Wantannas: Tak Cukup Pertahanan

Wacana pembentukan Dewan Keamanan Nasional (DKN) kembali mencuat setelah Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) melakukan sejumlah pertemuan dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Kementerian Pertahanan. Mereka mendorong agar rencana pembentukan DKN yang sebelumnya tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 segera direalisasikan.

Kepada wartawan Jaring.id, Abdus Somad, Wantannas melalui Pembantu Deputi Urusan Lingkungan Alam Kedeputian Bidang Sistem Nasional Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas), Brigjen TNI Karev Marpaung dan Analisis Kebijakan Sosial Budaya Wantannas, Kolonel TNI AU Oktav Siagian menjelaskan hal ihwal rencana pembentukan DKN. Dalam wawancara yang berlangsung hampir dua jam tersebut, Wantannas menyatakan tengah mengusahakan agar DKN terbentuk tahun ini.

Bisa dijelaskan barang apa DKN ini? 

Karev: Rencana pembentukan DKN hampir 10 tahun lalu. Di zaman Presiden Jokowi coba dimasukkan ke RPJMN 2015-2019. DKN ini merupakan sebuah forum sidang yang pimpinannya adalah presiden. Anggota tetapnya dari kementerian, sementara anggota tidak tetap dari nonkementerian. Tugasnya memberikan arahan serta mengambil keputusan bersama yang berkaitan dengan ancaman nasional yang bersifat urgent, kritis dan mendesak. DKN itu hanya sebuah forum untuk mengambil keputusan yang strategis guna menyelesaikan masalah. Bisa dikatakan DKN ini bukan barang baru. Dulu pernah menjadi Dewan Pertahanan dan Keamanan Nasional (Wanhankamnas), bahkan pernah jadi Dewan Keamanan Nasional. Lalu sekarang bertransformasi menjadi Wantannas. Hanya saja nomenklaturnya berbeda.

Hal apa saja yang akan diurusi DKN?

Karev: Berbagai masalah. Keamanan nasional itu tidak hanya sebatas keamanan yang kecil seperti kamtibnas. Tapi ini semua bidang kehidupan mencakup ideologi, politik, sosial, ekonomi bahkan sampai ke kesehatan. Misalnya sekarang ada ancaman wabah virus corona. Ancaman di China tidak hanya mencakup nasional bahkan internasional, tapi di Indonesia belum. Belajar dari itu, tidak hanya menteri kesehatan saja yang terlibat, PMK dan Kemensos bisa dilibatkan. Semua stakeholder akan turun. 

Oktav: Ancaman yang bisa mengancam negara dulu kan militer. Sekarang multidimensi, ada radikalisme, ekonomi, kesehatan, siber. Untuk itu diperlukan konsep yang terintegrasi.

DKN dianggap produk berbahaya karena mencoba menghidupkan kembali keterlibatan militer ke ranah sipil. Terlebih konsep keamanannya multitafsir?

Konsep keamanan kita sudah ada di UU Intelijen. Dalam UU, keamanan nasional dibagi menjadi 4 dimensi, yakni keamanan manusia, keamanan dan ketertiban masyarakat, keamanan dalam negeri dan pertahanan negara. Kalau mereka (koalisi-red) bilang konsepnya belum jelas, salah. Konsepnya sudah ada UU Intelijen. Tinggal dilanjutkan dengan membuat sistem kamnasnya, termasuk  di dalamnya dibentuk lembaga seperti di negara demokrasi lain. Dikenal dengan Dewan Keamanan Nasional yang menjadi sarana presiden dalam memutuskan hal-hal yang krusial, kritis, mendesak dan strategis melalui sidang dan sekretaris jenderalnya juga sebagai penasihat bidang keamanan nasional. Di luar negeri sebagai national security advisor dan membantu presiden merumuskan strategi keamanan nasional. 

 Apakah tidak akan terjadi tumpang tindih fungsi?

Oktav: Tidak akan ada tumpang tindih, karena tugas DKN hanya forum sidang. Yang memimpin kan presiden. Dihadiri oleh seluruh anggota lintas kementerian koordinator, bahkan non-KL juga bisa hadir. Ini DKN tugasnya bukan mengkoordinir kementerian koordinator.

Lalu di mana letak perbedaannya?

Oktav: Misalnya Kemenkopolhukam tugasnya mengoordinasikan kementerian di bawahnya untuk melaksanakan agenda maupun program kerja. Mereka akan fokus pada program internal kementerian agar berjalan dengan smooth. DKN itu bekerjanya tidak operasional. Tidak mengkoordinasikan KL. Ibaratnya DKN itu otaknya presiden. Kementerian koordinator itu tangan presiden, kementerian teknis kakinya, DKN ini otaknya. Kita hanya memberikan saran kepada presiden. Level koordinasinya yang tertinggi yaitu lintas menko dalam hal yang bersifat krusial, kritis, strategis dan mendesak. DKN sebagai wadah yang disiapkan Negara untuk tempat koordinasi tertinggi itu, sehingga bisa saja semua menko dan menteri terkait hadir dan dipimpin presiden. Sementara sekretaris jenderal mengkoordinasikan K/L dalam membuat bahan sidang. Jadi bukan mengkoordinir aksi, yang aksi K/L sesuai keputusan sidang. Jadi sekali lagi DKN bukan operasional, sehingga tidak overlape. Justru DKN mengisi kekosongan perangkat presiden. Demikian juga katanya sudah ada Kantor Staf Presiden (KSP) untuk apa DKN? Jika kita belajar sistem dan tupoksi, KSP jelas berbeda dengan DKN.

