Membuat Tim Videografi: Panduan GIJN untuk Media Kecil

Dahulu, di masa kelulusan saya dari sekolah pascasarjana, produksi video digadang-gadang akan menjadi tren besar. Perusahaan media dari seluruh dunia berbondong-bondong merekrut pekerja lepas (freelancer) dan staf purnawaktu (full-time) untuk memproduksi video berita. Dengan pengalaman sebagai produser, saya terdorong membeli kamera pertama saya dan menjadi jurnalis video lepas. Sejak saat itu, pengalaman saya terus berkembang; beberapa kali saya tergabung dalam suatu tim besar beranggotakan puluhan orang untuk membuat film dokumenter sekaligus memproduksi video saya sendiri, termasuk mengambil gambar dan mengedit.

Bertahun-tahun lamanya perusahaan media, terutama di Amerika Serikat, mengikuti tren ini dan mengalihkan fokusnya ke produksi video. Beberapa bahkan menggantikan jurnalis cetaknya dengan jurnalis video dan berfokus sepenuhnya pada produksi konten media sosial.

Dengan staf yang digaji sangat tinggi tersebut, banyak yang tidak mempertimbangkan berbagai tantangan yang ada terkait model pendapatan dan keberlanjutan bisnisnya. Alhasil, hanya dalam waktu beberapa tahun, divisi berita video ini, bahkan yang telah berhasil meraih jutaan pelanggan (subscriber) dengan video yang juga ditonton jutaan kali, seperti Left Field dari NBC dan Great Big Story dari CNN pun punah.

Gambar: Unsplash

Meski tren ini kini tidak sepanas dulu, video tetap menjadi format penyampaian berita yang unggul, yang bisa mengikuti bujet yang dikeluarkan. Situs web penyedia layanan streaming video, baik raksasa seperti YouTube maupun berbagai situs web tayangan berbayar (pay-per-view) yang belum begitu populer, menjadi sarana bagi jurnalis visual untuk menjangkau kelompok audiens yang berbeda, bahkan yang lebih besar atau audiens internasional sekali pun, sehingga karyanya dapat tersiar lebih luas. Layanan ini juga dapat menjadi alternatif bagi perusahaan media untuk menghasilkan pendapatan lewat karyanya.

Untuk informasi lebih lanjut tentang tren terkini di dunia penerbitan konten video (video publishing), silakan simak laporan WNIP ini.

Bagi media kecil, seperti organisasi jurnalisme investigasi nirlaba, memiliki tim videografinya sendiri bisa membuka jalan kerja sama dengan jaringan televisi yang umumnya memiliki anggaran lebih tinggi dibandingkan perusahaan media cetak. Model bisnis ini bisa menjadi sumber pendapatan andalan, misalnya, dengan memberikan layanan bertarif harian, mengerjakan proyek video khusus, atau menjual arsip video.

Panduan ini bertujuan membantu media kecil di bidang jurnalisme investigasi dengan bujet dan jumlah staf yang terbatas agar dapat mulai memproduksi video berita pertamanya. 

 

21 Langkah persiapan dalam memproduksi video

Jangan jadikan penghargaan Oscar atau kontrak dengan Netflix sebagai target awal Anda. Bukan masalah kalau tim yang Anda miliki masih kecil dan belum berpengalaman. Di awal, kesalahan adalah hal lumrah dan seperti saat berlatih menulis berita, Anda pasti akan banyak belajar.

  1. Mulai dari yang Sederhana

Jika belum berpengalaman, Anda bisa mencoba memasukkan aspek visual ke dalam artikel berita dengan menggabungkan foto dan video. Pertimbangkan juga unsur multimedia sedari awal, yaitu sejak tahap pengonsepan berita. Sering kali setelah investigasi selesai dilakukan, jurnalis baru teringat bahwa foto dan video ternyata diperlukan, tetapi kemungkinannya kecil untuk bisa mendapatkannya di fase ini. Sebagai langkah awal, Anda bisa menambahkan beberapa foto atau video pendek di antara paragraf berita atau mencantumkannya sebagai elemen pendukung. Anda bahkan juga bisa merekam wawancara dengan narasumber utama untuk artikel berita tersebut.

