DITEMUI di rumahnya, Jenderal (Purn) Andika Perkasa akhirnya mau menceritakan rentetan masalah dalam Badan Pengelola Tabungan Wajib Perumahan (BP TWP) TNI Angkatan Darat pada 2018 lalu. Andika, sebelumnya menjabat Panglima TNI (2021-2022), adalah mantan Kepala Staf TNI AD. Mulai dari November 2018 sampai November 2021. Sejak awal menjabat ia langsung memerintahkan agar BP TWP diaudit lantaran ia banyak mendengar cerita miring dalam pengelolaan tabungan perumahan prajurit. “Saya langsung lakukan audit,” ungkap dia, Rabu, 23 Juli 2025.
“Saya tidak mau ada dosa orang lain, tapi saya yang menanggung. Terus saya dituduh. Jadi harus clear bahwa saya menerima kondisi TWP dan Koperasi Angkatan Darat,” lanjutnya.
Investigasi terhadap pengelolaan keuangan BP TWP ketika itu dipimpin oleh Mayor Jenderal Rudi Yulianto, Komandan Pusat Polisi Militer TNI AD 2017-2020. Dari audit pertama BP TWP ditemukan sejumlah masalah, antara lain lenyapnya uang sekitar Rp 381 miliar dari simpanan duit BP TWP AD mencapai Rp 800 miliar.
“Sebelum-sebelumnya saya juga dengar. Praktik-praktik dapat proyek untuk membangun perumahan ini. Saya audit Lengkap. Disitulah ketahuan. Bahwa ada uang yang hilang,” kata Andika saat ditemui di rumahnya pada Rabu, 23 Juli 2025.
Tak ingin masalah bertambah runyam, Andika membekukan sementara BP TWP. Tujuannya untuk menghitung ulang dana perumahan yang terkumpul, serta mengalihkan pengelolaan asetnya ke perbankan. Andika kemudian memilih Bank Tabungan Negara (BTN) karena dianggap mampu dan berpengalaman mengelola simpanan untuk perumahan. “Saya pindahkan semua tabungan prajurit ke BTN,” kata Andika.
Corporate Secretary BTN, Ramon Armando tak menampik adanya kerjasama pengelolaan tabungan perumahan TNI Angkatan Darat sampai 2026. Ruang lingkup kerjasamanya meliputi pengambilalihan KPR, termasuk pemotongan gaji dan penyerahan kembali tabungan bagi prajurit yang telah memasuki masa pensiun. “Hingga saat ini Perjanjian Kerjasama masih berlaku. Terkait pengambilan dana nasabah hal tersebut merupakan hak dan kewenangan nasabah. Dan bank akan menjalankan perintah nasabah apabila telah sesuai dengan syarat dan ketentuan perbankan. Setiap proses pengambilan dana nasabah dilakukan atas permintaan resmi nasabah dan dilaksanakan sesuai dengan prosedur perbankan,” kata Ramon melalui jawaban tertulis pada Kamis, 31 Juli 2025.
Setelah audit rampung Andika dipromosikan menjadi Panglima TNI. Di hari yang sama, Presiden ketujuh Indonesia, Joko Widodo menunjuk KSAD pengganti pada 17 November 2021. Melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 107/TNI/2021 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Kepala Staf TNI Angkatan Darat, Jenderal Dudung Abdurachman dilantik sebagai pimpinan tertinggi di Angkatan Darat.
****
Sebulan menjabat KSAD, Dudung mengubah kebijakan Andika dengan kembali menghidupkan BP TWP. Pada 24 Desember 2021 lewat Surat Perintah Kasad Nomor Sprint/5196/XII/2021, Dudung meneruskan proyek rumah prajurit dengan mengiyakan gelontoran dana sebesar Rp 37 miliar kepada PT Synergi Indojaya Perkasa. Perusahaan ini diperintahkan untuk membangun sebanyak 375 rumah. Belakangan, dia pun membikin kebijakan baru dengan mewajibkan prajurit angkatan 2021-2023 mengambil rumah.

Setahun setelahnya, tepatnya pada 5 Januari 2022, Dudung kembali memerintahkan pencairan uang tabungan BP TWP lewat surat perintah Nomor Sprint/28/I/2022 tentang percepatan pembangunan perumahan KPR Swakelola. Kali ini jumlahnya fantastis karena mencapai Rp 250 miliar kepada PT Rimba Guna Makmur. Perusahaan ini sedianya akan membangun 7.629 unit rumah di 7 wilayah, seperti Semarang, Magelang, Banjar, Palembang, Padang, Pekanbaru, dan Jambi.
Tiga bulan berlalu tepatnya Maret 2023, Dudung kembali menggelontorkan uang TWP melalui Surat Perintah Nomor Sprin/1019/III/2022 senilai Rp 292 miliar kepada 13 perusahaan untuk membangun 4.631 unit rumah.
