Tiga bulan selepas gelaran pemilihan kepala daerah 9 Desember 2020, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Sukabumi masih menyimpan ribuan alat pengukur suhu tubuh (thermogun) di Gudang KPU yang terletak di Komplek Ruko Gaya, Jalan Siliwangi Nomor 92, Cibadak, Sukabumi Jawa Barat. Jumlahnya tidak kurang dari 5.117 alat.
Sesuai Surat Plt. Sekretaris Jenderal KPU RI, Nanang Priyatna Nomor 1184/TU.01-SD/04/SJ/X/2020 tentang Pelaksanaan Hibah Barang Milik Negara berupa Thermogun pada Pilkada Serentak Tahun 2020, barang milik negara (BMN) tersebut mestinya sampai di tiap daerah sebelum hari pemungutan suara 9 Desember lalu. Selepas hajat demokrasi tersebut, penyerahan hibah berupa pistol termometer itu paling lambat dilakukan 21 Desember 2020.
Ketua KPU Kabupaten Sukabumi, Ferry Gustaman mengklaim belum dapat menghibahkan ribuan termometer tembak itu lantaran menunggu pelantikan bupati terpilih. Dia menjamin alat yang hanya dipakai satu kali pada saat pencoblosan itu dalam kondisi baik. “Semua tidak ada masalah,” katanya tiga hari sebelum pelantikan Bupati Sukabumi, Marwan Hamami dan Iyos Somantri pada Jumat, 26 Februari 2021.
Hingga Senin, 22 Maret lalu, Jaring.id telah berulang kali menghubungi Ferry guna mengetahui lebih lanjut perihal penghibahan alkes pilkada. Namun, ia tidak lagi menjawab sambungan telepon maupun pesan singkat yang telah dilayangkan.
Sementara itu, sekitar 594,3 kilometer dari Sukabumi, KPU Surakarta malah bergerak lebih cepat untuk mengibahkan termometer tembak kepada pemerintah daerah. Komisioner KPU Surakarta, Nurul Sutarti mengaku tidak ingin berlama-lama menyimpan barang berkategori milik negara. “Saat itu masih berfungsi. Kalau rusak harus buat surat pernyataan dan harus mengganti,” ujar Nurul Sutarti kepada Jaring.id saat dihubungi melalui telepon, Kamis, 2 Februari 2021.
KPU Kota Solo menghibahkan 1.231 unit alat pengukur suhu tubuh. Jumlah ini sesuai dengan tempat pemungutan suara (TPS) yang didirikan di Solo. Kata Nurul, proses serah terima disaksikan langsung oleh Walikota Solo saat itu, Fransiskus Xaverius Rudy Rudyatmo pada 21 Desember 2021. “Kita tandatangani bersama,” kata Nurul.
Pistol termometer yang dihibahkan KPU kepada pemerintah daerah merupakan satu dari alat kesehatan yang wajib tersedia pada saat pemungutan suara pemilihan kepala daerah awal Desember tahun lalu. Hal ini berdasarkan Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pilkada dalam Kondisi Bencana Nonalam Covid-19 yang menyebut bahwa APD di TPS terdiri dari alat pengukur suhu tubuh, cairan antiseptik, tempat cuci tangan dan sabun, masker serta baju hazmat.
Untuk mengadakan beberapa alat pelindung diri (APD) selama pandemi Covid-19 tersebut, KPU melakukan tender konsolidasi untuk beberapa penyelenggara pilkada daerah, antara lain di Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Karawang, Kabupaten Bandung, Kabupaten Cianjur, dan Indramayu pada Oktober 2020.
Laman layanan pengadaan secara elektronik (LPSE) KPU memuat pagu pengadaan 300.017 pistol termometer sebesar Rp 153 miliar dengan harga perkiraan yang ditetapkan pejabat pembuat komitmen atau HPS mencapai Rp 139 miliar. Sedangkan tender konsolidasi masker dan pakaian hazmat bernilai pagu masing-masing sebesar Rp 109 miliar dan Rp 53 miliar. Dari jumlah itu HPS yang dipatok KPU mencapai Rp 107 miliar untuk masker dan Rp 48 miliar guna membeli pakaian hazmat. Namun sepekan menjelang hari pemungutan suara, KPU sempat kesulitan memenuhi kebutuhan alat kesehatan.
Ombudsman Republik Indonesia (ORI) pada akhir November tahun lalu sempat mencatat keterlambatan distribusi alat kesehatan di sejumlah daerah. Dari 31 KPU/kabupaten/kota yang menggelar Pilkada, menurut Anggota Ombudsman, Adrianus Meliala, sekitar 72 persen atau 22 KPU di daerah belum menerima APD. “Hingga H-7 belum didistribusikan sama sekali oleh KPU pusat,” ujar Adrianus Meliala kepada Jaring.id, 20 Januari 2021.
Padahal berdasarkan Surat KPU Nomor 858/PP.09.2.-SD/07/KPU/X2020, proses distribusi alkes pilkada dilakukan pada minggu ke-4 November hingga awal minggu Desember.