Jika ada anggarannya, pelatihan untuk staf bisa diadakan. Kemungkinannya pun ada anggota tim yang cukup ahli dalam mengambil gambar atau video dan hanya butuh dilatih serta didampingi lebih lanjut mengingat sudah lebih dari sepuluh tahun kamera berkualitas tinggi tertanam di ponsel yang kita gunakan.

Untuk mendukung kegiatan produksi video ini, Anda juga bisa menggunakan metode urun daya (crowdsourcing). Sabine Krayenbühl, sutradara dan editor berkebangsaan Swiss peraih penghargaan dan nominasi Oscar ini, menyarankan bahwa setelah ada fokus yang jelas untuk kegiatan kita, langkah strategis perlu diambil segera.

“Meningkatnya popularitas media sosial bisa dimanfaatkan untuk memantik minat orang-orang untuk keperluan penggalangan dana atau distribusi [konten yang kita buat],” jelas Krayenbühl yang telah menggunakan metode crowdsourcing untuk menggalang dana untuk film dokumenter buatannya. “Orang cenderung antusias saat bisa terlibat dalam membangun sesuatu. Untuk melakukannya, kita tidak perlu situs web, cuma perlu halaman Facebook atau akun Instagram saja.”

Meski demikian, kita perlu mencurahkan waktu agar crowdsourcing berjalan mulus. Ia juga menyarankan untuk merencanakan seluruh aspek kegiatan ini, termasuk kapan harus memberi tahu donor dan imbalan apa yang mereka dapat. Menurutnya, sebagai seorang videografer baru, kita harus menghitung biaya tambahan untuk sayembara (giveaway) yang diadakan dengan menyertakannya ke dalam jumlah dana yang ingin dikumpulkan.

“Sebaiknya beri tahu secara spesifik nilai sumbangan yang diminta untuk aspek tertentu dari produksi, seperti untuk royalti musik ketimbang untuk keseluruhan produksi,” tuturnya. “Dengan begitu, orang mengetahui apa tujuan dari kontribusi yang diberikan dan aspek mana saja yang tercakup. Mereka jadi merasa punya andil atas karya tersebut.”

2. Kembangkan strategi produksi video

Lakukan riset untuk mengetahui peluang yang ada. Berikut adalah beberapa hal yang perlu dipertimbangkan di awal.

  • Apakah ada organisasi lain di sekitar Anda yang memproduksi konten video dengan bujet minim? Bagaimana model bisnisnya? Lalu, siapakah audiens Anda? Apakah terjangkau secara online atau offline? Seberapa besar? Penerjemahan konten video dari bahasa yang digunakan audiens Anda ke dalam bahasa Inggris dapat menjadi cara untuk meningkatkan jumlah audiens internasional yang dijangkau dan potensi pendapatan.
  • Dari mana sumber dana kegiatan produksi Anda? Sebagai langkah awal, Anda bisa mengajukan permohonan untuk memperoleh hibah jurnalisme sekaligus menyertakan biaya perekrutan freelancer ke dalam laporan pengeluaran. Permohonan untuk memperoleh hibah film dokumenter juga bisa dicoba.
  • Apakah ada program televisi lokal atau regional atau program film dokumenter dan berita internasional yang bersedia membeli karya Anda? Kontrak penyediaan konten video untuk perusahaan media besar bisa mendukung kegiatan produksi Anda secara finansial.
  • Jika memilih mendistribusikan konten secara mandiri, apa saluran yang dipilih? Apakah kehadiran platform berbagi konten, seperti YouTube dan Amazon Prime, di negara Anda sudah cukup masif sehingga dapat membantu menjangkau audiens hingga ratusan ribu orang agar dapat mulai memperoleh pendapatan? Sebagai contoh, YouTube mengharuskan Anda sebagai kreator memiliki 1.000 subscriber dan waktu tonton 4.000 jam untuk memperoleh pendapatan. Bahkan jika sudah, tiap tayangan hanya bernilai satu sampai tiga dolar AS. Apakah ada jaringan distribusi konten di wilayah Anda? Apakah masyarakat di wilayah sekitar bersedia membayar untuk menonton karya Anda di bioskop? Jika memilih menyiarkan konten Anda sendiri, apakah ada yang bersedia membayar untuk menontonnya?

