Jakarta, JARING.id – Banyaknya data-data yang muncul di era digital membuat masyarakat sulit mencerna informasi dengan benar. Direktur Eksekutif Perhimpunan Pengembang Media Nusantara Eni Mulia mengatakan peran jurnalis penting menjawab tantangan ini. Caranya dengan cara mengolah dan menyajikan data agar mudah dipahami.
“Data Journalism menjadi obat untuk mengimbangi asimetri dalam informasi,” kata Eni dalam sambutannya dalam acara Learning from the expert: Are We Ready for Data Driven Journalism? di Universitas Atma Jaya Jakarta, Senin (7/5).
Sementara Kuasa Usaha Kedutaan Besar Australia di Jakarta, Allaster Cox, dalam sambutannya mengatakan bahwa pihaknya memberikan dukungan penuh atas inisiatif yang dilakukan Jaringan Indonesia untuk Jurnalisme Investigasi (JARING) dalam mendorong agar jurnalisme data tidak hanya berhenti pada konsep.
Dalam diskusi panel, Craig Butt, jurnalis The Age-media di Australia-mengatakan media semakin relevan mengembangkan teknik jurnalisme data, apalagi di era digital sekarang. Jurnalis bisa memanfaatkan alat dan perangkat lunak untuk menyerap data, menganalisis dan menjadikannya sebuah cerita yang dalam dan lengkap.
Ke depan, menurut Craig, reporter harus mampu melakukan setidaknya data jurnalisme dasar. Akan semakin banyak kolaborasi antarmedia dan kolaborasi jurnalis dengan kampus harus dilakukan.
Kampus memiliki peran penting mencetak jurnalis yang bisa mengolah data. Akan tetapi menurut Dosen Komunikasi Atma Jaya Andina Dwifatma, kurikulum dan silabus kampus tidak bisa fleksibel menyesuaikan cepatnya perkembangan data jurnalisme.
Sehingga jauh lebih relevan yang bisa dilakukan universitas adalah bagaimana mengajarkan kemampuan berfikir kritis kepada calon-calon jurnalis.
“Universitas gimana caranya harus menembus kemampuan critcal thingking mahasiswa. Karena hanya dengan critcal thingking mahasiswa bisa mikir topik-topik mana yang bisa mahasiswa sampaikan, topik mana yang penting buat masyarakat,” katanya.
Investigasi dan Analisa Data
Ada dua hal yang bisa jurnalis lakukan dengan data, menghasilkan liputan investigasi dan melakukan analisis data. Direktur Kata Data Metta Dharmasaputra pernah melakukan investigasi menggunakan data untuk mengungkap bagaimana Asian Agri memanipulasi pajak dan mengakibatkan kerugian negara hingga Rp 1,25 triliun.
“Sekarang kita bisa menggunakan tools yang sudah tersedia untuk melakukan investigasi. Ada Panama Papers, Offshore Leaks Data Base dan ACRA di Singapura. Di sana banyak data-data menarik untuk diinvestigasi dan kita bisa beli infomasinya dengan murah,” ujar Metta saat menyampaikan materi dalam seminar.
Di luar itu, menurut Metta, hal yang jauh lebih penting bagaimana penyajian data dengan story telling. Peran teknologi juga penting untuk menyajikan data yang rumit menjadi tampak sederhana. Termasuk bagaimana memanfaatkan media sosial karena dampaknya akan jauh lebih besar.
Namun tantangan utama jurnalisme data di Indonesia adalah ketersedian data. Data-data yang tersedia secara umum belum sesuai dengan kebutuhan jurnalis bahkan untuk mendapat data yang diinginkan tak jarang harus membeli data dari pemerintah.
“Misalnya kita tidak bisa mendapatkan data kepemilikan perusahaan yang terdaftar di Indonesia dengan mudah. Untuk mendapatkan itu kita harus mengeluarkan biaya Rp 50 – 500 ribu/ dokumen. Berat kalau harus mengeluarkan biaya-biaya seperti itu,” kata Metta.
Menanggapi hal itu, Yanur Nugroho dari Kantor Sekretariat Presiden, mengatakan pemerintah sedang berupaya membuat regulasi yang menjadi payung agar setiap data lembaga dan kementrian terintegrasi satu sama lain. Namun pemerintah masih perlu peningkatan kapasitas untuk mengolah dan menyajikan data.
“Kita memasuki era dimana data bukan urusan pemerintah saja, tapi banyak pihak. Kompleksitas masalah ini tidak bisa diselesaikan hanya pemerintah,” kata Yanuar.
Dalam kesempatan ini, JARING resmi meluncurkan Kelas Online (Klasol) JARING bagi jurnalis untuk belajar mengutak atik data. Kelas online pertama telah berlangsung Januari-Maret 2018 yang diikuti oleh 20 jurnalis dari 7 kota. Kelas online ini terselenggaran berkat dukungan Kedutaan Besar Australia di Jakarta. Kini, seluruh materi kelas tersebut bisa diakses publik di website JARING.id. (Debora Blandina Sinambela)