Berbeda dengan delapan korban lain, Muhamad Reza satu-satunya korban meninggal akibat benturan benda tumpul di kepala. Ia korban kesembilan yang tewas dalam kericuhan Jakarta 21-23 Mei 2019.

Yanti tidak berani melihat langsung tubuh anaknya, Muhammad Reza (24) yang membujur kaku di kotak pendingin Rumah Sakit (RS) Polri Kramat Jati. Ia hanya berani menyaksikan wajah anaknya yang sudah tak bernyawa melalui foto.

“Ya udah, ibu itu kalau ingat gimana ya, pedih,” katanya ketika ditemui di kediamannya di Jurang Mangu Barat, Tangerang Selatan pada Jumat, 21 Juni 2019. Ia tak kuasa membendung air matanya.

Bersama dengan kakak, menantu, ketua rukun tangga (RT) dan rekan Reza, mereka menjemput jenazah bungsu dari empat bersaudara tersebut dari RS Polri Kramat Jati pada Selasa, 28 Mei lalu. Atau empat hari setelah dinyatakan meninggal oleh pihak rumah sakit pada Jumat, 24 Mei 2019.

Yanti mengatakan Reza pamit padanya pada Rabu, 22 Mei tanpa memberi tahu hendak kemana. Ditunggu-tunggu selama tiga hari, ia tidak kunjung pulang. Bahkan teman-temannya tidak ada yang tahu keberadaan Reza.

Lantaran hal tersebut selebaran berisi informasi hilangnya Reza sempat beredar di media sosial. Penjelasan selebaran itu menyebut ia ikut dalam aksi 22 Mei, lalu hilang tanpa kabar. Nomor kontak Andri, paman Reza, tertera di bagian bawah. Namun, tak ada yang menghubunginya.

***

Tidak menemukan titik terang, Sabtu, 25 Mei, Yanti dan Andri memutuskan mengunjungi kantor polisi dan sejumlah rumah sakit. Petunjuk pertama didapati di Polres Jakarta Barat. Nama Muhammad Reza tertera dalam daftar, tanpa alamat rumah.

“Pas cari ke mana-mana, ke rumah sakit – rumah sakit nggak ada. Pas ke Polres Jakarta Barat itu, akhirnya ada namanya,” ujar Yanti.

Kepada petugas Polres, Yanti sempat menanyakan kemungkinan anaknya di dalam sel. Akan tetapi petugas tersebut merespons lain.

Nggak ada bu. Kalau nggak ada alamatnya gini, ibu ke rumah sakit Polri Bhayangkara,” ujar Yanti menirukan perkataan petugas kepadanya.

Berbekal foto Reza, Yanti mengikuti arahan petugas kepolisian menelusuri keberadaan anaknya. Foto dan ciri-ciri anaknya ia jelaskan kepada polisi yang berjaga di instalasi gawat darurat (IGD) RS Polri Kramat Jati.

Pencarian Yanti belum menemukan titik terang meski hari telah beranjak sore. Polisi sempat menawarinya berbuka puasa di masjid rumah sakit, tetapi ia memilih pulang ke Tangerang dengan tangan hampa.

***

Yanti mencoba jalur lain pada Senin, 27 Mei 2019. Ia berniat meminta bantuan Ormas Kebangkitan Jawara dan Pengacara (Bang Japar) untuk menemukan Reza.

Namun, belum sempat melangkah ke luar rumah, dokter forensik dari RS Polri menghubunginya. Yanti diminta menjelaskan ciri-ciri Reza.

Selepas itu, ia gegas menuju kantor Bang Japar di Pejaten, Jakarta Selatan. Tak sempat bicara panjang lebar, dokter forensik kembali menguhubunginya.

“Itu saya kaget, padahal sudah di kantor Bang Japar di Pejaten itu, baru saja duduk. Ya udah tuh, saya langsung pulang,” katanya.

Yanti diminta datang ke RS Polri Kramat Jati dengan membawa ambulans. Tujuannya menjemput Reza yang sudah tak bernyawa.

Ambulans milik RT dipakai menjemput jenazah Reza dari RS Polri Kramat Jati. Keluarga menemukan luka memar di mata kiri, luka sobek di ujung kulit mata kiri, luka sobek di bibir bagian kiri, dan luka di dahi sebelah kiri pada jenazah Reza.

Berdasarkan keterangan dokter forensik kepada keluarga, Reza meninggal akibat benturan benda tumpul di kepala. Kepalanya sempat dibotak untuk menjalani operasi.

“Badannya bersih nggak ada luka, cuma di kepala aja,” kata Yanti.

Berdasarkan keterangan dokter forensik kepada keluarga, Reza meninggal akibat benturan benda tumpul di kepala.

***

Reza menjadi korban kesembilan yang tewas pasca kerusuhan Jakarta 21-23 Mei 2019. Berbeda dengan delapan korban lain, polisi tidak mengungkap identitas Reza kepada publik ketika melakukan konferensi pers mengenai bertambahnya korban meninggal.

Pada hari Reza meninggal, 24 Mei, Polisi sempat menggelar konferensi pers di Mabes Polri. Tapi konferensi pers itu tidak membahas Reza. Karopenmas Divhumas Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo yang memimpin konferensi pers siang itu justru mengungkap kasus hoaks Polisi dari Cina yang menyebar di media sosial.

Dalam konferensi pers di Media Center Kementerian Polhukam pada 11 Juni 2019, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal M Iqbal hanya menyatakan korban kesembilan diduga sebagai perusuh.

“Kami duga perusuh. Penyerang. Diduga, ya,” kata Iqbal saat konferensi pers di Media Center Kementerian Polhukam, 11 Juni lalu seperti diberitakan Tirto.

***

Reza dimakamkan pada 28 Mei 2019, tak jauh dari rumahnya. Polisi turut hadir dalam pemakaman dan mengucapkan bela sungkawa.

Tim tirto.id mendatangi makam Reza dengan jalan kaki pada 21 Juni 2019. Dua botol kaca terbalik masih tertancap di dekat nisan.

Pada hari yang sama Karopenmas Divhumas Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo mendatangi kantor redaksi tirto.id. Saat itu salah seorang reporter sempat bertanya terkait identitas Reza yang masih belum juga dibuka oleh polisi.

Dedi hanya menjawab singkat, “Kami belum dapat infonya.”

* liputan ini merupakan hasil kolaborasi antara Jaring.id dan tirto.id

Reporter: Abdus Somad (Jaring.id), Debora Blandina Sinambela (Jaring.id), Dieqy Hasbi Widana (tirto.id), Mawa Kresna (tirto.id)

Editor: Fahri Salam (tirto.id), Muhammad Kholikul Alim (Jaring.id), dan Damar Fery (Jaring.id)

Dirjen PSDKP KKP: Kami Bisa Membaur dengan Pelaku

Berdasarkan indeks risiko IUU Fishing yang dirilis Global Initiative Against Transnational Organized Crime (Gitoc) pada Desember 2023, Indonesia tercatat sebagai negara terburuk keenam dari 152 negara dalam menangani praktik illegal, Uunreported, and unregulated fishing (IUUF).

Berlangganan Kabar Terbaru dari Kami

GRATIS, cukup daftarkan emailmu disini.