Pertimbangan di atas dapat menjadi dasar dalam menganggarkan dana untuk kegiatan produksi video dan dalam menentukan durasi film dokumenter yang Anda buat. Ingat bahwa tidak semua pertanyaan ini harus dijawab sekaligus.

Jika berencana mendistribusikan film dokumenter secara digital, sebaiknya baca tips dari Orly Ravid, pendiri The Film Collaborative, organisasi nirlaba dari Amerika Serikat yang bergerak dalam bidang distribusi konten sekaligus edukasi terkait.

3. Rekrut staf internal atau freelancer?

Ada berbagai cara dalam merekrut orang baru untuk tim videografi. Kita bisa merekrut seorang jurnalis video profesional, jadi hanya ada satu orang yang akan bertanggung jawab atas produksi, peliputan, pengambilan gambar, perekaman suara, dan pengeditan. Kita bisa mendapatkannya dari freelancer yang punya semua keterampilan itu. Opsi lainnya adalah melatih jurnalis cetak kita.

Jika punya anggaran yang lebih besar, kita bisa merekrut beberapa orang sekaligus, baik sebagai staf internal maupun freelancer, yang disiapkan untuk memegang perannya masing-masing: sebagai produser, juru kamera, atau editor. Keuntungan merekrut freelancer salah satunya adalah tidak perlunya membeli peralatan sendiri karena umumnya mereka sudah memilikinya. Namun, ada juga yang mengenakan biaya sewa peralatan.

4. Peralatan

Gambar: Unsplash

Jika memilih membeli peralatan Anda sendiri, sebaiknya minta pertimbangan orang yang akan menggunakannya. Misalnya, jika akan merekrut orang untuk memproduksi videonya, pastikan mereka berhasil direkrut terlebih dahulu, lalu barulah Anda minta rekomendasinya sebelum membeli.

Untuk perlengkapan utama, kita perlu satu kamera, mikrofon shotgun dan jepit, satu tripod, dan satu monopod. Tripod menjadi alat wajib untuk wawancara dengan posisi duduk, sedangkan monopod multifungsi dan cocok digunakan saat tidak ada waktu untuk memasang tripod, misalnya, saat merekam aksi protes. Lampu LED kecil juga diperlukan untuk meningkatkan pencahayaan, terutama saat mengambil gambar di dalam ruangan.

Setelah itu, pilih salah satu dari ketiga jenis kamera berikut.

  • Camcorder profesional, yang memiliki satu lensa dengan fitur fokus bawaan yang andal, filter NED, dan dua input audio.
  • Kamera foto DSLR, yang bisa digunakan untuk merekam video dan audio. Banyak tenaga profesional yang memilih jenis kamera ini karena sensornya yang lebih besar dan ukurannya yang kecil, sehingga cukup di kantong jaket. Anda perlu membeli beberapa jenis lensa dan filter ND juga untuk, misalnya, mengambil gambar di siang hari yang cerah. Jika perlu merekam audio menggunakan dua mikrofon sekaligus, mixer audio mini juga diperlukan;
  • Digital cinema camera, yang umumnya digunakan untuk memproduksi film dokumenter. Kamera ini menggabungkan fitur camcorder dengan kamera foto, sehingga memiliki lensa yang bisa diganti dan dua input audio.

Anda pun tidak perlu menghabiskan banyak uang untuk mendapatkan video yang berkualitas. Untuk Anda yang minim anggaran, ponsel juga bisa dimanfaatkan. Simak panduan MOJO (jurnalisme seluler) kami ini untuk informasi selengkapnya.

