Malini Subramaniam, penerima CPJ International Press Freedom Awards 2016, adalah satu dari sedikit wartawan yang melaporkan dari wilayah Bastar di negara bagian Chhattisgarh– pusat konflik antara Maoist dan pasukan keamanan – hingga awal 2016. Kebanyakan wartawan bekerja Chhattisgarh hanya sementara dan mereka bermarkas di tempat-tempat yang lebih aman, seperti ibukota negara bagian, Raipur.
Kontras dengan konflik di Kashmir, di sini hanya sedikit yang tahu tentang pemberotakan berpuluh-puluh tahun lamanya di “Koridor Merah” India, di mana kaum Maoist memimpin pemberontakan untuk menuntut bagian lebih besar dari sumber daya alam kawasan tersebut untuk masyarakat adat setempat. Mantan Perdana Menteri India Manmohan Singh mengatakan bahwa pemberontakan kaum Maoist adalah tantangan keamanan internal terbesar yang dihadap negeri itu.
Malini menulis berita tentang kekeraan oleh polisi dan tentara, kekerasan seksual terhadap perempuan dan pemenjaraan anak-anak, penutupan sekolah-sekolah, pembunuhan sewenang-wenang, dan ancaman terhadap para wartawan di kawasan itu. Kontributor untuk situs berita Scroll.In, pernah diinterogasi, dilecehkan oleh polisi dan anggota kelompok anarkis pro-polisi, terkait peliputan kritisnya tentang pelanggaran HAM dan politik. Polisi berusaha untuk memfitnahnya dan melabelinya sebagai agen Maoist.
Februari lalu, sekelompok anarkis mulai memprotes di luar rumah Subramaniam, berteriak “Mati Malini Subramaniam.” Orang-orang itu berusaha untuk mengajak para tetangganya menyerang rumahnya. Di tengah malam, para penyerang yang tidak dikenal melempar batu-batu ke rumahnya, tempat ia tinggal bersama putrinya.
Malini mengatakan kepada CPJ bahwa polisi mengizinkan dia untuk mengajukan pengaduan yang semula mereka tolak ke First Information Report, sebuah langkah penting untuk memulai penyelidikan polisi. Berhari-hari kemudian, polisi akhirnya mendaftarkan Laporan Informasi Pertama, tapi Malini mengatakan bahwa laporan itu lemah karena tidak menyebut nama individu dan karena tuduhannya hanya terkait pada pelanggaran dan perusakan propertinya.
Akhir bulan itu, pembantu rumah tangga Subramaniam dan pemilik rumah kontrakannya ditahan polisi untuk diinterogasi. Polisi diduga menekan pemilik rumah untuk mengusir sang jurnalis. Taktik ini juga digunakan untuk mengusir para aktivis dan pengacara HAM. “Ketika ancaman-ancaman tidak berhasil, polisi menargetkan orang-orang yang bekerja untuknya atau yang menyewakan rumah mereka,” kata Malini.
Malini memutuskan untuk meninggalkan Bastar, menyadari bahwa orang-orang di sekitarnya bisa menerima akibat karena pekerjaannya. Sejak kepergian Malini, wartawan, aktivis HAM, termasuk para pengacara yang membela wartawan-wartawan yang dipenjara, dan seorang koresponden BBC pada sebuah perjalanan peliputan juga telah diusir dari kawasan Bastar.
Wartawan-wartawan yang bekerja di Chhattisgarh berada di bawah kondisi yang berbahaya, seperti ditunjukkan riset CPJ. Polisi menekan para jurnalis untuk bertindak sebagai informan dan memenjara mereka yang memberitakan mereka secara kritis, sementara itu, pihak pemberontak pun kerap menyerang jurnalis yang diduga menulis berita soal pemberontak secara kritis. Paling tidak empat jurnalis dipenjara di Chhattisgarh, dan banyak lainnya yang tidak bisa membuat berita secara bebas karena tekanan dari negara maupun dari pemberontak Moist. Menurut riset CPJ, beberapa wartawan terbunuh dalam konflik tersebut. (*)