Sisa Kengerian Perang di Pinggiran Kyiv

Tentara Ukraina berusaha menjalankan berbagai siasat untuk menahan pasukan Rusia merangsek ke Kyiv, dua tahun lalu. Akibatnya, perang meletup di kota-kota yang terletak di sekitar Ibukota Ukraina tersebut. Dampaknya luar biasa bagi para warga.


Ada kompor di tengah ladang dan sofa beralas bendera Belarus dan Uni Soviet di taman. Sampah sisa makanan, ransum tentara, pakaian kotor, proyektil, hingga peti bahan peledak berserakan di sekitarnya. Adapun koleksi buku, hanya tersisa yang berbahasa Rusia saja. “Buku berbahasa Ukraina dibakar,” ingat Pepi Utami mengenai kondisi rumah mertuanya di Ivankiv, Ukraina pada 19 Maret 2022, seperti diceritakan kepada Jaring.id pada Sabtu, 24 Februari 2024. 

Ia merupakan salah satu warga negara Indonesia yang berada di Ukraina saat pasukan Rusia merangsek ke Kyiv, Ibukota Ukraina, dua tahun lalu. Mertuanya merupakan veteran tentara Uni Soviet. Lantaran itu, Pepi menduga informasi soal kemungkinan perang bisa diterima dan direspons lebih cepat.

“Jadi sepekan sebelum (perang) itu, kami sudah memindahkan barang ke rumah di Kyiv. Saya tidak tahu informasinya dari mana, bisa jadi karena dia dihubungi teman-temannya di Belarus,” kata perempuan kelahiran Bandung 37 tahun lalu tersebut.

Meski sudah bersiap dengan kondisi terburuk, dampak agresi Rusia tetap menyakitkan. Saat dentuman bom semakin bergemuruh, Pepi dan suaminya sempat mengungsi di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Ukraina di Kyiv sebelum melanjutkan perjalanan ke Vinnytsia—kota yang terletak di tengah Ukraina. Sementara itu, mertuanya memilih bertahan di Kyiv. “Awalnya mau ke Lviv, tapi jembatan sudah dihancurkan. Jadi kami enggak bisa ke sana,” kata dia.

“Dalam perjalanan, kami melewati jalan-jalan pelosok untuk menghindari jalan raya yang sudah penuh kendaraan. Sepanjang perjalanan itu mulas, nafsu makan hilang. Panik. Jadi, saya diam saja. Sementara yang lain pucat,” kenangnya.

Pindah dari Kyiv tidak mengurangi rasa cemas. Letupan senjata otomatis, artileri, dan peluncur roket seakan tak berhenti. Pepi dan suaminya mesti bolak-balik rumah-stasiun kereta bawah tanah untuk mengamankan diri.

 

*****

 

Kyiv adalah pertaruhan. Pasukan Ukraina dan relawan berjibaku menghalau tentara Rusia agar tak masuk lebih jauh ke ibukota. Salah satu strateginya adalah merobohkan jembatan yang bisa jadi akses masuk ke kota tersebut. Akibatnya, pertempuran meletup di kota-kota sekitar Kyiv, seperti Borodyanka, Moschun, Bucha, dan Irpin.

Siasat itu membuat pergerakan pasukan yang sudah menyeberang ke Ukraina pada shubuh 24 Februari 2022 tersendat. Sekitar seribu tank, dua ribuan kendaraan infanteri, puluhan ribu prajurit, serta truk Rusia mengular hingga lebih dari 50 kilometer di daerah perbatasan. Para personilnya pun kekurangan makanan.

Meski tokcer menghambat pergerakan pasukan Rusia, tetapi pecahnya perang di kota-kota sekitar Kyiv tak menguntungkan buat warga. Penjarahan terjadi di mana-mana, termasuk Ivankiv, lokasi rumah Pepi.

Ivan Polhuy, salah satu tawanan tentara Rusia, menunjukkan lantai bawah tanah tempat ratusan warga Yahidne, Ukraina, ditawan tentara Rusia pada 3-30 Maret 2022 (foto: Damar Feru Ardiyan)
Ivan Polhuy, salah satu tawanan tentara Rusia, menunjukkan lantai bawah tanah tempat ratusan warga Yahidne, Ukraina, ditawan tentara Rusia pada 3-30 Maret 2022 (foto: Damar Fery Ardiyan)

Cadangan makanan musim dingin di ruang bawah tanahnya lenyap. Pepi menunjukkan sebuah foto yang merekam wadah penyimpanan makanan kedap udaranya kosong, berserakkan tak bersisa. “Itu mungkin bisa untuk makan musim dingin 1-2 tahun,” ujarnya. 

Penjarahan hanya memperpanjang nyawa beberapa pekan saja. Tanpa cadangan makanan yang cukup, pasukan Rusia mundur dari Ukraina setelah 4 minggu yang panjang. Merasa kondisi cukup aman, ia mengunjungi Ivankiv.