5. Susun pedoman gayanya

Sama halnya dengan pedoman gaya untuk penulisan, pedoman gaya video ini akan menjadi acuan bagi staf full-time dan freelancer yang Anda rekrut. Pedoman ini harus mencakup ekspektasi gaya dari video yang diproduksi, teknik pengambilan gambar, dan ilustrasi serta fon apa yang harus digunakan. Dengan pedoman ini, proses produksi menjadi lebih cepat. Anda pun tak perlu terus-menerus mengarahkan editor.

Gambar: Unsplash

6. Angkat kisah yang bagus dijadikan video

Sesi wawancara duduk biasanya memang menjemukan. Cari bukti nyata untuk kisah yang diangkat, lalu ambil gambarnya.

7. Susun tuntas skrip video dan jangan lupa tulis nut graf-nya

Seperti artikel berita, kisah yang diangkat untuk video harus dilengkapi “nut graf” atau paragraf inti: ringkasan padat berisi informasi umum investigasi dan alasan penonton harus menyimaknya. Anda perlu menyusun skrip dan daftar adegan yang perlu diambil gambarnya (shot list ) sebelum syuting, sehingga siap sedia begitu sampai di lapangan. Setelah pengambilan gambar, wawancara perlu ditranskripsi mencatatkan informasi untuk tiap hasil rekaman yang diperoleh. Terakhir, mulai susun skrip final yang nantinya disunting kembali oleh editor atau Anda sendiri.

8. Uji peralatan dan berlatihlah

Pastikan untuk menguasai pengaturan yang ada di peralatan video dan audio Anda, contohnya, pengaturan sensitivitas mikrofon. Sebelum terjun ke lapangan, lakukan uji coba untuk memastikan kru yang bertugas dapat menggunakan peralatannya dengan baik. Di tengah proses syuting, kepanikan bisa saja menyerang dan jika peralatan yang digunakan masih baru atau asing, Anda mungkin menjadi tidak ingat caranya menyesuaikan berbagai pengaturannya.

9. Bangun relasi kerja yang sehat antara jurnalis cetak dengan jurnalis video

Miskomunikasi kerap terjadi antara jurnalis video dan jurnalis cetak yang umumnya dari generasi yang lebih tua dan relatif kurang melek teknologi. Namun, ketika keduanya bisa menjadi tim yang solid, karya yang dihasilkan akan lebih berbobot. Idealnya, tim videografi sudah harus dilibatkan dari awal investigasi. Jika baru bergabung setelahnya, mereka mungkin akan kehilangan kesempatan merekam sesi wawancara inti dan adegan pendukung.

10. Pastikan kamera selalu Siaga Merekam

Reaksi narasumber yang paling alami bisa didapatkan sebelum dan sesudah sesi wawancara, yaitu saat mereka tidak tegang. Oleh karenanya, setelah narasumber masuk ke dalam ruangan, segera minta izin darinya untuk memulai perekaman dan hentikan perekamannya hanya setelah mereka keluar dari ruangan.

11. Kamera tersembunyi

Penggunaan kamera tersembunyi dinilai kontroversial dan dalam situasi tertentu, berbahaya. Sebab itu, penggunaannya harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian. Menurut kode etik profesi, pengambilan gambar secara rahasia harus menjadi pilihan terakhir, yaitu hanya jika informasi yang diperlukan tidak dapat diperoleh dengan cara lain dan di sisi lain, minat publik terhadap isu ini tinggi. Perlu diperhatikan bahwa di beberapa negara dan sebagian negara bagian AS, penggunaan kamera tersembunyi ilegal. Pastikan Anda meriset peraturan perundang-undangan setempat terkait penggunaan kamera tersembunyi sebelum menggunakan metode ini.

