Menaklukkan harimau bukan perkara sulit bagi Mawi, warga Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan. Aktivitas yang sudah dilakoninya sejak 1972 ini, bikin namanya sohor di kalangan pemburu harimau.
“Dulu, pemburu harimau sering dianggap pahlawan,” ujarnya ketika ditemui Kamis, 16 Juni 2022.
Harimau memang dianggap sebagai ancaman bagi penduduk, khususnya bagi mereka yang hendak berladang. Pada masa jayanya, Mawi bahkan bisa membunuh hingga lima ekor harimau dalam sebulan.
Ketenaran Mawi juga didapat lantaran kemampuannya berburu tanpa kawan. Berbekal sling baja dan senjata api untuk menumpas harimau, ia sendirian meninggalkan rumah hingga berbulan-bulan. Digunakannya bahan-bahan yang disediakan oleh hutan untuk bertahan hidup.
Namun, harimau bukan sekadar ancaman. Ada potensi cuan dari bertaruh nyawa berburu si Raja Rimba.
“Dulu itu kan zaman susah. Tidak ada lokak duit (pekerjaan yang menghasilkan uang). Jadi saya pilih berburu harimau,” kata lelaki kelahiran Dusun Jambu Desa Muara Tiku ini.
Pada dekade 1970-an, Harimau hasil buruan Mawi dihargai Rp15.000,- per ekor. Banderol ini meningkat hingga 1200 kali dalam tiga dekade.
***
“Beda pengepul beda harga. Terakhir harga jualnya cuma Rp18 juta pada 2018. Waktu itu (jual) ke Lampung. Setelahnya belum dapat lagi. Saya rencana mau berhenti juga,” kata Rozi, warga Ulu Rawas, Musi Rawas, Sumatera Selatan ketika diwawancarai pada Minggu, 19 Juni 2022.
Rozi dan dua saudara kandungnya mewarisi kemampuan berburu Usman, ayahnya. Di dinding kediaman mereka, ada hiasan kepala rusa dengan tanduk yang panjangnya hampir setengah meter. Senjata api rakitan tergantung persis di sebelahnya.
Berburu bukan cuma perkara cuan buat Usman. Adakalanya, ia diminta menghadapi harimau yang muncul di desa lain. Lelaki tersebut tak segan memenuhi permintaan tersebut meski perjalanan bisa memakan waktu hingga beberapa hari.
Dalam beberapa kasus, label pahlawan bisa didapat Usman hanya dengan menghalau harimau dari permukiman.
“Dulu orang dari Ulu Rawas ini yang menghabiskan harimau di Lebong (Provinsi Bengkulu). Mereka sengaja dipanggil, katanya harimau sudah meresahkan kampung, masuk ke pemukiman,” ceritanya.
Cerita lain disampaikan Laelan, warga Kecamatan Rawas Ulu, Musi Rawas, Sumatera Selatan. Ingatannya masih jelas merekam momen ketika harimau hasil buruan berubah jadi hiburan.
“Saat masih kecil dulu, saya juga pernah menonton orang-orang tua kami mencincang harimau di tengah lapangan dusun. Semua bersorak riang,” kenangnya dengan wajah berseri saat ditemui pada Senin (20/06).
Rumah Laelan berdekatan dengan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) yang merupakan habitat Harimau Sumatera. Di sana kemampuan berburu harimau juga dipelajari secara turun-temurun.
Meski demikian, tak semua orang mampu berhadapan dengan harimau. Menurut Laelan, kegiatan ini hanya bisa dilakukan mereka yang punya “ilmu sakti” dan mahir menggunakan senjata api rakitan. Bahannya diambil dari besi bekas pipa air. Potongan besi dan baut digunakan sebagai peluru.
Setelah sepuluh tahun berburu harimau, Laelan memutuskan gantung senjata dua tahun lalu. Ia mengaku dapat wangsit dari leluhur.
“Kadang imau-imau (harimau,red) ini berbisik minta tolong. Belum ada harimau yang saya selamatkan, tetapi bisikan itu membuat saya tahu dimana saja para pemburu memasang jerat,” imbuhnya.
Sam, sebut saja begitu, mengaku kalau bisnis satwa liar tak lagi menggiurkan sejak pandemi Covid-19 merebak. Selain minim permintaan, harganya juga anjlok. Harimau yang diberi kode 08 oleh kalangan pelaku perdagangan satwa liar, tak luput dari kondisi tersebut.
“Rugi. Tidak ada harga lagi barangnya. Bulan lalu ada yang tawarkan 08, tapi saya tolak dan suruh jual ke Palembang. Barangnya dari Sekayu (Sumatera Selatan),” kata Sam.
Pusat dari bisnis kulit harimau dan segala jenis hewan langka di Sumatera, menurut Sam, ada di pulau Batam. Pintu masuk utamanya adalah Pelabuhan Kuala Tungkal di Tanjung Jabung Barat, Jambi.
Bagaimana jaringan pemburu, pengepul, dan pembeli barang-barang dari harimau buruan bekerja? Simak tulisan kedua dari serial Penjagal Raja Rimba, Minggu, 31 Agustus 2022.
*Liputan investigasi ini merupakan hasil kolaborasi dalam Program Bela Satwa Project yang diinisiasi oleh Garda Animalia dan Auriga Nusantara.