya ada orang lain yang seharusnya bertanggung jawab selain Bharada E. Siapa otaknya di antara para pelaku? itu yg akan digali JPU di pengadilan. Seharusnya ini dijadikan kesempatan juga oleh Polri untuk membersihkan oknum-oknum polisi yang terlibat dengan Tim khusus bisa ditembus semua hambatan yuridis maupun psikologis,” ia menambahkan.
Penyidik Polri sendiri mengaku masih melakukan pendalaman terhadap keterlibatan orang lain dalam kasus yang terjadi hampir sebulan lalu. “Pemeriksaan belum selesai. Masih dalam pengembangan,” kata Brigjen Andi dalam keterangan pers beberapa hari lalu, Rabu, 3 Agustus 2022.
Penetapan Eliezer sebagai tersangka merupakan langkah maju dalam penyidikan kasus yang terjadi di rumah dinas Sambo. Salah satu tim kuasa hukum keluarga Yosua, Eka Prasetya mengapresiasi langkah penyidik menetapkan tersangka dengan Pasal 338 jo 55 dan 56 KUP. Meski begitu, pihaknya meyakini bahwa kasus ini mesti melalui pendekatan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. “Kami masih berpegang teguh pada Pasal 340 KUHP, karena ada ancaman, video call dengan pacarnya juga ada, jadi itu yang kami yakini,” kata Eka melalui sambungan telepon, Kamis, 4 Agustus 2022.
Sementara itu, pengacara Bharada Eliezer, Andreas Nahot Silitonga mengaku bingung dengan penetapan tersangka. Pasalnya saat pengumuman berlangsung, kliennya masih melalui proses pemeriksaan. “Penetapan tersangka terjadi di Pukul 10.00 lewat malam,” terang Andreas.
“Kami sayangkan memang prosedurnya. Saya sudah dari awal menyatakan bahwa sebenarnya klien kami dan kami juga sebagai tim kuasa hukum insyaallah kooperatif dengan proses yang ada dan menyampaikan apa adanya,” ia menambahkan.