12. Penggunaan data dan dokumen referensi

Jika ceritanya sudah cukup menarik, Anda bisa memasukkan langsung elemen foto beserta audio dan menjadikan video tersebut sebagai satu kesatuan karya multimedia yang menarik. Namun, jangan lupa: kesalahan yang biasa dilakukan jurnalis adalah tidak menambahkan efek gerak ke dokumen statis yang ditampilkan di tengah elemen dinamis lainnya, sehingga video menjadi terasa kurang mengalir. Salah satu cara umum untuk menambahkan efek gerak yang biasa disebut “Ken Burns effect” (seperti nama pembuat film dokumenter kenamaan asal AS) tersebut adalah dengan menggunakan efek slow pan atau zoom yang membuat dokumen atau foto tampak bergeser atau membesar.

13. Penggunaan arsip video

Tidak punya cukup bujet untuk memulai produksi? Atau tidak percaya diri karena belum punya cukup pengalaman? Kita bisa mulai dari membuat konten video yang menyertakan elemen yang bisa kita akses dan miliki hak ciptanya, seperti arsip video, citra satelit, tangkapan layar, dokumen, dan berkas audio dari wawancara. Hampir semuanya bisa diperoleh secara gratis dari internet.

14. Dorong narasumber untuk menjawab secara detail

Untuk menghindari jawaban “ya” atau “tidak” yang begitu singkat, padat, dan jelas selama proses syuting, ajukan pertanyaan yang diawali kata “mengapa” atau “bagaimana”. Karena pertanyaan yang diajukan umumnya akan dihapus setelah proses pengeditan, Anda bisa meminta narasumber menjawab secara detail. Jika tetap mendapatkan jawaban singkat “ya” atau “tidak” tersebut, sampaikan “Bisa minta tolong dijelaskan?” setelahnya.

15. Durasi panjang bukan masalah

Memproduksi konten video berdurasi panjang pada awalnya mungkin terasa melelahkan, tetapi bayangkan saja kita memproduksi tiga video berbeda yang akan kita gabungkan nantinya. Itulah nasihat seorang editor kepada saya. Misalnya, jika Anda baru pertama kali memproduksi sebuah film dokumenter berdurasi 45 menit, bayangkan saja sedang membuat video 15 menit yang jumlahnya tiga buah.

16. Audio

Gambar: Unsplash

Kita memang memproduksi video, tetapi kualitas audio juga sama pentingnya. Kebanyakan ponsel dan mikrofon bawaan kamera menghasilkan kualitas audio yang buruk, sehingga video jadi terkesan kurang profesional. Jangan lupa menganggarkan dana untuk perekam suara atau mikrofon yang berkualitas. Produk dari merek top biasanya mampu bertahan selama lebih dari sepuluh tahun.

Sebelum melakukan pengambilan gambar, catat apa saja audio yang perlu direkam di lapangan. Suara ini biasa disebut “nat sound” atau suara ambiens. Sebagai contoh, jika topik yang diangkat soal kereta api, agar mendapatkan suara berkualitas tinggi, kita perlu merekam langsung suaranya.

17. Durasi

Saat memproduksi video yang akan diunggah ke internet, hilangkan rasa terbatasi oleh durasi tertentu. “Selagi masih menarik, buat video sepanjang mungkin,” kata seorang profesional. Akan tetapi, jika akan disiarkan di televisi, pastikan durasinya sesuai dengan slot siaran, yang umumnya berkisar dari 25, 45, 60, sampai 75 menit.

18. Perizinan dan persetujuan pengambilan gambar

Di beberapa negara, izin pengambilan gambar diperlukan. Meski demikian, selalu minta izin dari seseorang yang akan direkam. Jika tidak, di beberapa negara (dan di semua negara Uni Eropa), orang tersebut bisa menuntut Anda atas tuduhan pelanggaran privasi. Pernyataan kesediaan narasumber bisa direkam dengan kamera atau sesuai saran penasihat hukum pada umumnya, dengan menandatangani perjanjian hukum.

