Cara Pemenang Pulitzer Menyelidiki Pusat Detensi Xinjiang

Catatan editor: Liputan BuzzFeed mengenai pusat detensi Muslim di Xinjiang menyabet penghargaan Pulitzer untuk kategori liputan internasional. Analisis geospasial dan penggunaan perangkat sumber terbuka merupakan kunci dalam investigasi ini. Allison Killing, arsitek yang turut serta dalam liputan tersebut, menjelaskan bagaimana mereka menggarap liputan yang dirilis dalam tiga seri ini.

 

Informasi soal program penahanan massal yang dilakukan pemerintah China di wilayah barat laut Xinjiang pertama kali muncul pada 2017. Radio Free Asia yang mengabarkannya. Tak lama berselang, kepala biro China untuk BuzzFeed News, Megha Rajagopalan mengunjungi salah satu kamp penahanan yang diperuntukkan bagi warga minoritas Muslim tersebut.

Saya bertemu dengan Rajagopalan di sebuah lokakarya setahun setelahnya. Ia sudah bekerja di Xinjiang selama beberapa tahun dan meliput banyak isu besar di wilayah tersebut.  Namun, pemerintah China menolak memperbarui visanya. Pada pertengahan 2018, diperkirakan sejuta orang telah ditahan di kamp-kamp yang bermunculan di banyak wilayah. Antropolog Adrian Zenz memprediksi terdapat 1.200 kamp, tetapi hanya beberapa lusin fasilitas yang telah teridentifikasi.

Pemerintah China membantah keberadaan kamp tersebut pada awalnya. Namun, pada akhir 2018, mereka justru mengklaim bahwa pusat detensi Xinjiang diperuntukkan bagi program pendidikan dan pelatihan kejuruan. Sementara itu, International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ) memublikasikan laporan yang memaparkan berbagai langkah yang dilakukan pemerintah China agar tahanan tidak kabur dan menyebut adanya indikasi kehadiran penjaga bersenjata di kamp tersebut.

Salah satu model kamp detensi yang dibuat dengan komputer. (Gambar: Tangkapan layar)

Saya dan Rajagopalan membicarakan kemungkinan menyelidiki lebih lanjut persoalan ini. Namun, kami menyadari ada banyak hambatan. Akses meliput di Xinjiang sangat terbatas. Pergerakan di kota tersebut juga dibatasi dan semakin menyulitkan dengan hadirnya pengawas yang tersebar di berbagai lokasi. Selain itu, banyak narasumber yang enggan bicara karena takut dengan ancaman bakal dikirim ke kamp. Belum lagi luas Xinjiang yang hampir empat kali luas California.

Gagasan yang muncul adalah melakukan investigasi tanpa harus berada di Xinjiang. Hal tersebut bisa dilakukan dengan menggunakan citra satelit.

Saya membaca artikel di WIRED yang menyebut kalau Baidu Total View, semacam Google Street View berbahasa Mandarin, terkadang memanipulasi gambar. Cerobong asap milik pembangkit listrik dan pabrik adakalanya dihapus dari gambar. Terpikir oleh saya bahwa bangunan yang lebih sensitif seperti kamp internir mungkin mengalami hal serupa. Berbekal beberapa foto jurnalis yang pernah mengunjungi beberapa kamp di pusat detensi Xinjiang, saya mencoba memeriksa lokasi dari foto-foto tersebut di Baidu Total View.

Tidak ada citra jalan di dekat kamp yang tersedia. Namun, ketika memperbesar gambar salah satu lokasi kamp di Baidu, saya menyadari kalau potongan citra satelit tampaknya tidak dimuat dengan benar. Di lokasi kamp yang diperiksa pertama, ada kotak kosong berwarna abu-abu yang apabila diperbesar bakal berubah menjadi garis dan gambar sederhana sebuah bangunan. Saya berulang kali memperbesar lalu memperkecil gambar dan hasilnya selalu sama. Keanehan tersebut juga terjadi ketika memeriksa beberapa lokasi lain yang terindikasi sebagai kamp detensi. Saya merasa telah menemukan strategi untuk menemukan lokasi kamp lainnya.

