Hal yang Perlu Diperhatikan Saat Pemilu: Bagian II Panduan GIJN untuk Investigasi Pemilu

Pemilihan umum seharusnya menjadi sarana demokrasi yang kredibel dan adil untuk mendapatkan hak memerintah. Ada undang-undang yang menjadi dasarnya dan pemilih dengan informasi memadai menjadi penentu. Wartawan investigatif dapat melakukan tugasnya dengan memeriksa kesenjangan antara apa yang seharusnya terjadi dan apa yang sebenarnya terjadi dalam kontestasi ini, serta siapa yang berada di balik upaya untuk menumbangkan keinginan masyarakat.

Para ahli menyarankan untuk mempelajari aturan dan hukum yang mengatur pemilu sebagai langkah awal menelisik kesenjangan tersebut. Jurnalis juga mesti menyiapkan alat dan metode untuk menjaga diri, data, dan sumber mereka agar tetap aman. Selain itu, daftar tren, sumber, dan ancaman yang dapat menjadi sumber cerita investigasi.

Dalam bab ini, kami menyoroti peraturan dan tren teknis sebagai hal yang perlu diperhatikan saat pemilu oleh wartawan. Beberapa di antaranya adalah perubahan prosedur pemungutan suara dan cara mengenali bukti adanya campur tangan asing. Kami juga memberikan kerangka kerja agar wartawan dapat memantau otoritarianisme yang semakin meningkat di negara-negara demokrasi, termasuk daftar taktik anti-demokrasi yang semakin banyak digunakan oleh para otokrat untuk memengaruhi pemilu.

Kami juga membagikan beberapa alat yang dirancang untuk memenuhi tenggat di tengah banjir informasi yang menjadi ciri pemilu. Para jurnalis terkemuka misalnya, menyarankan agar langkah-langkah tertentu dilakukan di awal siklus pemilu. Beberapa contohnya adalah menggunakan alat sederhana untuk menemukan daftar Twitter berisi kelompok aktivis politik; menyiapkan peringatan otomatis ketika terjadi perubahan dalam situs web yang dipantau; dan bertukar nomor telepon dengan pejabat penting pemilu. Langkah-langkah tersebut bakal memberikan keuntungan besar seiring pemilu yang semakin dekat.

Meletakkan dasar

Ketahui aturannya

Sekitar setengah dari negara-negara yang menyelenggarakan pemilu menggunakan model representasi proporsional. Kursi parlemen dialokasikan kepada suatu partai sesuai dengan persentase suara keseluruhannya. Hal ini memberi peluang lebih besar bagi partai-partai kecil untuk terlibat dalam pembuatan undang-undang baru. 

Sementara itu, sekitar seperempat dari negara-negara demokrasi diklaim menggunakan model semua untuk pemenang. Daerah pemilihan hanya memiliki satu perwakilan dan kandidat yang memenangkan suara terbanyak akan dipilih. Adapun seperempat lainnya menggunakan kombinasi dari dua sistem dasar tersebut. (Lihat variasi halus antarsistem dalam database ini).

Meski demikian, wartawan investigasi mesti berhadapan peraturan unik yang sering berubah setiap pemilu diadakan. Di bawah ini adalah daftar sumber daya untuk memahami peraturan dasar di negaramu, hal yang perlu diperhatikan saat pemilu:

  • Biasakan diri dengan undang-undang dan proses pengelolaan pemilu, ketentuan konstitusi, dan organisasi masyarakat sipil di setiap negara. Periksa juga situs-situs seperti Database Desain Sistem Pemilu yang disusun dan diperbarui oleh Institute for Democracy and Electoral Assistance (International IDEA). Sumber daya ini punya data terperinci dan komparatif mengenai arsitektur pemilu di 217 negara dan teritori.
  • Jaringan ACE Electoral Knowledge Network mengumpulkan data pemilu mengenai 11 topik dari lebih dari 200 negara.
  • Open Election Data Initiative menguraikan mekanisme pemilu secara rinci dan menawarkan beberapa studi kasus pendanaan kampanye di Amerika Latin. Ada juga analisis mengenai ketersediaan publik atas 14 kategori data pemilu di 17 negara Amerika Latin hingga 2014. Meski analisisnya sudah ketinggalan zaman, tetapi grafik yang disajikan menunjukkan perbedaan ketersediaan data antara negara demokrasi liberal dengan negara otokratis.
  • Mintalah akademisi lokal, LSM pro-demokrasi, pakar pemilu, dan kelompok pemantau pemilu – seperti 251 kelompok yang tercantum di sini – untuk membagikan tautan mengenai peraturan pemilu terkini.
  • Pelajari tentang peralatan pemungutan suara dan vendor yang ditunjuk untuk pemilu mendatang.
  • Pelajari sejarah penting terkait pemilu. Temukan riwayat partisipasi pemilih di negaramu dalam Basis Data Jumlah Pemilih. Selain arsip pengelolaan pemilu lokal dan alat penelitian media seperti LexisNexis, kamu juga bisa melihat Arsip Pemilu Adam Carr yang disusun secara pribadi. Arsip ini memang tidak komprehensif, tetapi mengintegrasikan hasil dan statistik pemilu di berbagai negara dengan peta. Situs ini juga menyimpan beberapa data bersejarah yang dihapus dari situs web badan pemilu .
Kenali Wasitnya