Jejak kendaraan militer masih tampak di jalanan, sementara banyak rumah sudah rata dengan tanah. Pepi mendapati lubang di pekarangan rumahnya. Atapnya berupa asbes yang dilapisi dedaunan dan terpal berwarna oranye. Ia menduga tentara Rusia membuatnya untuk tempat perlindungan.

“Syukurnya rumah dalam keadaan utuh karena kemungkinan hanya dijadikan basecamp,” terangnya. Dugaan tersebut diperkuat dengan ditemukannya kondom yang berceceran di sekitar rumah.

“Untuk apa coba bawa begituan saat perang,” ujarnya keheranan.

 

*****

 

Tiga jam perjalanan dari Ivankiv, dipisahkan sungai Dnieper, 368 warga Yahidne tak tahu banyak soal perkembangan perang. Mereka cuma bisa mendengar letupan senjata dari lantai yang terletak 5 meter di bawah tanah Sekolah Menengah Yagidnyanska. Musykil bagi mereka melongok ke luar jendela lantaran lantai dasar bangunan tersebut dijadikan markas tentara Rusia yang kesulitan masuk Kyiv.

Seperti di Ivankiv, cadangan makanan warga Yahidne dijarah tentara Rusia untuk bertahan hidup. Mereka juga menyembelih hewan ternak warga. Ivan Polhuy, salah satu tawanan, mengingat bagaimana aroma daging bakar menuruni 15 anak tangga sebelum tercium hidung para tawanan.

“Kami di bawah kelaparan. Mereka menjadikan kami tameng hidup,” ungkapnya seperti diterjemahkan oleh Yulia Volfoska dan Myroslava Yaremkiv dari Ukraine Crisis Media Center (UCMC) kepada Jaring.id yang mengunjungi Yahidne pada Senin, 26 Februari 2024 lalu.

Bekas botol air kemasan yang digunakan tawanan tentara Rusia mengumpulkan air minum dari bulir es yang terkondensasi. (foto: Damar Feru Ardiyan)
Bekas botol air kemasan yang digunakan tawanan tentara Rusia mengumpulkan air minum dari bulir es yang terkondensasi. (foto: Damar Fery Ardiyan)

Lantai bawah tanah Sekolah Menengah Yagidnyanska punya tujuh ruangan yang dipisahkan lorong sempit selebar kurang dari 1 meter. Ruangan terluas berukuran sekitar 5 x 12 meter, sedangkan yang terkecil tak lebih dari 2×4 meter. Dari jumlah itu, diperkirakan luas total lantai sekitar 170 meter persegi. Artinya, hanya tersedia ruang sekitar setengah meter persegi untuk setiap 368 orang. 

Para tawanan tidur sambil duduk di atas bangku atau di lantai sambil menyandarkan kepala ke bahu orang di sampingnya. Mereka cuma bisa berdiri untuk meregangkan saat badan terasa pegal. Tak ada cukup ruang untuk menyelonjorkan badan. 

Pada akhir Februari 2024, ketika saya mengunjungi lantai bawah tanah tersebut, temperatur udara cuma 2℃. Suhu udaranya kemungkinan tak jauh berbeda ketika penawanan bermula pada awal Maret, dua tahun lalu. Namun, Ivan mengingat kalau ketika itu hanya panas yang terasa lantaran ruangan disesaki tawanan. Dinding yang semula beku terkondensasi sampai meneteskan bulir air. Tawanan kemudian mengumpulkannya tetes demi tetes dalam botol air kemasan yang ujungnya disumpal kertas koran agar bisa diminum untuk menghilangkan sedikit dahaga.   

Tanpa aliran listrik, kematian datang di tengah kegelapan. Satu per satu tawanan tak kuat lagi berdesakan dalam kelaparan. Seorang tawanan tewas pada hari ke-5 penawanan. Satu per satu menyusul di hari-hari berikutnya hingga mencapai 25 korban jiwa pada 30 Maret 2022. 

“Mereka sama sekali tidak diberi bantuan medis apa pun,” ucap Ivan dengan nada menahan kesal.

Semula, jasad hanya dibungkus kain seadanya hingga berhari-hari. Tentara Rusia kemudian mengizinkan beberapa orang untuk menguburkannya. “Saat kami tengah menguburkan orang-orang yang tewas, tentara Rusia menembaki orang-orang yang tengah melakukan pemakaman, sehingga orang-orang terluka jatuh ke dalam lubang yang mereka gali,” kata dia.

Tak ada nisan di kuburan. Nama mereka yang meninggal ditulis di dinding lantai bawah tanah dengan menggunakan arang. Di sebelah kanan daftar tersebut terdapat pintu berwarna hijau tosca dengan kalender tulisan tangan. “Di sana kami lupa waktu. Kami juga kehilangan harapan untuk hidup, sehingga kami menulis masing-masing dari nama kami di dinding,” ujar Ivan.