 

Sistem Rahasia Kamp Detensi

Untuk menyelidiki lokasi yang diduga sebagai kamp detensi, kami menggandeng Christo Buschek. Ia bekerja sebagai spesialis data dan pernah menggarap bukti digital soal pelanggaran hak asasi manusia di Suriah. Pada awalnya, kami mengira hanya akan ada beberapa ratus ribu potongan citra satelit untuk disortir, tetapi ternyata kami mesti menelisik lebih dari 5 juta.

Setiap potongan citra satelit yang kami punya menggambarkan berbagai fasilitas yang ada di wilayah kamp detensi. Mulai dari susunan panel surya hingga pabrik dan lapangan tembak militer. Sebanyak 5 juta potongan citra satelit disortir dengan memilih potongan yang berada di dalam kamp dan di sekitar kota, serta sepanjang jalan menuju kamp. Langkah tersebut dilakukan lantaran kamp membutuhkan jalan untuk membawa bahan bangunan dan pekerja ke lokasi.

Tim investigasi menggunakan peta untuk menandai fasilitas kamp detensi yang mereka temukan di sekitar wilayah tersebut. (sumber: tangkapan layar)

Kamp juga membutuhkan jaringan listrik dan telekomunikasi yang mudah diakses dan berada dekat permukiman. Infrastruktur jalan dan kedekatan dengan kota juga berguna untuk membawa tahanan dan pekerja untuk bepergian. Penyortiran menghasilkan 50.000 potongan citra satelit yang mulai dikerjakan secara sistematis.

Dibutuhkan waktu sepekan untuk memeriksa 10.000 potongan. Pemeriksaan tersebut membantu kami melakukan dua hal. Pertama, melihat berbagai model kamp detensi. Mulai dari kamp yang sudah lama dibangun, kamp darurat yang dibangun di bekas sekolah, hingga fasilitas dengan tingkat keamanan tinggi yang dibangun secara khusus. Hal kedua yang kami dapat adalah beberapa jenis kawasan yang mungkin dijadikan lokasi pembangunan kamp. Lokasi yang khas adalah kawasan industri di pinggir kota.

Kedua hal tersebut membantu mempersempit pencarian. Kami juga menyadari bahwa tampaknya ada setidaknya satu kamp baru di setiap kabupaten di Xinjiang. Hal ini mendorong kami untuk terus mencari ketika belum menemukan kamp detensi di daerah tertentu.

Hanya sedikit cara untuk memastikan bahwa lokasi yang telah diidentifikasi benar-benar merupakan kamp detensi. Verifikasi temuan dengan pergi ke Xinjiang tak mungkin dilakukan. Dengan alasan keamanan, hal tersebut juga mustahil dilakukan oleh jurnalis lokal.

Namun, kami telah memiliki daftar berisi lokasi yang diduga kuat merupakan kamp detensi. Ada juga berita yang telah membahas soal ini sebelumnya. Karya Shawn Zhang, seorang mahasiswa Kanada, yang mengidentifikasi sejumlah besar lokasi kamp detensi dengan menggunakan dokumen pemerintah, juga bisa digunakan.

Berbekal tiga hal tersebut, kami mengidentifikasi ciri-ciri kamp berdasarkan berbagai fiturnya seperti kandang kawat berduri di halaman, dinding pembatas tinggi, dan menara penjaga. Dalam beberapa kasus, foto juga dipakai untuk memverifikasi temuan yang didapat melalui citra satelit. Daftar kamp yang sudah diidentifikasi menjadi kunci untuk menemukan kamp lainnya.

Ketika memublikasikan liputan ini, kami berhati-hati menyampaikan tingkat kepastian identifikasi setiap lokasi kamp detensi kepada audiens. Berbagai hal seperti kesaksian saksi mata, temuan peneliti, hingga seberapa kuat bukti citra satelit dalam setiap kasus jadi pertimbangan. Terdapat 268 kompleks interniran, banyak di antaranya berisi dua hingga tiga kamp dan penjara. Perubahan drastis dalam program penahanan massal juga berhasil diungkap. Kamp-kamp awal telah diubah menjadi sekolah dan rumah sakit sementara. Namun, sekarang pemerintah China membangun fasilitas detensi permanen dengan tingkat keamanan yang lebih tinggi. Fasilitas terbesar bahkan mampu menampung hingga 42.500 orang.