Keamanan dalam pelaporan pemilu

Jurnalis yang menyampaikan kebenaran, termasuk data dan sumber mereka, dapat menjadi target serangan pihak yang tidak ingin pemilih mengetahui fakta yang bisa mempengaruhi pilihan mereka. Oleh sebab itu, menjaga kebersihan digital dan melakukan tindakan pencegahan adalah hal yang mesti diperhatikan saat pemilu. Beberapa praktik terbaik untuk dilakukan:

Menangani waktu dan ruang lingkup pemilu

Proses pemungutan suara adalah salah satu hal yang perlu diperhatikan saat pemilu (Ilustrasi: Marcelle Louw untuk GIJN)

Pemilu ditandai dengan serangkaian tenggat ketat. Mulai dari pendaftaran pemilih hingga kampanye dan hari pencoblosan. Banyaknya informasi yang berkembang sebelum tanggal tersebut. Di tengah berbagai hal tersebut, kamu bisa mencoba berbagai alat berikut untuk mengurangi stres.

  • Gunakan Klaxon untuk memberikan peringatan. Cobalah aplikasi sumber terbuka Klaxon yang dikembangkan The Marshall Project untuk menandai perubahan konten pada situs yang diberi bookmark. Apabila terjadi perubahan pada laman, perangkat ini akan mengirimkan pemberitahuan melalui email, Discord, atau Slack .
  • Pengarsipan adalah suatu keharusan. Halaman web yang berisi pesan partisan biasanya dihapus secara rutin dan menjadi hal yang perlu diperhatikan saat pemilu. Gunakan plugin Hunch.ly untuk mengarsipkan pencarian daring secara otomatis. Wayback Machine juga bisa dipakai untuk memunculkan kembali halaman web yang diubah atau dihapus. Lihat panduan fitur terbarunya dalam artikel ini.
  • Pertimbangkan transkripsi otomatis wawancara. Cobalah Trint atau, jika kamu punya sedikit uang, Otter untuk menyalin dan mencari kata kunci dalam wawancara. Ada baiknya untuk memeriksa keamanan data layanan transkripsi sebelum menggunakannya. Pakar disinformasi Jane Lytvynenko mengatakan bahwa tangkapan layar sering kali tidak cukup sebagai bukti. Ia menyarankan agar wartawan menyimpan bukti digital dengan alat pengarsipan otomatis ini. “Tangkapan layar dapat dengan mudah dimanipulasi, tidak mempertahankan metadata halaman, dan tidak selalu dapat diterima di pengadilan,” catatnya.
  • Rencanakan pelaporan soal ancaman kekerasan dalam pemilu. Wartawan bisa bertanya pada kelompok hak asasi manusia dan pemantau pemilu yang sering kali menandai potensi konflik. Lytvynenko mengatakan penelusuran pada platform Telegram – temukan saluran spesifik melalui Google dengan perintah site:t.me (ditambah kata kunci), lalu analisis dengan tgstat.com – sangat berguna untuk menandai insiden intimidasi. Coba penelusuran di alat SNA Twitter WeVerify untuk Twitter dan CrowdTangle untuk Facebook. Lihat juga Alat Manajemen Risiko Pemilu, yang dikembangkan oleh International IDEA.
  • Telusuri topik pemilu di Twitter dengan “trik daftar karakter pengganti” Bellingcat. Lytvynenko mengatakan di Google dengan perintah site:twitter.com/*/lists “LISTNAME” (kamu bisa mengubah kata kunci sesuai keperluan) – adalah alat ampuh untuk menemukan dan mengikuti beberapa daftar Twitter publik yang cocok dengan subjek pemilu yang sedang kamu selidiki. Untuk grup Facebook, coba perintah site:facebook.com/groups “keyword .” di Google.
  • Siapkan spreadsheet untuk penelusuran Boolean pemilu. Nancy Watzman, jurnalis sekaligus konsultan Proyek Keamanan Siber untuk Demokrasi NYU menyarankan pengumpulan istilah-istilah yang tidak biasa dan hiper-partisan yang muncul saat pemilu. Masukkan kata-kata tersebut ke dalam spreadsheet, bagi berdasarkan kategori isu, lalu gunakan untuk kombinasi pencarian Boolean untuk kata-kata tersebut menjelang hari pemilu. Boolean membantu memfokuskan penelusuran Google pada hasil yang diperlukan.
  • Jadikan dirimu tujuan para pelapor pemilu. Para editor investigasi menekankan bahwa pemberitaan politik yang berkualitas, berani, dan tidak sekadar membahas menang-kalah sangat penting untuk membuat “orang dalam” membocorkan informasi soal pemilu kepadamu. 