Keterlambatan distribusi thermogun, masker, dan pakaian hazmat ini diakui penyelenggara pilkada di daerah. Komisioner KPU, Surakarta, Nurul Surtati mengungkapkan bahwa hingga Jumat, 20 November 2020, pihaknya baru bisa mendistribusikan kelengkapan Pilkada 2020 berupa face shield, ember untuk cuci tangan, disinfektan, kantong plastik sampah, sarung tangan plastik, handsanitizer, sabun cuci tangan, dan tisu.
Menurut Nurul, keterlambatan distribusi APD di daerahnya disebabkan oleh tersendatnya proses tender konsolidasi yang dilakukan KPU RI. Akibatnya KPU Solo sampai harus menggunakan katalog elektronik (e-katalog) untuk membeli tiga APD yang dibutuhkan selama pencoblosan. “Kita diminta untuk klik kebutuhan di e-katalog,” kata Nurul.
Sistem e-katalog merupakan pengadaan yang memuat daftar, jenis, spesifikasi dan harga barang/jasa. Para penyedia barang maupun jasa dapat memberikan penawaran dalam katalog tersebut. Adapun angggaran yang digunakan untuk membeli APD bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang dikelola oleh KPU daerah masing-masing. “Tapi spesifikasi alat ditentukan KPU pusat,” ujar Nurul. Kebutuhan dan spesifikasi teknis thermogun mengacu pada Surat Plt.Sekretaris Jenderal KPU RI Nomor 488/PP.08.2-SD/SJ/VI/2020 pada 12 Juni 2020
Senada dengan KPU Solo, Komisioner KPU Kota Balikpapan, Noor Thoha memilih e-katalog alih-alih tender konsolidasi di pusat. “Kalau diadakan di RI kapan kita menerima? Makanya pengadaan barang terkait pemilu tidak mungkin sentral. Kalau sentral, pemilu selesai, baru datang barangnya,” kata Noor Thoha saat dihubungi Jaring.id, Rabu, 4 Februari 2021.
Komisioner KPU RI yang mengurusi logistik Pilkada, Pramono Ubaid Tantowi tak menampik karut-marut pengadaan alat kesehatan pada Pilkada 2020 lalu. Ia membenarkan bahwa KPU menggunakan dua skema pengadaan untuk membeli alkes. Tender konsolidasi dilakukan agar KPU dapat menggantisipasi masalah ketersedian barang di masing-masing daerah. “Karena situasi pandemi maka KPU harus berurusan dengan APD. Kami coba memfasilitasi di daerah yang tidak berpengalaman,” ujarnya.
Melalui skema pembelian tersebut, KPU membeli 13 jenis alat kesehatan, seperti masker sebanyak 900.051 box, thermogun (300.017 unit), baju hazmat (300.017), sarung tangan latex (300.017 box). Keempat barang ini masuk dalam tender konsolidasi. Selain itu ada juga pembelian penyanitasi tangan (600.034 botol), disinfektan (600.034 botol), sabun cair (600.034 botol), face shield (2.700.153 unit), sprayer (300.017 buah), tempat air (600.034 buah) yang masuk tender konsolidasi provinsi. Sisanya, sarung tangan plastik pemilih (3.000.170 box), kantong plastik (300.017) dan tisu (900.051) masuk pembelian KPU kabupaten/kota. Namun, beberapa pengadaan tersebut gagal lantaran perusahaan yang semula bertanggung jawab mengadakan APD memilih mundur di tengah jalan.
Menurut Pramono, pihak perusahaan tidak mampu menyediakan barang yang diminta dalam batas waktu yang telah disepakati. Oleh sebab itu, pihaknya saat itu memutuskan untuk segera melakukan pemutusan kontrak pemenang tender konsolidasi. Bila tidak dilakukan cepat, kata Pramono, Pilkada 2020 lalu tidak dapat diselenggarakan.
“KPU harus ambil keputusan cepat. Tanpa itu, maka Pilkada 9 Desember tidak bisa berlangsung,” kata Pramono saat memberikan keterangan dalam acara daring peluncuran pemantauan hasil Pilkada Serentak 2020 yang diselenggarakan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Jum’at, 5 Maret 2021.
Dalam hal ini, Pramono menyakinkan bahwa KPU tidak melakukan tindakkan di luar aturan saat melakukan pengadaan APD Pilkada 2020. “Kita tidak main main. Tidak macam-macam. Tidak ada deal kesepakatan di bawah meja. Itu komitmen KPU,” ujar Pramono.