Rupanya, rencana pembangunan rumah seharga ratusan miliar ini menuai pelbagai masalah. Inspektorat Jenderal Angkatan Darat sampai turun tangan melakukan audit penggunaan uang BP TWP tersebut. Audit dilakukan berdasarkan Sprin/553B/VII/2022 tentang perintah untuk melaksanakan pengawasan post audit yang diterbitkan pada 12 Juli 2022. Ini yang kemudian disebut sebagai audit kedua terhadap BP TWP TNI AD setelah apa yang pernah diperintahkan Andika Perkasa saat menjabat kepala staf TNI AD.
Irjenad yang saat itu dipimpin oleh Inspektur Muda Bagian Umum Inspektorat Jenderal TNI Angkatan Darat Brigadir Jenderal Alvis Anwar tak memerlukan banyak waktu untuk merilis hasil laporan audit. Dimulai pada 22-28 Juli 2022, Irjenad mengumumkan temuannya pada Agustus 2022. Secara garis besar Irjenad menilai kebijakan perumahan prajurit tak tepat.
Sejumlah masalah yang disoroti, antara lain kontrak dengan pengembang, skema pemotongan gaji prajurit meski rumah belum berdiri, kualitas bangunan, fasilitas umum dan sosial yang tidak sesuai penawaran, serta akses yang sulit dijangkau.
Berdasarkan laporan audit yang diperoleh oleh tim IndonesiaLeaks, perintah pencairan dana ratusan miliar oleh Dudung bermasalah lantaran tidak melalui konter paraf dari kepala sekretariat umum, asisten personnel kasad, Inspektorat Jenderal Angkatan Darat, serta wakil kepala staf angkatan darat. “Pencairan dana tidak melalui pejabat berwenang di BP TWP AD, sehingga terdapat surat perintah yang tidak tertanggal dan tidak diparaf,” tulis audit laporan Irjenad. Bahkan dasar pencairan uang tidak dilengkapi dengan rekomendasi calon debitur, maupun hasil verifikasi lapangan yang dilakukan tim angkatan darat.
Tindakan Dudung dianggap bertentangan dengan Keputusan Kepala Staf Angkatan Darat Nomor Kep/181/III/2018 tanggal 12 Maret 2018 tentang Pedoman Pengelolaan Tabungan Wajib Perumahan dan Penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Swakelola. Pada Bab IV tentang tugas dan tanggungjawab disebutkan Kepala BP TWP AD menerbitkan rekomendasi sebagai persetujuan terhadap permohonan calon debitur dengan menyalurkan indeks KPR dan menginformasikan kepada Pejabat personel Kotama/Balakpus, pengembang, serta anggota sebagai calon debitur.
Di samping itu, belied ini menyebut penyaluran dana KPR Swakelola dibayarkan kepada developer dalam tiga tahap, yakni pertama 87,5 persen, tahap kedua 12,5 persen, dan sisanya dibayarkan setelah perumahan rampung disertai dengan penyerahan sertifikat IMB, PBB, dan kuasa jual. Namun yang terjadi Dudung justru menggelontorkan dana tersebut sekaligus. “Pencairan uang BP TWP AD sebesar Rp 568,5 miliar kepada mitra merupakan permasalahan yang kompleks dan berpotensi permasalahan hukum pidana maupun perdata,” tertulis dalam laporan audit.
Irjenad lantas merekomendasikan agar kepala BP TWP menarik kembali dana yang telah disalurkan ke sejumlah perusahaan. Alvis Anwar yang kini berpangkat mayor jenderal enggan memberikan penjelasan. Ia meminta agar IndonesiaLeaks mengkonfirmasi temuan tersebut ke Mabes TNI AD. “Terkait TWP merupakan kewenangan MABES AD. Saat ini saya berdinas di Mabes TNI, sehingga sudah tidak lagi menangani permasalahan TWP. Silahkan mas menghubungi Mabes AD terlebih dahulu dan apabila saya diminta oleh Mabes AD untuk memberikan informasi baru saya bersedia,” ujarnya kepada IndonesiaLeaks pada Rabu, 16 July 2025.
Setahun setelah audit Irjenad dilakukan, BP TWP menyampaikan progres penyelesaian dana percepatan KPR swakelola pada 30 Juni 2023 kepada Irjenad. Dalam surat bernomor B/325/VII/2023, perusahaan yang mendapatkan pembiayaan dari BP TWP AD dinyatakan belum menyelesaikan pertanggungjawabannya.
Alih-alih menghentikan program perumahan prajurit karena setumpuk permasalahan, Dudung justru menerbitkan Surat Telegram bernomor ST/2019/2023 pada 9 Agustus 2023. Isinya mewajibkan prajurit lulusan 2021 sampai 2023 mengambil rumah atau tanah kavling. Surat telegram itu ditandatangani oleh Agus Subiyanto yang kala itu menjabat sebagai Wakil KSAD.