Tren pemilu yang perlu dipantau

Selain isu-isu lokal unik yang muncul dalam setiap siklus pemilu, terdapat pula tren internasional yang muncul sebagai hal yang perlu diperhatikan saat pemilu. Tren-tren ini muncul dari pergeseran demografi, dari teknologi baru atau ancaman digital, dan dari pemerintah dan lembaga pemilu yang saling mengawasi. Beberapa di antaranya berimbas pada adanya kontrak baru dan belanja publik; beberapa berpotensi menimbulkan ancaman terhadap integritas hasil pemilu; beberapa di antaranya dimaksudkan untuk mendorong demokrasi, tetapi dapat membuat pemilih bingung. Berbagai hal tersebut bisa jadi petunjuk yang mengawali sebuah liputan.

Mungkin yang paling berbahaya dari tren ini adalah “buku pedoman otokrat” – semakin banyak pemimpin otoriter yang meniru taktik pemilu yang represif satu sama lain. (Kami mengeksplorasi taktik ini di bawah.)

Namun, David Levine, elections integrity fellow di Alliance for Securing Democracy, dan Sam van der Staak, kepala program Eropa di International IDEA, menunjukkan tren penting lainnya yang perlu diperhatikan:

  • Monopoli media. Kecenderungan kepemilikan media – terutama stasiun TV – oleh politisi petahana, oligarki, dan sekutu bisnis otokrat adalah hal yang perlu diperhatikan saat pemilu. Hal ini mengarah pada liputan pemilu yang tidak seimbang dan munculnya fitnah terhadap media independen
  • Intervensi Asing. Lihat Authoritarian Interference Tracker, yang dikelola Alliance for Securing Democracy. Basis data ini merinci dan memetakan insiden pendanaan kampanye ilegal, serangan dunia maya, dan kampanye misinformasi yang dilakukan oleh aktor asing di 40 negara sejak tahun 2000. Coba periksa silang hasilnya dengan data yang dimuat Pelacak Atribusi Interferensi Asing – dikelola oleh DFRLab – yang berfokus pada aktor di balik campur tangan dalam pemilu AS tahun 2020.
  • Kembalinya sistem pemungutan suara manual di Barat. Levine mengatakan campur tangan Rusia dan kekhawatiran akan peretasan pada pemilu AS tahun 2016 telah mendorong beberapa negara maju, termasuk Belanda, untuk mempertimbangkan kembali keamanan pemilu digital, dan kembali menggunakan pemungutan suara manual.
  • Tren menuju infrastruktur pemilu yang lebih digital di negara-negara yang usia demokrasinya muda. Van der Staak mengatakan warisan penindasan telah meningkatkan penggunaan sistem otomatis – serta potensi korupsi – di banyak negara yang usia demokrasinya muda dan negara-negara bekas blok Komunis. Ia menambhakn kalau banyak sistem pemilu elektronik dan digital yang masih rentan terhadap manipulasi dan kontrak yang korup meskipun beberapa sistem sudah baik.
  • Lebih banyak pemungutan suara di luar bilik. Pandemi COVID-19 mengacaukan sistem pemungutan suara di banyak negara pada 2020. Akibatnya, “pengaturan pemungutan suara khusus,” termasuk pemungutan suara melalui pos, elektronik, dan mekanisme pemungutan suara untuk populasi diaspora, menjadi semakin populer. “Ada kecenderungan negara-negara mengadopsi cara-cara baru dalam memilih karena teknologi baru memungkinkan hal tersebut. Lebih sulit bagi jurnalis dan pengamat untuk memantaunya,” kata Van der Staak. 
  • Pemerintah menggunakan kerahasiaan data pribadi sebagai alasan untuk menyembunyikan nama-nama pendana kampanye. Van der Staak mengatakan beberapa politisi dan legislator di luar Eropa menggunakan peraturan perlindungan data GDPR yang ketat di kawasan ini sebagai alasan kurangnya transparansi seputar pendanaan kampanye. “Mereka mengubah bagian-bagian GDPR agar sesuai dengan tujuan kekuasaan mereka. Jurnalis dapat memeriksa klaim ini,” jelas Van der Staak.
  • Serangan Denial of service (DOS) pada situs web resmi pemilu. Serangan DOS atau DDoS yang melumpuhkan situs web semakin sering digunakan untuk menyabotase musuh politik dan dapat digunakan untuk mengganggu situs resmi pemilu. Van der Staak mengatakan jurnalis harus mewaspadai ancaman yang lebih besar dari serangan-serangan ini demi kepercayaan terhadap integritas pemilu. “Sering kali ini merupakan cara untuk memberi kesan bahwa lembaga pemilu tidak melakukan tugasnya dengan baik. Masyarakat mungkin mulai bertanya-tanya apakah keseluruhan pemilu tidak lagi sah. Semakin dekat hari pemilu, semakin besar dampaknya,” terangnya.