Saat disinggung mengenai pembelian barang dari China pun Pramono dengan lantang membantah tudingan tersebut. Menurutnya, APD pada Pilkada 2020 dibeli dari perusahaan dalam negeri. Kendati demikian, Pramono tak menyebut perusahaan mana yang dimaksud. “Mekanismenya berkomunikasi dengan penyedia. Pengadaan dari China tidak ada,” kata Pramono. Dia mengklaim seluruh kebutuhan APD dapat terpenuhi hingga H-1 pemungutan suara. “Setelah menjalani berbagi proses alhamdulillah terpenuhi. Pengirimannya telah dimaksimalkan sampai hari H. Semua kekurangan bisa terkirim ke seluruh TPS,” ujarnya.
Dalam LPSE KPU, pemenang tender konsolidasi pengadaan termometer tembak di antaranya ialah PT Cantika Putri Mandiri senilai Rp 114.513.824.850, PT Tahta Djaga International (Rp 122.330.241.044) dan Sumber Alam Putra Lestari (Rp 50.027.974.684).
Dalam penelusuran Jaring.id, ketiga perusahaan tersebut tidak memiliki kapasitas untuk melakukan pengadaan alat kesehatan. Beberapa di antaranya bahkan bergerak di bidang jasa kontruksi bangunan dan usaha sablon. Sementara untuk penyedia masker sekali pakai dimenangkan oleh Sumber Alam Putra Lestari (Rp 68.003.585.230), PT Megatrade Sari Makmur (Rp 80.925.528.200), PT Putra Nusa Abadi (Rp 93.169.966.128) dan PT Rajawali Nusindo (Rp 57.163.882.380). Dari empat perusahaan, hanya PT Rajawali Nusindo yang memiliki rekam jejak menyediakan alat kesehatan.
Hal ini jelas tak sesuai dengan Peraturan LKPP Nomor 13 Tahun 2018 dan surat edaran LKPP Nomor 3 tahun 2020 tentang Pengadaan Darurat di mana perusahaan penyedia barang disyaratkan memiliki pengalaman atau pernah/sedang melaksanakan proyek pengadaan sejenis. “Putus kontrak untuk yang wanprestasi,” tegas Pramono.
Sejak awal Maret ini, Jaring.id telah berusaha menghubungi tiga perusahaan pemenang tender termometer. Dua perusahaan, yakni PT Chantika Putri Mandiri dan PT Tahta Djaga International tidak memberikan jawaban. Sementara PT Sumber Alam Putra Lestari yang diketahui bergerak dibidang usaha sablon berjanji akan menghubungi Jaring.id. “Nanti pihak kami yang menghubungi,” ujar Ari selaku marketing PT Sumber Alam Putra Lestari yang memenangkan tender pakaian hazmat, thermogun, dan sarung tangan latex, Selasa, 9 Maret 2021. Namun hingga tulisan ini terbit, perusahaan yang berlokasi di salah satu rukan di Grand Puri Niaga, Kembangan, Jakarta Barat ini belum juga memberikan jawaban ihwal pembatalan tender.
Penggunaan dua metode pembelian alat kesehatan Pilkada 2020 turut dipertanyakan Indonesia Corruption Watch (ICW). Menurut Koordinator Divisi Kampanye ICW, Siti Juliantari, KPU perlu menjelaskan hal ihwal tender konsolidasi alat kesehatan Pilkada 2020 di saat KPU di daerah memesan barang kebutuhan yang sama melalui e-katalog. “Tender ada proses biding, pengecekan dan lain-lan. Kalau sudah e-katalog, pakai e-katalog saja. Ini lebih cepat, hemat waktu dan lebih murah. Kalau ada dua, ini aneh,” ungkap Tari kepada Jaring.id, Rabu, 24 Februari 2021.
Kejanggalan lain yang ditemukan ICW ialah raibnya kode rencana umum pengadaan (RUP) pada pengadaan konsolidasi masker sekali pakai berkode tender 8056724. Selain itu, pengadaan sarung tangan latex dengan nilai pagu Rp 3.202.356.225 juga tidak memiliki kode RUP. Padahal sesuai Pasal 9 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa, pengguna anggaran wajib menetapkan dan mengumumkannya pada sistem informasi pengadaan elektronik. “Harusnya RUP itu diumukan melalui sistem informasi umum pengadaan berbasis web ketika penetapan alokasi anggaran selesai,” kata Tari. Hal ini berguna agar proses pengadaan tersebut lebih transparan dan menonjolkan persaingan sehat antar perusahaan penyedia barang.
“Ketika tidak terpublikasi dapat memicu pertanyaan mengapa tak dipublikasi? Apakah ada kelalaian? Akhirnya tujuan transparan, kompetitif, tidak tercapai. Pengadaan jalan tanpa ada informasi perencanaan terlebih dahulu,” ujar Tari menambahkan.
Hal senada diungkapkan Fajar Adi Hermawan dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP). Menurutnya, lembaga negara perlu memerhatikan apakah pengadaan itu efektif dan efisien, serta dapat dipertangungjawabkan akuntabilitasnya sekalipun dalam kondisi darurat. ”Kalau pakai satu efisien mengapa pakai dua?” tanya Fajar saat dihubungi Jaring.id melalui telepon, Senin, 8 Maret 2021.