Diperkirakan sebanyak 10-30 ribu prajurit dari angkatan 2021 sampai 2023 terpaksa mengambil rumah lewat KPR swakelola dengan durasi kredit 10-15 tahun. Pembayaran kredit tersebut dilakukan melalui mekanisme deduksi atau pemotongan langsung dari gaji masing-masing prajurit setiap bulan. Dari kesaksian prajurit yang ditemui IndonesiaLeaks, potongan kredit rumah bisa mencapai lebih dari 50% gaji atau sekira Rp 2-2.5 juta. Ditambah pemotongan BP TWP sebesar Rp 150 ribu.
Besarnya potongan tersebut tentu memberatkan para prajurit. Sebab selama ini mereka hanya memperoleh gaji pokok sekitar Rp 3 juta per bulan. Lalu tunjangan kinerja sekitar Rp 2 juta. “Kami terpaksa mengambil, meski tidak mengetahui di mana rumah yang kami beli,” kata Lukman, bukan nama sebenarnya saat ditemui pada 16 Mei 2025.
Prajurit TNI AD yang notabene masih tahun pertama berdinas mengaku belum membutuhkan rumah. Ini karena mayoritas kegiatan prajurit masih dilakukan di barak. “Belum lagi kalau kami dipindah tugas. Kami menilai kami belum membutuhkan rumah,” tegasnya.
Pemotongan hingga setengah dari pendapatan prajurit sebetulnya menyalahi Keputusan Kepala Staf Angkatan Darat Nomor Kep/181/III/2018 tanggal 12 Maret 2018 tentang Pedoman tentang Pengelolaan Tabungan Wajib Perumahan dan Penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Swakelola. Besaran pinjaman prajurit seharusnya tak lebih dari 1/3 penghasilan yang diterima setiap bulan. Artinya dari Rp 5 juta yang diterima, potongan untuk KPR Swakelola dipatok hanya Rp 1,8 juta.
Dua pensiunan jenderal TNI Angkatan Darat yang mengetahui masalah ini menyayangkan apa yang dilakukan Dudung. Terlebih, rekam jejak perusahaan yang ditunjuk selama ini buruk, seperti tidak menyelesaikan proses pembangunan rumah, tidak memberikan jaminan aset kepada BP TWP, dan tidak memiliki surat hak milik lahan, serta izin mendirikan bangunan. “Itu perusahaan-perusahaan bermasalah,” katanya. Karena itu, mereka menduga perintah yang mewajibkan prajurit angkatan 2021-2023 untuk mengambil rumah tak lain adalah upaya Dudung mengganti uang BP TWP sebesar Rp 586,5 miliar.
Dudung Abdurachman saat ditemui tim IndonesiaLeaks membantah tudingan tersebut. Menurutnya, pencairan uang BP TWP kepada para mitra justru untuk mempercepat pembangunan rumah. “Jadi kami suntik. Total suntikan itu hampir Rp 500 sekian miliar. Ada yang Rp 250 miliar. Ada yang Rp 10 miliar. Ada yang Rp 5 miliar. Ada yang Rp 100 miliar. Tergantung besarnya mitra itu,” ujarnya di ruang kerjanya di Kantor Staf Presiden, Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat, Jumat, 18 Juli 2025.
Penasihat Presiden Prabowo Subianto bidang Pertahanan Nasional ini menjelaskan pencairan tidak bisa tidak dilakukan lantaran perusahaan tak lagi memiliki dana untuk menuntaskan masalah sebelumnya. “Pengusaha itu yang tidak bisa menyelesaikan pembangunan rumah. Karena memang dia sudah nggak punya uang. Lalu kami rapatkan. Langkahnya itu tadi (suntik uang),” katanya.
Saat disinggung perihal keputusan mewajibkan prajurit angkatan 2021 sampai 2023 mengambil rumah bertentangan dengan Keputusan Kepala Staf Angkatan Darat Nomor Kep/181/III/2018, Dudung mengaku hanya ingin mendorong agar prajurit segera memiliki rumah.
“Anggota baru masuk tamtama pasti beli handphone, motor, pinjam uang. Pada mereka saya bilang begini, anggota itu wajibkan beli rumah. Kan tidak ada yang beli (perumahan prajurit BP TWP AD). Caranya gampang. Ah wajibkan. Saya bilang kalau nggak begitu, kamu (prajurit) nggak beli-beli rumah,” ungkap dia.
Meski begitu Dudung mengklaim program pemilikan rumah eranya tak akan disetujui bila prajurit dinilai tidak mampu. “Logikanya komandan akan cek gaji, tinggal segini ajukan rumah, kalau nggak tidak akan di acc. Proses seleksinya nggak semudah itu,” ia menambahkan.