Seteru Menahun Peremajaan Gereja Tua

Allahu Akbar! Allahu Akbar!

Pekik takbir sesekali terlontar dari balik deretan punggung polisi yang sudah sejak pagi menyelubungi pagar Gereja Santo Joseph di Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau. Saat itu Kamis, 6 Februari 2020 pagi sekitar Pukul 09.00 WIB. Sekumpulan orang yang mengatasnamakan Aliansi Peduli Kabupaten Karimun (APKK) memprotes rencana pemugaran bangunan Gereja yang sudah berdiri sejak 1928.

“Romi! Hoi Romi! Kau tengok mukaku ini,” teriak salah seorang sambil mengacungkan telunjuknya ke arah Romi—panggilan dari Romesko Purba, salah seorang panitia pembangunan Gereja (PPG).

Yang punya nama bergeming. Lamat-lamat telinganya pengang. Kerja membersihkan aula rapuh berusia 90 tahun lebih pun tak tuntas hari itu.

“Aku istirahat sebentar ya. Dipanggil Romo,” izin Romi kepada beberapa temannya.

“Jangan masuk, jangan masuk. Romo tidak tahu situasi,” timpal seorang kawan.

“Sudah kamu masuk saja lah,” kata seorang lain menyarankan lantaran situasi berangsur panas.

Aparat Kepolisian Sektor Karimun tampak tak bisa berbuat banyak selain menenangkan pendemo yang mulai mencabuti seng pembatas bangunan dan menggempakan pagar Gereja bercat hijau. Bahkan di antara pendemo ada orang yang tampak menggapai-gapai hendak merangsek ke dalam komplek Gereja Santo Joseph.

“Hoi Romi, jangan lari kau. Hoi Romi jangan lari kau,” hardik lelaki yang mengaku bernama Berry ketika melihat Romi membalikkan badan menuju Pastoran

Mengenakan jubah putih, Kristiono Widodo berjalan menuju kerumunan. Dua anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang melihat kehadirannya bergegas mendampingi dengan meloncati pagar. Di tengah kawalan itu, pria yang akrab dipanggil Romo Kris tersebut berniat untuk mengajak pendemo berbicara dengan tenang. Namun belum sempat ia berbicara, mereka bersungut bahwa sudah tak ada lagi yang dapat dibicarakan.

“Tak ada penjelasan lagi. Tak ada nego-nego kita. Bongkar ini semua,” teriak beberapa pendemo dalam video Youtube berdurasi lebih dari 4 menit yang diunggah Paroki Santo Joseph Tanjung Balai Karimun pada Februari 2020 lalu.

Protes keras dari sedikit orang tersebut berlangsung hampir seharian. Menjelang sore, pihak Kepolisian Karimun membawa Romesko ke kantor yang letaknya hanya terpisah Jalan Trikora dari Gereja Santo Joseph. Mendengar salah seorang perwakilan Gereja dijemput polisi, salah seorang petinggi Gereja dan sejumlah PPG menyusul. Sementara itu, Romo Kristiono menemui Bupati Karimun, Aunur Rafiq dan Kepala Polres Karimun, Yos Guntur Yudi.

“Pastor Paroki keberatan dan minta dibuatkan surat jaminan tidak ditahan dan Pastor ikut,” kata Romesko kepada Jaring.id pada Selasa, 18 Februari 2020.

Guna menenangkan para pendemo, Bupati Karimun Aunur menyampaikan isi pertemuan pada malam itu. Menurut Aunur, ada tiga hal yang disepakati FUIB dan pihak Gereja, antara lain terkait relokasi bangunan, peralihan status Gereja menjadi cagar budaya, dan pencabutan izin mendirikan bangunan (IMB). Ketiga hal ini akan dibundel untuk dibicarakan lebih lanjut bersama Uskup Pangkalpinang Mgr. Sunarko OFM dan Kementerian Agama.

“Saya meminta sebagaimana surat edaran kami, masing-masing pihak menahan diri. Tidak melakukan aksi-aksi demo dan pihak Gereja tidak melakukan aktivitas pembangunan,” ungkap Bupati Aunur Rafiq dalam video yang diperoleh Jaring.id.

***

Polemik pembangunan Gereja Santo Joseph bermula pada 2012. Ketika itu pihak Gereja merasa perlu menambah kapasitas rumah ibadah mereka. Menurut Kristiono Widodo, bangunan yang berdiri sejak 1928 itu tak lagi dapat menampung jemaat yang kini jumlahnya dua ribu orang lebih. Sejumlah batang kayu pun hampir tandas dimakan rayap. Bila tak segera diperbaiki, salah-salah dapat mencelakai jemaat yang tengah beribadah.