19. Musik

Jangan mencuri musik orang lain. Ingat, Anda adalah seorang kreator, jadi hargai karya orang lain. YouTube dan berbagai platform musik lainnya menyediakan trek musik gratis yang bebas digunakan selama nama penciptanya tercantum di karya Anda. Anda juga bisa membeli lisensi musik dari situs web seperti Pond5. Di YouTube, ada juga musik yang dilisensikan melalui Creative Commons, sehingga bisa digunakan gratis selama Anda mencantumkan nama musisinya di akhir video atau di deskripsinya.

20. Pengeditan

Jika baru merintis, jangan gelontorkan banyak dana untuk perangkat lunak editing video. Di Business Tools Guide GIJN, kami merekomendasikan versi gratis DaVinci Resolve, aplikasi video editing yang menawarkan fitur pengeditan video, koreksi warna, dan efek visual seperti yang ditemukan di versi profesionalnya. Namun, jika masih belum berpengalaman, Anda atau tim bisa mencoba aplikasi yang lebih sederhana, seperti Shortcut, aplikasi video editing dengan sumber terbuka (open source) dan lisensi gratis. Untuk rekomendasi aplikasi video editing dan audio editing lainnya, silakan simak bab 6 panduan di atas.

21. Arsipkan semua data

Setelah selesai memproduksi konten tersebut, jangan hapus rekaman mentahnya. Simpan semuanya, lalu arsipkan dengan cermat dengan memasukkannya ke dalam dua hard disk di dua tempat yang berbeda. Jangan lupa memberi folder di dalamnya nama yang mudah dikenali untuk memudahkan rekan kerja yang ingin mengaksesnya lima atau bahkan sepuluh tahun lagi. Untuk informasi terkait pengarsipan berkas, silakan baca artikel kami yang berjudul “Mengapa Sistem Pengarsipan Wajib Dimiliki Jurnalis“. Sebagian rekaman mentah Anda juga bisa diunggah ke situs web penyedia video mentah (stock footage). Dengan begitu, akan ada potensi sumber pendapatan baru bagi media Anda.

 

Tips meningkatkan kualitas hasil rekaman

Berikut adalah tips yang bisa saya bagikan dari pengalaman saya selama 15 tahun berkecimpung di dunia pembuatan video dan film dokumenter yang disiarkan di TV dan internet. Sebagian tips ini merupakan pelajaran yang saya petik dari kelas film dokumenter di Columbia University yang diselenggarakan produser film serta Profesor Duy Lin Tu dan Profesor Travis Fox.

