Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan menghadapi gelombang pergantian penyelenggara pemilu tingkatan provinsi dan kabupaten/kota di tengah persiapan pemilu 2024. Untuk mengganti sekitar 2750 anggota, KPU RI setidaknya perlu menggelar 12 kali perekrutan sepanjang 2023-2024. Komisioner KPU RI, Arief Budiman mengatakan pergantian penyelenggara di tengah tahapan pemilu akan menambah beban dan mengganggu tahapan pemungutan suara yang berlangsung serentak.
Sebagai penanggung jawab utama rekrutmen seluruh Indonesia, KPU RI berpotensi digugat banyak pihak yang tak puas dengan proses rekrutmen. Banyaknya gugatan dialami KPU RI ketika pemilu 2019 di tengah pelaksanaan pemilu serentak 2019. “Saya harus melewati persidangan yang panjang karena banyaknya gugatan. Mungkin saya satu-satunya penyelenggara pemilu yang paling banyak diberi sanksi,” kata Arief. Untuk itu, KPU mengusulkan agar masa jabatan penyelenggara pemilu daerah diperpanjang sampai tahapan Pemilu dan Pilkada 2024 selesai. Berikut petikan wawancara Jaring.id dengan Arief pada Jumat, 20 Agustus 2021.
Apakah betul KPU RI mengusulkan perpanjangan masa jabatan penyelenggara pemilu?
Betul, sudah disampaikan ke Komisi II ketika rapat bersama pemerintah, DPR, Bawaslu dan DKPP. Namun perlu ditegaskan perpajangan masa jabatan hanya untuk penyelenggara di provinsi dan kabupaten/kota. Untuk KPU RI tidak perlu diperpanjang karena sudah terbentuk di April 2022, sehingga masih cukup waktu bagi KPU yang baru bersiap-siap menuju pemilu 2024.
Apa alasan di balik perpanjangan masa jabatan tersebut?
Banyak penyelenggara yang berakhir masa jabatannya di tengah tahapan Pemilu. Rekrutmen paling banyak di 2023 dan 2024, hanya sebagian kecil di 2025. Sepanjang tahapan itu, KPU harus melakukan rekrutmen dengan jadwal yang berserakan. Setiap kali rekrutmen kami harus melakukan pelatihan, memanggil mereka untuk orientasi tugas. Padahal tahapan pemilu sedang berlangsung di setiap daerah. Ini membuat mereka tidak fokus menjalankan tahapan.
Undang-Undang Pemilu mengatur KPU RI menjalankan seluruh tahapan dan diberi tanggung jawab merekrut KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota. Model ini membuat beban KPU pusat sangat berat sebab harus menentukan penyelenggara yang terpilih serta nama yang masuk daftar cadangan, jumlahnya bisa mencapai 5500 orang.
Orang yang tidak terpilih kemungkinannya kecewa. Mereka bisa mengadukan ke DKPP, Bawaslu, hingga ke pengadilan. Bayangkan berapa banyak jumlah persidangan jika yang masuk dalam daftar cadangan mengajukan gugatan ke KPU RI? Ini yang harus saya alami ketika Pemilu 2019. Saya harus melewati persidangan yang panjang karena banyaknya gugatan. Mungkin saya satu-satunya penyelenggara pemilu yang paling banyak diberi sanksi (Pada 2019, Arief menjabat sebagai Ketua KPU RI). Bayangkan seluruh proses itu terjadi di tengah tahapan pemilihan serentak. Menurut saya, penyelanggara pemilu tidak akan konsentrasi menjalani tahapan. Implikasinya akan macam-macam.
Apa keuntungannya jika masa jabatan diperpanjang?
Pertama, penyelenggara bisa konsentrasi menjalankan tahapaan. Kedua, anggaran lebih hemat. Rekrutmen itu tidak murah karena harus membiayai tes psikotes, pemeriksaan kesehatan, sampai wawancara. Seluruh anggaran itu tidak harus dibebankan pada tahapan pemilu yang sudah membutuhkan banyak anggaran. Apalagi dalam situasi pandemi sekarang, keuangan negara terbatas.
Kementerian Dalam Negeri menilai penyelenggara yang pernah dikenai sanksi sebaiknya tidak diperpanjang. Menurut Anda bagaimana?
Sanksi sudah dikeluarkan berupa pemberhentian tetap dan peringatan. Artinya sanksi sudah dilaksanakan, sehingga harusnya tak menjadi masalah. Kalau misalnya yang kena sanksi tidak boleh diperpanjang, lalu bagaimana cara merekrutnya? Sistem pergantian kita mengganti seluruh anggota, tidak mengganti sebagian. Kalau dilakukan rekrutmen, kita menghadapi beban tadi.
Bagaimana seharusnya siklus rekrutmen penyelenggara?
Seharusnya sejalan dengan siklus pemilu. Begitu tahapan pemilu selesai, bisa dimulai rekrutmen sehingga penyelenggara punya waktu yang cukup menghadapi pemilu berikutnya. Tidak seperti sekarang. Saya pernah melantik KPU kabupaten kota di hari pemungutan suara. Mereka harus melaksanakan pemungutan tanpa ikut pembekalan. Padahal pembekalan sangat penting karena mereka diberikan pemahaman prinsip pemilu, tak hanya soal teknis pemilu.
Jika masa jabatan penyelenggara diperpanjang, kapan KPU akan melakukan rekrutmen?
Ketika seluruh tahapan selesai. Pertengahan 2025 sudah bisa dimulai atau paling telat rekrutmen sekurang-kurangnya tiga tahun sebelum pemilu 2029. Kita akan mendapatkan penyelenggara yang masa jabatannya serentak.
Bagaimana dengan memangkas masa tugas? Apakah KPU menyodorkan juga hal itu?
KPU tidak pernah mengusulkan perpendekan ke 2022. Itu respon dari beberapa pihak kalau bisa diperpanjang, bagaimana jika diperpendek. Tapi pandangan saya kalau diperpendek, mau diperpendek kapan? KPU RI baru terbentuk di April 2022. Dalam draft tahapan yang kita susun, KPU mengajukan agar tahapan dimulai Januari 2022. Jika merekrut penyelenggara daerah di 2022 berarti sudah masuk tahapan. Kalau rekrutmen dimajukan maka sama persis dengan situasi yang saya ceritakan tadi, sebab harus merekrut serentak. Bayangkan rekrutmen yang berlangsung dalam dua tahun ditarik semua ke 2022 maka akan semakin berat.
Seandainya DPR dan Pemerintah menolak usulan KPU, apakah KPU punya solusi lain?
Kalau regulasi tidak diubah, maka tidak ada cara lain. Proses rekrutmennya akan seperti sekarang.
Apa harapan Anda dan bagaimana respon DPR sampai saat ini?
Saya ingin segera ada keputusan. Proses ini harus cepat, sebab seandainya disetujui, usulan itu tidak bisa jalan kalau undang-undang tidak direvisi. Untuk revisi pasti perlu waktu lagi. Dalam rapat terakhir respon beragam. Saya lihat mereka menilai ini penting untuk dipertimbangkan.