Pakaian Muhammad Wira hari itu lebih tebal ketimbang biasanya. Anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPSS) TPS 52, Kelurahan Abadi Jaya, Kecamatan Sukmajaya, Depok, Jawa Barat ini sebelumnya hanya mengenakan kemeja biru. Tapi Rabu siang 9 Desember 2020 lalu, ia harus melapisi kemejanya dengan pakaian dekontaminasi, hazmat. Tiga lapis sarung tangan, dua masker dan pelindung wajah adalah alat pelindung diri lain yang menempel di tubuhnya.
Saking banyaknya perlengkapan yang harus ia gunakan, Wira sampai lupa merekatkan baju hazmat hingga leher. Kerah kemeja birunya masih menyembul ketika ia mengambil suara pasien positif Covid-19. “Takut mah takut, tetapi berdoa saja supaya tidak kenapa-kenapa,” ujar Wira ditemui sesaat sebelum menjemput suara pasien Covid pada 9 Desember 2020.
Wira adalah salah seorang petugas pencoblosan yang secara sukarela menjemput suara pasien isolasi mandiri Covid-19 di Depok. Sementara rekannya yang lain justru saling tunjuk ketika diminta Ketua KPPS TPS 52, I Gede Dwi untuk melayani pasien isolasi. Karena tak ada yang bersedia selain Wira, I Gede terpaksa ikut melayani pencoblosan pasien Covid-19. Mereka mengunjungi seorang warga Kecamatan Sukmajaya yang tengah mengisolasi diri secara mandiri. Dari balik pagar rumah bernomor 287 itu ia mendapati 3 anggota keluarga lain di dalam rumah. Salah satu di antaranya mereka masih anak-anak.
“Tiba-tiba keluarga meminta kami masuk,” kata I Gede Dwi kepada Jaring pada 9 Desember 2020.
[irp posts=”8888″ name=”Protokol Kesehatan di Beberapa TPS Jabar Minim”]
Sesuai imbauan Dinas Kesehatan Kota Depok, petugas pemilihan tidak diperkenankan masuk ke rumah pasien isolasi mandiri. Dinas menganjurkan agar pencoblosan dilakukan di luar rumah dengan jarak aman tak kurang dari 1,5 meter. Di dalam ruangan seluas 3 x 3 itu, Dwi bahkan lupa memberikan sarung tangan kepada pasien. “Kita juga ingin buru-buru, tidak kepikiran lagi itu protokol,” ucapnya.
Berdasarkan data dari Kecamatan Sukmajaya dan Dinas Kesehatan Kota Depok, terdapat satu pasien isolasi mandiri yang terdaftar sebagai pemilih di TPS 52. Sementara data Pusat Informasi dan Koordinasi Covid-19 setempat hingga 7 Desember 2020 menunjukkan Sukmajaya menjadi Kecamatan terbanyak kasus konfirmasi positif Covid-19 di Kota Depok dengan 400 kasus aktif.
Sementara di Rumah Sakit Darurat Lapangan (RSDL) Indrapura, Surabaya sedikitnya ada 70 dari 240 pasien Covid-19 yang terdaftar sebagai pemilih. Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Krembangan, Febryanto Nugroho menceritakan bahwa petugas pencoblosan mesti masuk ruang isolasi lantaran pihak RS tidak mengizinkan pasien beranjak dari ranjang. Sebab itu, petugas mesti mengenakan APD standar level 3 agar aman berinteraksi dengan pasien. “Kami sudah berkoordinasi, untuk APD-nya rumah sakit menyokong agar APD yang dipakai kualitasnya sesuai,” ujarnya.
Meskipun sudah dibekali APD sesuai standar, masuk ke ruangan isolasi pasien covid-19 menjadi momok bagi petugas pemugutan suara. Anggota KPPS yang bertugas menjemput suara di RSUD Wongsonegoro Kota Semarang, Purwanto mengaku sempat ragu. Ia dan rekannya sempat saling dorong di ambang pintu masuk ruang isolasi. “Saya akui, saya memang takut. Kepikiran keluarga yang ada di rumah,” kata Purwanto.
[irp posts=”9376″ name=”Soal Pemilihan Saat Pandemi, Ada Beberapa Kesamaan Indonesia dengan Myanmar”]
Setelah mengambil nafas dalam-dalam, Purwanto memberanikan diri untuk menjemput suara. Selama berada di ruang isolasi, ia berupaya tak bersentuhan dengan barang-barang di ruang tersebut.
Dari 160 orang yang terdaftar akan mencoblos di ruang isolasi RSUD Wongsonegoro, hanya 80 orang yang berhasil menggunakan suara. Sisanya terkendala jumlah surat suara, serta terbatasnya waktu pemilihan untuk pasien isolasi. Komisi Pemilihan Umum (KPU) hanya mengalokasikan waktu satu jam dari Pukul 12.00-13.00.
Di Kabupaten Pemalang, anggota KPPS di TPS 13 Kelurahan Bojongbata, Fathin Hariz bertugas di ruang isolasi RSUD Dr M Ashari. Baginya pengalaman tersebut serupa uji nyali. Meski awalnya takut, ia memberanikan diri bertemu langsung pasien isolasi. “Biasanya saya bertugas melayani rapid test saja, jadi ya sempat takut. Tapi anggota KPPS yang lain juga tidak ada yang berani,” ujarnya Fathin yang sehari-hari bekerja sebagai perawat.
Ketika masuk ke ruang isolasi, Fathin menyerahkan surat suara serta paku buat mencoblos. Untuk menjaga kerahasiaan pilihan pasien, ia memunggungi pasien saat menggunakan hak pilihnya. Surat suara dimasukkan ke dalam kantong plastik sebelum disemprot cairan disinfektan.
[irp posts=”8884″ name=”PPK Kecamatan Kebingungan Teknis Mencoblos Bagi Pasien Covid-19 di RSDL”]
Pasal 73 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah mengatur ketentuan pemilih yang sedang menjalani isolasi karena Covid-19. Kelompok KPPS boleh mendatangi pasien jika disetujui saksi dan panwaslu kelurahan/desa atau pengawas TPS. Namun tidak semua pasien isolasi bisa menggunakan hak pilihnya.
Pasien Covid-19 di RSUD Merauke, Papua tak diizinkan untuk mengikuti pilkada. Menurut Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Merauke, Theresia Mahuze, pihaknya hanya bisa melayani pasien selain Covid-19. Petugas dilarang oleh pihak rumah sakit untuk masuk ke ruang isolasi. “Kami sebelumnya telah berkoordinasi dengan Direktur RSUD Merauke agar diakomodasi,” katanya pada Rabu, 9 Desember 2020.
Sedangkan di Medan, pasien Covid-19 di RS Universitas Sumatera Utara (USU) dan RS Pirngadi Medan memilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya. Padahal, petugas pemilihan sudah memfasilitasi penjemputan suara pasien, baik yang Covid-19 maupun tidak. “Kita sudah minta ke keluarga pasien untuk mendaftar, namun tidak ada satupun yang mendaftar,” kata Humas RS USU Muhammad Zeinizen merujuk surat keterangan pindah memilih (A5)
Jumlah pasien di RSUD Dr Pirngadi Medan yang tidak menggunakan hak pilih berjumlah 58 orang. Dari jumlah tersebut, 12 di antaranya pasien Covid-19. (Debora B. Sinambela)