Konsulat China di New York merespons pertanyaan-pertanyaan yang kami ajukan dan mengatakan kalau “,masalah di Xinjiang sama sekali bukan tentang hak asasi manusia, agama, atau etnis, tetapi tentang memerangi terorisme dan separatisme,”. Mereka juga menyebut informasi penahanan satu juta orang Uighur di wilayah tersebut sebagai kebohongan tak berdasar.

“Xinjiang telah mendirikan pusat pendidikan dan pelatihan kejuruan untuk membasmi pemikiran ekstrem, meningkatkan kesadaran aturan hukum melalui pendidikan, meningkatkan keterampilan kejuruan, dan menciptakan peluang kerja bagi mereka sehingga mereka yang terpengaruh oleh ide-ide ekstrem dan kekerasan dapat kembali ke masyarakat,” tambah konsulat. Namun, ia juga membandingkan program tersebut dengan “program wajib untuk teroris” yang disebutnya dilakukan negara lain, termasuk AS dan Inggris.

Sementara itu, Kementerian Luar Negeri China dan Baidu tidak menanggapi permintaan wawancara yang disampaikan berulang kali.

Tim investigasi melacak pembangunan fasilitas baru, memperkirakan ukuran dan jumlah tahanan yang dapat ditahan di tempat yang berbeda. (Sumber: tangkapan layar)

Selama investigasi, pembagian tugas yang jelas dilakukan dalam tim. Pada mulanya, Christo melakukan sebagian besar pekerjaan membangun database untuk memetakan lokasi yang diindikasikan sebagai kamp dan mencatat informasi penting mengenai hal tersebut. Setelah database selesai dibuat, saya mulai bekerja dengan analisis spasial untuk benar-benar menemukan lokasi kamp dan menambahkan beberapa informasi tentang lokasi-lokasi tersebut.

Sementara itu, Megha fokus mewawancarai mantan tahanan. Kami terus berkomunikasi untuk menyempurnakan pekerjaan berdasarkan temuan anggota tim. Fitur dan variabel baru ditambahkan dalam database setelah pola pembangunan kamp ditemukan atau kamp yang pernah menjadi tempat penahanan narasumber telah diverifikasi. Kombinasi berbagai keahlian terbukti berguna saat memublikasikan laporan. Skala program detensi ditunjukkan melalui data yang saya temukan, sedangkan wawancara dengan para mantan tahanan menampilkan sisi manusiawi.

Kami berharap bahwa liputan ini bisa berdampak signifikan. Sampai sekarang, pembuat kebijakan kekurangan informasi rinci tentang pelanggaran yang terjadi di Xinjiang. Kondisi tersebut perlahan berubah. Pengacara hak asasi manusia dan para pembuat kebijakan menghubungi kami dan mengatakan bahwa laporan ini membantu mereka untuk memberi penjelasan kepada publik. Sebuah rancangan Undang-undang yang melarang impor dari Xinjiang sedang dibahas di Kongres AS untuk menyentil perusahaan yang menggunakan kerja paksa dalam proses produksi.


Allison Killing adalah arsitek dan ahli investigasi dengan menggunakan teknik geospasial dan sumber terbuka. Ia menjalankan Killing Architects, organisasi yang menggunakan kemampuan arsitektur dan perencanaan kota untuk menelisik isu sosial. Beberapa topik yang pernah digarap adalah surveilans di perkotaan dan jaringan rahasia kamp penahanan.

Tulisan ini pertama kali dipublikasikan oleh Global Investigative Journalism Network (GIJN) dan ditajuki Interrogating China’s “Google Maps” to Investigate the Xinjiang Detention Centers. Penyebarluasan tulisan ini berada di bawah lisensi Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International. Jaring bekerjasama dengan GIJN untuk mengalihbahasakan dan mempublikasikan secara berkala artikel-artikel GIJN untuk pengembangan kapasitas jurnalisme investigasi di Indonesia. Untuk menerbitkan ulang tulisan ini, Anda bisa menghubungi [email protected].

Berlangganan Kabar Terbaru dari Kami

GRATIS, cukup daftarkan emailmu disini.