Buku pedoman autokrat

Akhir dari demokrasi mudah untuk diidentifikasi. Bisa dengan kudeta militer atau dekrit yang melarang pemilihan multi-partai. Meski demikian, kemunduran menuju otokrasi lebih sulit untuk dikenali saat ini. 

Saat ini, terkikisnya lembaga-lembaga demokrasi umumnya terselubung dalam bentuk hukum dan dalih keadaan darurat, atau menyalahkan pihak ketiga. Sementara itu, kekerasan pemilu yang disponsori negara berusaha diminimalkan.

Banyak peneliti telah menemukan bahwa para otokrat terpilih mempelajari taktik dari rekan otokratnya di negara lain. Ini menjadi hal yang perlu diperhatikan saat pemilu. Kadang-kadang, mereka bahkan secara langsung berbagi sumber daya dan trik kotor yang sama. Majalah Foreign Policy baru-baru ini merinci bagaimana undang-undang keamanan siber dan “agen asing” di Nikaragua “tampaknya merupakan tiruan” undang-undang represif yang diberlakukan oleh pemerintahan Presiden Rusia Vladimir Putin di Rusia pada 2012.

Menurut ilmuwan politik Hongaria András Bíró-Nagy, Viktor Orban memenangkan pemilu keempat berturut-turut pada April 2022 berkat kombinasi strategi yang telah teruji. Ia menakut-nakuti pemilih kurang berpendidikan dengan musuh publik yang tidak nyata; menyingkirkan partai oposisi dengan peraturan kampanye dan liputan media yang bias; serta merampok kas negara beberapa bulan sebelum hari pemilu.

Salah satu contoh peralihan dari taktik lama – seperti manipulasi suara dan tindakan keras terhadap pendukung oposisi – dicontohkan oleh pemerintahan Robert Mugabe di Zimbabwe. Pada 2008, agen-agen partai Mugabe terlambat tahu kalau mereka tidak punya cukup waktu memanipulasi kotak suara untuk memenangkan putaran pertama pemilihan presiden. Hal ini diikuti dengan penindasan brutal terhadap oposisi untuk memastikan “kemenangan” dalam pemilu putaran kedua. 

Taktik tersebut menuai kecaman internasional. Namun, Mugabe mengadopsi serangkaian strategi baru menjelang pemilu 2013. dengan membuat peraturan yang bakal menguntungkannya. Jurnalis perlu mewaspadai dan mengantisipasi upaya-upaya semacam ini.