“Kapasitas Gereja saat ini hanya 100 orang. Sementara umat yang datang bisa mencapai 600 orang,” kata Romo Kris dalam jumpa pers pada 25 Oktober 2019.

Pada Mei 2012, panitia mulai bekerja mengumpulkan dukungan berupa tanda tangan warga sekitar. PPG memeroleh 107 dari 60 tanda tangan dukungan masyarakat non-Katolik sesuai Peraturan Bersama Menteri (PBM) Nomor 8 dan 9 Tahun 2006. Di samping itu, panitia pembangunan Gereja (PPG) juga telah menyiapkan rangka bentuk (desain) bangunan baru berlantai dua, lengkap dengan simbol-simbol keagamaan seperti salib dan patung Bunda Maria.

Mula-mula, otoritas setempat seperti Kelurahan Tanjung Balai menerbitkan surat rekomendasi bernomor 011/VII/2012 dan Surat Keterangan Izin Sempadanan Bangunan bernomor 09/648/TGB/01.1001/VII/2012. Lewat surat rekomendasi tersebut Gereja bisa mengantongi Surat Rekomendasi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) bernomor 30/648/VII/2012 dari Usai dari Kecamatan Karimun. Proses pengumpulan syarat tersebut dilakukan selama setahun.

Hingga Mei 2013, panitia sudah mengumpulkan sejumlah syarat administrasi. Antara lain, surat rekomendasi Forum Kerukunan Umat Beragamat (FKUB) tingkat kecamatan dan kabupaten, lalu Kementerian Agama Kabupaten Karimun hingga izin Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR). Surat rekomendasi itu diperlukan untuk mendapat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP).

Namun lebih dari setahun, izin yang diharapkan tak kunjung diterbitkan sekalipun panitia sudah mendapat surat rekomendasi IMB dari Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Karimun bernomor 21/IMB/DPU/2013. Menurut Romesko Purba, surat rekomendasi amdal dari Dinas Lingkungan Hidup tak kunjung terbit lantaran adanya penolakan sebagian masyarakat terhadap rencana pemugaran Gereja.

Adalah Zainuddin Ahmad— kini menjabat sebagai anggota DPRD Provinsi Kepulauan Riau 2019-2024—yang mengomandoi penolakan warga permukiman Belakang Tangsi Budaya Club (BBC). Selain mempersoalan peletakan patung Bunda Maria beserta salib di halaman Gereja, Zainuddin tidak ingin bangunan gereja tua tersebut digubah menjadi dua lantai. Saat kasus ini mencuat, Zainuddin sempat duduk di kursi Dewan Karimun periode 2014-2019.

“Pembangun rumah ibadah sifatnya krusial, seharusnya Pemkab Karimun mengundang masyarakat sekitar dan masyarakat Karimun pada umumnya untuk dilakukan musyawarah apakah menyetujui akan dibangunnya Gereja di lokasi tersebut atau tidak. Ini agar tidak menjadi permasalahan di belakang hari, seperti yang terjadi Jumat kemarin (25/10/2019) di mana terjadi aksi penolakan dari puluhan masyarakat muslim yang ada di Karimun,” kata Zainuddin seperti yang dikutip Karimuntoday.com pada 26 Oktober 2020.

Penolakan ini kemudian membuat sejumlah lembaga lain kompak menarik surat rekomendasi yang sudah diberikan. Kementerian Agama Kabupaten Karimun dan FKUB Karimun, masing-masing menarik surat rekomendasi pada Juni 2013. Hal itu tercantum dalam surat penolakan DPMPTSP terhadap permohonan IMB dari DPMPTSP. Pemugaran Gereja pun kandas setelah pemerintah setempat mengembalikan berkas perizinan pada Oktober 2013.

Sejak itu, PPG di hadapkan pada jalan buntu. Janji Pemerintah Kabupaten Karimun untuk memediasi atau memfasilitasi pertemuan dengan kelompok penentang tak pernah terjadi. Hingga beberapa tahun kemudian pengurusan izin terbengkalai hingga lima tahun berselang.