  • Rekam satu video selama minimal 10 detik dan jangan hentikan perekaman sebelum objek yang bergerak berhenti. Sebagai contoh, saat merekam mobil lewat, hentikan perekaman hanya setelah mobil keluar dari frame.
  • Pengambilan gambar wide shot hanya perlu dilakukan untuk 20 sampai 30 persen gambar yang diambil. Jenis pengambilan gambar ini yang juga disebut establishing shot bertujuan menunjukkan lokasi kepada penonton: Apakah lokasinya di New York atau alam Afrika? Apakah rumah sederhana atau panti sosial untuk tunawisma yang ditampilkan? Kemudian, 40 sampai 50 persen gambar yang diambil merupakan medium shot. Terakhir, sisanya merupakan video close-up. Dengan teknik zoom in, adegan yang paling biasa saja sekali pun, seperti membuat kopi, akan tampak menarik dan berkesan. Pengambilan gambar secara close-up pun bisa digunakan untuk menunjukkan detail-detail menarik, misalnya tato, tangan yang tampak kasar, dan kerut di wajah atau pemandangan di lokasi syuting. Anggap saja video close-up merupakan deskripsi yang kita cantumkan dalam sebuah artikel feature.
  • Ambil gambar dari angle yang berbeda-beda. Sebagai contoh, saat merekam proses membuat kopi, ambil gambar close-up dari kopi yang sedang diseduh, lalu ambil gambar yang tidak kalah menariknya, yaitu gambar yang menampilkan orang yang sedang menuangkan kopi tersebut dari atas.
  • Tulis pertanyaan yang ingin diajukan kepada narasumber. Meski demikian, selalu ikuti alur percakapan ketika melakukan wawancara. Sebelum diakhiri, periksa catatan yang Anda buat untuk memastikan tidak ada yang terlewat.
  • Selalu bawa baterai dan pengisi daya cadangan.
  • Gunakan tripod, monopod, atau gimbal agar hasil rekaman tampak lebih profesional.
  • Orang yang bertugas mengambil gambar harus selalu menggunakan headphone untuk memastikan audio juga ikut terekam.
  • Berbasa-basilah dengan narasumber selama mempersiapkan peralatannya agar mereka lebih santai. Jaga kontak mata selama wawancara.
  • Latihan, latihan, dan terus latihan.
  • Jangan minta narasumber berdiri membelakangi jendela karena gambar yang diambil akan mengalami overexposure akibat cahaya matahari di belakang subjek.
  • Bila memungkinkan, kondisikan lokasi pengambilan gambar. Matikan semua sumber suara, seperti pemutar musik dan pendingin udara.
  • Sejajarkan lensa kamera dengan mata narasumber dan duduk di kursi yang sama tingginya. Jika kursi Anda lebih tinggi, mereka akan tampak mendongak dan jika lebih rendah, mereka akan tampak menunduk. Akan tetapi, Anda bisa menentukan sendiri ke mana narasumber harus menatap. Ada pewawancara yang mengajukan pertanyaan sambil duduk di samping narasumber, sehingga saat menatap pewawancara, narasumber akan lebih sering tampak dari samping. Ada juga yang memilih untuk mewawancarai dari balik kamera, sehingga saat menjawab pertanyaan, narasumber akan langsung melihat ke lensa.
  • Posisikan narasumber di ujung frame saat menatap Anda atau pewawancara di depannya.

 

Studi Kasus

Berikut adalah beberapa contoh video dan saluran (channel) YouTube buatan organisasi jurnalistik berskala kecil sampai sedang.

Egypt Health Sector Fails AIDS Patients oleh Arab Reporters for Investigative Journalism. Video ini menyampaikan cerita memilukan di balik rumah sakit milik Pemerintah Mesir yang menolak 22.000 pasien HIV/AIDS. Investigasi dilakukan dengan mengadakan sesi wawancara dengan lima narasumber; tiga di antaranya dirahasiakan identitasnya. Selain itu, video ini menggunakan dokumen publik sebagai bukti dan menyertakan B-roll yang menampilkan suasana jalanan kota.

Hard Labour: The Unregulated Kenyan Surrogacy Industry oleh Naipanoi Lepapa dan Africa Uncensored. Selama 18 bulan, tim pembuat video ini menelusuri berbagai pelanggaran yang terjadi di bisnis surogasi atau ibu pengganti di Kenya yang minim regulasi. Berdurasi 25 menit, karya multimedia yang sangat menarik ini diproduksi dengan menggabungkan sejumlah berkas audio hasil wawancara dengan korban perdagangan manusia, berbagai dokumen dan foto yang menampilkan para pihak yang terlibat dalam kegiatan ini, serta video keadaan umum di Kenya.

Gambar: Tangkapan layar video Hard Labour karya tim dari Africa Uncensored
Gambar: Tangkapan layar video Hard Labour karya tim dari Africa Uncensored

Beragam karya besutan Bihus.info, organisasi jurnalisme nirlaba yang aktif di YouTube. Bihus menghadirkan pemandu acara unggulan yang begitu ahli dalam menjadikan persoalan sulit mudah dimengerti dan menggaet perhatian Anda sampai akhir. Salah satu videonya membahas uang negara yang ternyata digunakan untuk membiayai rumah milik para konglomerat di Ukraina. Tidak disangka, video yang paling banyak ditonton (1,6 juta kali) dari organisasi ini hanyalah sebuah rekaman wawancara dengan salah satu orang kaya berpengaruh di Ukraina. Pembuatannya hanya berbekal dua kamera dan satu mikrofon tanpa teknik pengambilan gambar khusus.