Waspadai Taktik Ini:
  • Kontrol lanskap media . Di Hongaria, pemerintahan baru Viktor Orban dengan cepat membentuk Dewan Media untuk mempromosikan swasensor dan sanksi berat bagi pemberitaan kritis. Di Serbia, oligarki dan sekutu presiden otokratisnya mengendalikan hampir semua stasiun TV komersial. Mereka juga diunggulkan lantaran mendapatkan hibah dana publik dan tanpa henti digaungkan oleh media pemerintah. Kiat untuk media independen: Cari database kepemilikan media untuk mengetahui kaitan antara media dengan para politisi.
  • Menuduh pers dan oposisi melakukan kejahatan terkait pemilu; lalu gaungkan. Banyak kandidat otoriter telah belajar menanggapi tuduhan berdasarkan bukti seperti korupsi kampanye atau pelanggaran pribadi. Mereka dengan berani menuduh para penyelidik yang mengungkap kesalahan tersebut telah melakukan kejahatan yang sama. Tuduhan tersebut kemudian digaungkan oleh para pendukungnya di media sosial. Cara ini digunakan untuk membingungkan publik dan meredakan tuduhan. Tip: Gunakan visualisasi untuk membandingkan garis waktu dan bukti dari tuduhan balik yang dilakukan kandidat otoriter.
  • Alihkan kekerasan terkait pemilu ke geng – dan tutup mata . Para otoriter “jadul” menggunakan aparat kekerasan negara untuk menyerang kebebasan secara langsung. Editor KRIK Stevan Dojčinović mengatakan “para otoriter zaman baru” menggunakan strategi berlawanan: mereka membekukan lembaga-lembaga negara dan menggunakan perusahaan swasta atau geng jalanan yang dikendalikan oleh para sekutu pemimpin otokratis. Tip: Gunakan alat pengenalan wajah dan pencitraan balik untuk menemukan preman jalanan bersama petugas kampanye – namun ikuti panduan keselamatan jurnalis dengan cermat saat meliput geng politik jalanan.
  • Menimbulkan ketakutan terhadap isu-isu sosial kecil, lalu menyalahkan kelompok minoritas atau pihak-pihak di luar partai. Banyak kampanye populis yang menganggap menyebar ketakutan dan menyalahkan sebagai strategi yang efektif. Cara ini banyak dilakukan, sementara hal-hal substansial lain seperti visi-misi, program, dan kebijakan justru diabaikan. Kiat: Hindari jurnalisme yang sekadar memberitakan siapa yang bakal menang dan jajak pendapat mengenai sentimen publik mengenai isu “kecil”. Fokuslah pada kebijakan yang mempengaruhi kehidupan pemilih dan singgunglah kemampuan mereka untuk mengetahui dan memilih.
  • Meminggirkan atau mendiskreditkan media independen. Undang-undang “ agen asing ” Rusia  yang diteken pada 2012 mewajibkan LSM dan organisasi berita dengan dukungan internasional untuk mengakui diri mereka sebagai mata-mata. Ini adalah salah satu taktik paling populer yang banyak ditiru kalangan penguasa otoriter. Kiat: kembangkan solidaritas dengan media independen lainnya dan berkolaborasi lah dengan media-media di negara tetangga untuk memastikan liputanmu tidak dapat dibungkam.
  • Ikuti perkembangan kebijakan hukum yang “menempa, membengkokkan, dan menghancurkan” (forging, bending, and breaking). Andrea Pirro dan Ben Stanley menunjukkan pola kebijakan yang dilakukan kelompok otoriter untuk mengonsolidasikan kekuasaan mereka. Pertama, memperkenalkan kebijakan populis yang tidak bertentangan dengan semangat aturan yang sudah ada, biasanya ditelurkan dengan alasan moralitas atau sejarah. Kedua, membuat kebijakan untuk memperbesar kekuasaan eksekutif yang melanggar aturan yang sudah ada. Hal tersebut dilakukan sembari menebar janji pemilu yang melegitimasi kebijakan itu dan menyebutnya sebagai “politik seperti kelazimannya” (politic as usual). Dan, ketiga, memberlakukan undang-undang baru yang melanggar norma-norma konstitusional dan internasional untuk menjamin keberlangsungan pemerintahan. Kiat: Jangan menerima kenyataan yang semakin tidak dapat dipertanggungjawabkan yang diciptakan oleh para pemimpin ini. Laporkan seolah-olah negara ini masih merupakan negara demokrasi penuh, dengan prinsip-prinsip akuntabilitas tertinggi. Gali kesepakatan tersembunyi antara eksekutif dan legislatif.
  • Membubarkan badan investigasi independen yang dapat mengungkap korupsi pada tingkat tertinggi. Para penguasa otoriter baru akan mendepak atau membubarkan badan-badan independen seperti jaksa khusus dan unit investigasi yang mengawasi kepentingan publik. Setelah itu, para staf akan dipindahkan ke departemen-departemen yang lebih besar dan dikendalikan oleh kabinet, seperti polisi. Pada 2009, Presiden Afrika Selatan saat itu, Jacob Zuma, membubarkan unit elit Scorpions yang menyelidikinya atas kasus korupsi ketika dia menjabat sebagai wakil presiden. Zuma kemudian membentuk unit baru yang lebih lunak dan kerjanya terbatas pada penyelidikan kejahatan terorganisir. Kiat: Cobalah untuk menemukan whistleblower di antara para penyelidik pemerintah yang baru saja dicemarkan nama baiknya dan lanjutkan kasus-kasus penyalahgunaan kekuasaan eksekutif yang mereka tinggalkan.
  • Menempatkan para sekutu di lembaga peradilan. Para autokrat bisa menggunakan aliansi ini untuk, misalnya, menjadwalkan pemilu yang paling merugikan pendaftaran pemilih oposisi. Hal itu biasanya dilakukan pada saat-saat terakhir. Kiat: Menginvestigasi hakim dan hubungannya dengan pejabat pemerintah dapat memicu kekerasan terhadap jurnalis – tetapi wartawan pemberani di media independen seperti Slidstvo.info telah menunjukkan bahwa hal tersebut dapat dilakukan. 
  • Mengontrol komisi pemilu “independen” dengan para kroni. Pada 2013, orang yang ditunjuk sebagai ketua badan penyelenggara pemilu Zimbabwe adalah mantan politisi partai berkuasa ZANU-PF. Kiat: Periksa aturan penunjukan dan masa jabatan komisi atau badan pengelola pemilu di negaramu melalui database ini .
  • Memanfaatkan ketakutan kaum pribumi dengan menulis ulang sejarah, menargetkan “orang luar”, dan menyamakan identitas nasional dengan agama mayoritas. Ini adalah tiga dari tujuh “permainan kunci” umum dalam pemilu menyesatkan yang diuraikan dalam “Democracy Undone” yang ditulis oleh para wartawan di GroundTruth . Mereka mengamati taktik-taktik para pemimpin nasionalis di India, Brasil, Hongaria, Polandia, Kolombia, Italia, dan Amerika Serikat. Tiga hal ini digaungkan dan dijadikan senjata oleh para pendukung mereka di media sosial. Kiat: Soroti manfaat keberagaman dan imigrasi, serta tunjukkan sejarah imigran dari pejabat partai yang xenofobia.
  • Menyatakan bahwa telah terjadi penipuan atau plot asing dan membesar-besarkan kesalahan kecil ketika kehilangan penghitungan suara penting. Kiat: Seperti yang ditunjukkan oleh Columbia Journalism Review pada 2020, wartawan perlu mengontekstualisasikan contoh-contoh kecil kesalahan penghitungan sebagai hal yang normal. Langkah itu perlu dilakukan dengan jelas dan gamblang: “Akan ada aktor yang mencoba meyakinkan publik bahwa setiap kesalahan kecil adalah bukti adanya kecurangan. sistem. Hal-hal normal menjadi tidak beres pada hari pemungutan suara; ada mesin yang tidak berfungsi, tempat pemungutan suara mati listrik atau terlambat dibuka, daftar pemilih salah dikirimkan.”