Amanah UU Pertahanan ialah Dewan Pertahanan Nasional, mengapa justru membentuk DKN?

Oktav: Ini sudah dibahas lama di Kementerian Pertahanan. Kemhan tidak mau bentuk itu, karena kesalahan dalam pemahaman frasa pertahanan dan keamanan. Dulu karena masa reformasi, pertahanan dan keamanan dipisah. Akhirnya dalam UU Pertahanan tidak ada kata keamanan. Padahal pertahanan adalah salah satu dimensi atau bagian dari konsep keamanan nasional. Seharusnya dalam pasal itu adalah Dewan Keamanan Nasional bukan Dewan Pertahanan. Jika menggunakan nomenklatur pertahanan, maka ruang lingkupnya akan sempit dan kecil. Masalah keamanan ekonomi? tidak bisa, hanya pertahanan dan itu kecil sekali.

Karev: Ini yang dibicarakan pertahanan TNI saja. Mana ada bicara masalah wabah, ekonomi, pengendalian massa aksi. Mereka hanya bisa bantu Polri, kalau disuruh.

Apa sebetulnya urgensinya?

Oktav: Kalau masalah urgensi sebenarnya sudah mendesak. Di semua negara demokrasi memiliki DKN dalam rangka menjaga sistem demokrasi. Bisa dikatakan DKN ini sebuah wadah untuk melindungi presiden agar tidak otoriter. Ini seolah terbalik persepsinya dengan adanya DKN kita dianggap akan otoriter. Justru DKN ini wadah agar presiden tidak absolut dalam mengambil keputusan. Tokoh masyarakat bisa hadir, PBNU (Nahdlatul Ulama), PP Muhamadiyah. Presiden posisinya sebagai kepala negara, bukan hanya kepala pemerintah. Kehadiran DKN ini justru ingin menghindari dan mencegah tindakan otoriter dari presiden. 

Karev: Kita bukan alatnya presiden untuk melakukan tindakan. Ini lembaga tidak perlu ditakutkan. Justru lembaga ini mengawal demokrasi. Kita tidak seperti organisasi Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) yang akan “mengambil” orang.

Kalau terbentuk, apa langkah pertama kali yang dilakukan oleh DKN?

Oktav: Berkaca pada Amerika, mereka punya National Security Strategis (NSS) untuk mengkonsep keamanan nasional agar tetap terjaga. Pertanyaanya, apakah Indonesia punya? Tidak ada. Di Indonesia, masing-masing kementerian mempunyai konsep sendiri. Kementerian Pertahanan buat konsep pertahanan sendiri, polisi bikin sendiri, perekonomian bikin sendiri, mana strategi induknya? Ini seharusnya yang membuat DKN. Kita ingin membuat kebijakan kamnas seperti NSS. Bagaimana kebijakan strategi dan keamanan nasional itu akan menjadi suatu pijakkan masing-masing stakeholder KL dan non-KL saat membuat program maupun kebijakan. Seperti modul bela negara yang kita buat, itu kemudian menjadi acuan di tiap lembaga.

Karev: Harapannya kalau ada NSS setiap instansi KL ada program untuk mengantisipasi (ancaman keamanan nasional). Jangan ada kejadian, baru mulai membuat kebijakan.

Sudah berapa kali pertemuan dilakukan guna memfinalisasi pembentukan DKN?

Oktav: Sudah sering, lebih dari tiga kali. Kita mengajak Bappenas. Kadang mereka ke Wantannas, kadang kita ke Bappenas.

Apakah benar DKN akan dibentuk lewat peraturan presiden?

Karev: Sebetulnya melalui apapun bisa. Kita ketahui ini kan sifatnya strategis. Kita lihat perjalanannya cukup alot karena memang banyak orang kurang mengerti, kurang paham, sehingga mereka katakan banyak hal.

Agar lebih cepat?

Kalau melalui UU, maka harus melalui DPR dan kementerian. Satu sisi DKN sifatnya mendesak, bisa jadi ini tarik ulur dan lama. Dulu UU Keamanan Nasional (Kamnas) hampir terbentuk, tapi tarik ulurnya alot. Kalau menunggu UU Kamnas akan berlarut-larut dan tidak akan jadi. Ini sangat urgent untuk presiden. Mohon maaf, mungkin pak Presiden belum terinformasikan secara rinci apa kepentingannya adanya DKN. Kami berharap bisa memberikan penjelasan, tapi kami punya keterbatasan untuk bisa langsung menyampaikan serta memaparkan konsep DKN. Meski demikian, kita akan berusaha menjelaskan ini kepada beliau. Ini sangat penting untuk beliau. Program nasional bisa berjalan mulus kalau ada jaminan keamanan nasional.

Lantas pembahasanya sudah sampai sejauh mana?

Masih dalam proses. Kita belum menargetkan sebulan, dua bulan jadi. Kita diminta mendiskusikan secara komprehensif. Untuk itu kita terbuka kalau ada yang belum paham, maupun yang ingin tahu soal DKN. Sudah ada konsep. Kita akan mengundang pakar untuk berdiskusi. Ini kebutuhan bukan untuk kita, ini kebutuhan Negara.

Dirjen PSDKP KKP: Kami Bisa Membaur dengan Pelaku

Berdasarkan indeks risiko IUU Fishing yang dirilis Global Initiative Against Transnational Organized Crime (Gitoc) pada Desember 2023, Indonesia tercatat sebagai negara terburuk keenam dari 152 negara dalam menangani praktik illegal, Uunreported, and unregulated fishing (IUUF).

Berlangganan Kabar Terbaru dari Kami

GRATIS, cukup daftarkan emailmu disini.