Solas En La Avenida, karya El Faro, situs berita independen nomor satu di El Salvador. Video ini menceritakan pekerja seks komersial korban kekerasan polisi yang bekerja di suatu kawasan yang dikuasai oleh sebuah geng. Hingga saat ini, video yang telah ditayangkan lebih dari dua juta kali dalam waktu tiga tahun ini menjadi video karya El Faro yang paling populer.

Black Trail, sebuah tayangan investigasi lintas negara tentang minimnya regulasi terkait polusi di industri perkapalan. Karya ini merupakan contoh bagaimana organisasi jurnalisme lokal yang memiliki kisah menarik, tetapi tidak memiliki kru film menjalin kerja sama dengan berbagai stasiun televisi luar negeri. Film dokumenter ini melibatkan berbagai tim, antara lain, dari Expresso dan SIC TV (Portugal), The Black Sea (Eropa Timur), VG (Norwegia), stasiun televisi milik Pemerintah Swiss RTS, sejumlah organisasi anggota GIJN, Finance Uncovered (Inggris), dan Reporters United (Yunani).

Seafarers Exiled by Pandemic Face Peril, video animasi oleh situs berita Filipina Rappler. Menampilkan animasi yang didukung wawancara telepon dengan para saksi, tim di balik video ini mengisahkan kematian para pelaut asal Filipina di tengah samudra. Video ini mendapatkan penghargaan di ajang SOPA Awards 2021.

Gambar: Tangkapan layar video Seafarers Exiled by Pandemic Face Peril, Death buatan Rappler
Gambar: Tangkapan layar video Seafarers Exiled by Pandemic Face Peril, Death buatan Rappler

Malaysiakini, situs berita independen nomor satu di Malaysia yang merupakan anggota GIJN. Malaysiakini merupakan contoh dari perkembangan suatu organisasi jurnalisme kecil menjadi perusahaan media besar. Berawal dari organisasi kecil di dekade 90-an, organisasi ini kini mampu melahirkan KiniTV, sebuah channel YouTube dengan format seperti stasiun televisi konvensional. Channel ini berhasil meraih lebih dari 1,6 juta subscriber dengan video yang telah 1,3 juta kali ditayangkan dalam kurun waktu 14 tahun.

 

Sumber Referensi Lainnya

Feature and Narrative Storytelling for Multimedia Journalists” karangan Duy Linh Tu, yang membahas teknik produksi multimedia dan film dokumenter yang wajib diketahui jurnalis profesional. Berbagai metode dalam produksi video sekaligus audio dan, yang terutama, beragam teknik bercerita dibahas secara mendalam dalam buku ini.

Sundance Institute juga menyelenggarakan kursus online yang membahas segala macam aspek dalam proses produksi. Sebagian kelas tersedia gratis, sedangkan yang lainnya dapat diakses dengan hanya membayar ratusan dolar saja.

Tiga episode dalam serial podcast Film Trooper juga ditujukan untuk mengupas cara menghasilkan uang dari film dokumenter.

Jika perlu pendampingan lebih lanjut dalam membentuk tim videografer Anda, silakan hubungi tim bantuan Help Desk GIJN.

 

Artikel lainnya:


Nikolia Apostolou adalah Direktur Resource Center GIJN. Selama 15 tahun terakhir, ia telah menulis dan memproduksi film dokumenter dari Yunani, Siprus, dan Turki untuk lebih dari 100 media. Karyanya dipublikasikan oleh BBC, Associated Press, AJ+, The New York Times, The New Humanitarian, PBS, Deutsche Welle, dan Al Jazeera.

Tulisan ini diterjemahkan dari “How to Set Up a Video Unit: A GIJN Guide for Small Organizations” yang dipublikasikan Global Investigative Journalism Network (GIJN). Mau menerbitkan ulang artikel-artikel GIJN yang sudah dialihbahasakan? Anda bisa menghubungi [email protected].

Berlangganan Kabar Terbaru dari Kami

GRATIS, cukup daftarkan emailmu disini.