“Demokrasi berada pada titik perubahan yang cukup kritis,” kata Levine dari Alliance for Securing Democracy. “Ada pertanyaan-pertanyaan penting yang perlu ditanyakan oleh para wartawan, bahkan mengenai keberhasilan pemilu, terutama mengenai apakah para pemilih mempunyai informasi yang benar untuk membuat pilihan yang tepat.”

Catatan: Jika kamu mengetahui alat atau database baru yang dapat membantu wartawan menggali informasi tentang pemilu, silakan bagikan kepada kami di [email protected] . Bab ini adalah bagian dari lima bagian panduan GIJN untuk menyelidiki pemilu di seluruh dunia. Pendahuluan , Bagian 1 telah diterbitkan dan bagian-bagian selanjutnya akan diterbitkan menjelang pemilu.


Rowan Philp adalah reporter GIJN. Ia pernah bekerja untuk Sunday Times di Afrika Selatan. Sebagai koresponden luar negeri, ia meliput beragam topik seperti korupsi, politik, dan konflik di lebih dari dua lusin negara di berbagai belahan dunia.

Artikel ini pertama kali dipublikasikan di GIJN dengan judul “Elections Guide for Investigative Reporters: Chapter 2 — Preparing for Elections“. Untuk menerbitkan ulang tulisan ini, kamu bisa menghubungi GIJN Indonesia melalui surel.

Berlangganan Kabar Terbaru dari Kami

GRATIS, cukup daftarkan emailmu disini.