Gambar awan, pelangi, dan burung digurat tawanan anak-anak di tembok lain. 

“Kini warga sudah ada yang kembali, tapi setengahnya belum mau pulang karena masih trauma,” terangnya.  

****

 

Dua orang dengan kruk pelan-pelan menuruni 15 anak tangga usai menjalani rehabilitasi di gedung Superhumans Center berlantai tiga di Jalan Ivasyuka St, Lviv, Ukraina pada Rabu, 21 Februari 2021. Klinik spesialis orthopedi modern pertama di Ukraina ini didirikan jauh dari garis perang untuk rehabilitasi pascacedera maupun trauma. Pesertanya para korban perang yang terdiri dari tentara, sukarelawan, sipil, dan anak-anak.

Saat Jaring.id mengelilingi tempat rehabilitasi, terlihat sejumlah orang berlatih di kolam renang menggunakan pelampung, berjalan. Ada juga yang menguatkan otot kaki maupun tangan di gym sebelum menggunakan alat pengganti anggota tubuh atau prostetik.

Di antara mereka ada laki-laki usia 34 bernama Andriy Dashkevych. Bom yang dilontarkan tentara Rusia meledak persis di sebelahnya. Ia tak cuma kehilangan kaki kanan, tetapi juga lima orang rekan. “Puji syukur Tuhan masih menyelamatkan saya,” ujarnya.

Dia berharap bisa segera merampungkan program rehabilitasi agar lebih mandiri dan tak menggantungkan hidup kepada keluarga. “Saya harap bisa pulang dengan mandiri dan kembali bekerja seperti biasa,” kata warga Chernihiv ini.

Peserta rehabilitasi lainnya adalah Ruslana Danilkina. Ia bergabung dengan tentara Ukraina dua bulan setelah agresi Rusia. Umurnya baru 18 tahun ketika itu. Ruslana dikirim ke Kherson pada Februari 2023.

Dalam perjalanan, beberapa mortir meledak. Salah satunya menghantam kendaraan yang ia tumpangi. Ruslana dievakuasi ke Mykolaiv yang jaraknya 68 kilometer dari Kherson. Dalam keadaan setengah sadar ia memvideokan kaki kirinya yang terluka parah tanpa mengira kalau akhirnya harus menjalani amputasi. “Sangat menakutkan ketika menyadari bahwa tubuh saya tidak utuh lagi,” ungkapnya sembari menunjukkan kaki prostetik berwarna hitam yang tersembunyi di balik celana jinsnya.

Kini, Ruslana menghabiskan hari dengan membantu para korban menjalani rehabilitasi di Superhumans. Di lain waktu, perempuan asal kota pelabuhan Odessa ini juga aktif sebagai pemengaruh di Instagram dengan membagikan informasi mengenai dampak buruk perang. Sesekali ia menjadi model. “Saya seakan terlahir kembali,” ujarnya.

Direktur Utama Superhumans Center, Olga Rudneva mengatakan bahwa rehabilitasi diberikan secara gratis. Sejumlah lembaga filantropi, salah satunya ialah badan amal Howard Graham Buffett Foundation sedikitnya memberi bantuan dana sekitar US$300 juta (setara dengan Rp4,7 triliun) sejak invasi dimulai. “Prostetik sangat mahal, tapi kami tidak menggunakan uang pemerintah,” ungkap Olga saat menerima 6 jurnalis dari Indonesia, Malaysia, Filipina, dan India.

Superhumans Center memiliki pelbagai fasilitas dan tenaga ahli yang dapat mendukung pemulihan korban. Selain memiliki bengkel pembuatan prostetik, klinik juga memiliki kolam renang, gym, dan fasilitas lain. Yang tak kalah penting, kata dia, adalah pemulihan trauma. “Pemulihan psikologi itu sangat penting bagi kami. Dengan begitu mereka dapat menerima kehilangan,” tutupnya.


Laporan berjudul ini merupakan cerita kedua setelah Jaring.id mengunjungi sejumlah daerah di Ukraina akhir Februari 2024 lalu. Sebelumnya kami menerbitkan laporan “Masuk Kyiv Setelah Dua Tahun Agresi Rusia“ mengenai kondisi Kyiv dua tahun setelah Pasukan Putin angkat kaki dari ibukota. Dua tulisan ini terbit atas dukungan Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN) dan Ukraine Crisis Media Center (UCMC).

Melawan Kusta dari Jongaya

Gapura bercat merah putih dengan ornamen kemerdekaan menjadi penanda awal keberadaan Kompleks Jongaya di Kecamatan Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Permukiman ini dikenal sejak puluhan

Berlangganan Kabar Terbaru dari Kami

GRATIS, cukup daftarkan emailmu disini.