***

Asa meremajakan Gereja Santo Joseph baru diangkat kembali oleh Adrianus Sunarko pada 2018. Uskup Keuskupan Pangkalpinang yang menjabat sejak 23 September 2017 ini mengurai satu per satu masalah dengan cara mengakomodir permintaan pemrotes. Ia merevisi desain Gereja yang semula berlantai dua menjadi hanya satu lantai, serta tak memajang salib dan patung di luar gedung Gereja. Pengubahan desain bangunan tersebut disetujui otoritas setempat dengan memberikan izin mendirikan bangunan (IMB) Nomor 0386/DPMPTSP/IMB-81/2019 pada 2 Oktober 2019

Walaupun sudah berbekal IMB, kelompok penentang pembangunan tak patah arang. Sementara panitia menyiapkan acara peletakan batu pertama pada Jumat, 25 Oktober 2019, sejumlah orang kembali melakukan aksi jalanan dari balik pagar Gereja. Bahkan, mereka tak segan menyetel musik dengan pengeras suara ketika puluhan jemaat Gereja melakukan ibadah keagamaan. Mereka menuntut agar Bupati Karimun mencabut IMB Gereja Santo Josep.

“Warga BBC Menolak!!! IMB No!! Renovasi Yes!! Rumah Ibadah Gereja Katolik Santo Yusup Karimun. Warga BBC RT. 01 RW. 01,” demikian petikan spanduk yang terpancang di sekitar Gereja pada 20 Juni 2019.

Romesko Purba, Ketua Bidang Humas Panitia Pembangunan Gereja dan Pastoran (PPG) mengungkapkan bahwa gelombang protes justru makin masif setelah IMB diterbitkan.

“Saat kita makan-makan habis perayaan sederhana, para pendemo itu berteriak-teriak,” ungkap Romesko heran kepada Jaring.id.

Sebagian besar wajah dari pemrotes bahkan tidak dikenali Romesko. Ia menduga puluhan orang tersebut tidak berasal dari permukiman di sekitar Gereja.

“Saya sudah 13 tahun di Karimun. Saya hafal wajah-wajah mereka,” tambahnya.

Meski begitu pihak Gereja memutuskan untuk menunda pembangunan. Keputusan ini dibuat setelah Uskup Adrianus bertemu dengan Bupati Aunur Rafiq di Mapolres Karimun. Dalam proses mediasi tersebut, bupati meminta agar Gereja membatalkan rencana peletakan batu pertama. Hal ini diikuti dengan penandatanganan surat kesepakatan damai antara Zainuddin Ahmad dengan Pastor Paroki pada 21 November 2019.

“Namun Bupati tetap minta peletakan batu pertama dibatalkan, tapi Pastor Paroki tetap diperbolehkan melakukan Ibadah Syukur di Gereja pada keesokan hari. Bupati juga meminta untuk menunda rencana pembangunan tiga bulan terhitung sejak 25 Oktober 2019,” kata Romesko saat ditemui Jaring.id di Jakarta pada 18 Februari 2020.

Bertolok pada kesepakatan tersebut panitia Gereja memanfaatkan waktu tiga bulan untuk menyosialisasikan rencana pembangunan kepada masyarakat sekitar. Sementara itu, pemerintah daerah mengklaim akan beraudiensi dengan para pemrotes. Namun, hingga lewat batas waktu penundaan, yakni 6 Februari 2020, tahap awal pemugaran Gereja kembali diprotes puluhan orang.

“Itu pun belum merobohkan bangunan, baru membersihkan komplek di dalam untuk persiapan memulai pembangunan. Pada saat itulah didemo oleh APKK berlangsung,” kata Romo Hans Jenarut, Humas PPG Paroki Santo Joseph pengganti Romesko Purba melalui sambungan telepon pada 26 Maret 2020.

Protes kali itu bukan datang dari Zainuddin, tetapi Hasyim Tugiran. Selain melakukan aksi jalanan, Ketua Aliansi Peduli Kabupaten Karimun (APKK) ini menggugat pemerintah Kabupaten Karimun ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Tanjung Pinang untuk mencabut IMB Gereja Santo Joseph.

“Saya bikin gugatan karena ini tidak mengikuti syarat, dilanggar beberapa peraturan. Perizinan yang sebenarnya dibuat 2012 itu kemudian di keluarkan 2019. Kan tidak etis lagi. Sudah tujuh tahun kan,” kata Hasyim Tugiran kepada Jaring.id lewat sambungan telepon pada 11 April 2020.


Naskah berjudul “Seteru Menahun Peremajaan Gereja Tua” ini merupakan bagian pertama dari tiga cerita tentang jalan damai pendirian rumah ibadah. Kali ini kami menggunakan pendekatan jurnalisme solusi guna menggali pengalaman gereja menuntaskan konflik menahun. Simak dua cerita lain yang akan jaring.id terbitkan tiap hari mulai hari ini

Melawan Kusta dari Jongaya

Gapura bercat merah putih dengan ornamen kemerdekaan menjadi penanda awal keberadaan Kompleks Jongaya di Kecamatan Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Permukiman ini dikenal sejak puluhan

Berlangganan Kabar Terbaru dari Kami

GRATIS, cukup daftarkan emailmu disini.