Pasien isolasi mandiri positif Covid-19 mencoblos surat suara tanpa menggunakan sarung tangan. Kejadian ini ditemui di TPS 52 Kelurahan Mekar Jaya, Sukmajaya Kota Depok, saat petugas mengujungi rumah pasien isolasi positif Covid-19. Pasien isolasi mandiri hanya mengenakan masker medis. Ketua Kelompok Panitia Pemungutan Suara I Gede Dwi mengaku terlupa memberikan sarung tangan.
“Harusnya tadi diberikan ya, tapi karena saya terburu-buru jadi kelupaan,” Kata I Gede Dwi kepada Jaring.id pada Rabu, 9 Desember 2020.
Seharusnya berdasarkan protokol kesehatan yang disiapakan KPU, pengguna hak pilih dicek suhu tubuhnya, diberi masker jika tidak membawa masker, mencuci tangan, serta menggunakan sarung tangan. Setelah itu, pemilih boleh memberikan suaranya. Namun protokol kesehatan ini tak diperlakukan sama bagi pasien isolasi mandiri.
Menurut I Gede, penanganan pasien Isolasi mandiri Covid-19 memang tidak pernah disimulasikan langsung. Bimbingan teknis terkait pemungutan dan penghitungan suara hanya mensimulasikan protokol kesehatan di TPS. Sehingga beragam kondisi penjemputan suara pasien isolasi mandiri tidak terprediksi.
Misalnya pelayanan pasien Covid-19 seharusnya dilakukan di luar rumah. Akan tetapi I Gede mengatakan sulit menerapkannya sebab keluarga pasien meminta pelayanan dilakukan di dalam rumah. Petugas juga tidak bisa memaksakan pasien menggunakan formulir c pendamping agar pencoblosan diwakilkan kepada petugas atau anggota keluarga yang sehat.
“Awalnya keluarga menjanjikan akan datang ke TPS. Tapi tiba-tiba lewat WhatsApp minta datang menjemput. Kita ya harusnya melayani,” katanya.
Surat suara yang dicoblos pasien isolasi mandiri juga disatukan ke dengan surat suara pemilih lain di satu kotak. I Gede menilai proses penghitungan suara akan aman sebab kotak didesinfektan dan petugas penghitungan mengenakan sarung tangan.
Sementara itu, Pengawas TPS yang ditugaskan di TPS 52 tidak ikut menjemput suara pasien isolasi mandiri. Ia beralasan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Depok tidak membekali petugas dengan alat pelindung diri seperti hazmat. Ia hanya dibekali sarung tangan, masker dan pelindung wajah.
“Risikonya sangat besar, saya tidak berani ambil risiko,” katanya.
Saksi pasangan calon yang ikut mendampingi penjemputan surat suara tidak mengenakan hazmat. Mereka hanya mengenakan masker. Pasal 73 Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah mengatur ketentuan pemilih yang sedang menjalani isolasi karena Covid-bisa dilayani hak pilihnya. Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) boleh mendatangi pasien jika disetujui saksi dan panwaslu Kelurahan/Desa atau Pengawas TPS.
***
Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil menyoroti penerapan protokol kesehatan pada pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2020. Dilansir Suara.com, pria yang akrab disapa Kang Emil ini melihat masih ada saksi yang tidak menggunakan alat pelindung diri (APD).saat meninjau pemungutan suara di Kabupaten Bandung, Rabu, 9 Desember 2020,
“KPPS semuanya mengenakan APD, termasuk face shield. Saksi juga seharusnya diberi,” ujarnya.
Dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat, Emil meyakini potensi terjadinya klaster pilkada bisa ditekan serendah mungkin. Terlebih Kabupaten Bandung memiliki jumah pemilih yang terbilang besar hingga mencapai 2.356.412 pemilih. Angka itu terdiri dari pemilih laki-laki sebanyak 1.186.772 orang berbanding 1.166.640 pemilih perempuan.
“Kabupaten Bandung jumlah pemilihnya juga banyak,” tutur Emil.
Dengan penerapan protokol kesehatan ketat, Emil meyakini angka partisipasi masyarakat juga akan tinggi, karena masyarakat merasa aman dan nyaman ketika datang ke TPS untuk menggunakan hak pilihnya.
“Saya lihat, jumlah masyarakat yang datang ke TPS juga relatif banyak, mudah-mudahan partisipasinya juga tinggi sesuai dengan target,” katanya.
Alghifari, pemuda berusia 27 tahun yang menjadi saksi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di TPS Komplek Margahayu kencana, Kelurahan Margahayu Selatan, Kecamatan Margahayu, Kabupaten Bandung mengeluhkan fasilitas APD di TPS. Oleh partai, ia hanya dibekali surat yang menerangkan bahwa ia merupakan saksi dari pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Bandung H.M. Dadang Supriatna dan Sahrul Gunawan.
“Tidak dikasih APD, nggak dikasih apa-apa,” kata Agi, saat dikonfirmasi via ponselnya, Rabu, 9 Desember 2020.
Menurutnya, KPU maupun partai pengusung harusnya memberikan APD untuk para saksi. Sebab saksi, seperti semua pihak yang terlibat pilkada serentak 2020 terikat Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2020 yang mengatur protokol kesehatan pelaksanaan pemungutan suara. Pasal 68 huruf d PKPU menerangkan bahwa saksi dan pengawas yang hadir di TPS mengenakan masker yang menutupi hidung dan mulut hingga dagu, dan sarung tangan sekali pakai. “Masker juga saya bawa sendiri,” ujarnya.
Meski begitu, Agi tetap hadir memantau proses pemungutan suara di Margahayu. Ia mengaku telah mengantongi uang sebesar Rp 250 ribu dari pengurus PKS. “Nggak takut sih. Saya kan sudah rapid juga sendiri di kantor saya. Terus juga saya jaga protokol kesehatan selama saya jadi saksi hari ini,” terangnya.
Sementara itu, Ujang (bukan nama sebenarnya) warga Kelurahan Sawah Gede, Kecamatan Cianjur bersama puluhan rekannya batal menjadi saksi untuk pasangan calon nomor urut I, M. Toha-Ade Sobari yang maju dari jalur perseorangan. Menurutnya, sampai saat ini tak ada kejelasan mengenai uang honor dan kelengkapan APD dari timses paslon.
“Kalau pun tidak ada honornya, minimal masker sama pelindung yang lain atuh. Lagi kondisi pandemi begini memiinta orang ke TPS yang banyak orang tetapi tidak memberi bekal apa-apa. Saya takut lah,” ujar Ujang ketika dihubungi via telepon.
Saksi dari pasangan calon nomor 1 dan 2 pada Pilkada Cianjur 2020 tidak terlihat di sejumlah tempat pemungutan suara (TPS). Paslon nomor urut 1 adalah M Toha-Ade Sobari dari jalur perseorangan dan nomor urut 2 adalah Oting Zaenal Mutaqin-Wawan Setiawan yang diusung Partai Gerindra dan Partai Demokrat.
Hadi Cahyadi (35), Ketua TPS 30 di Desa Nagrak, Kecamatan Cianjur membenarkan tidak adanya saksi dari paslon nomor 1 dan 2. “Iya betul, tidak ada saksi dari paslon nomor 1 dan 2. Kami sempat menunggu kedatangannya hingga batas waktu, tapi tidak kunjung datang,” katanya.
Tulisan ini merupakan hasil kerjasama antara Jaring.id dan Suara.com. Pada Pilkada 2020, kami fokus untuk memproduksi berita terkait penerapan protokol kesehatan dalam pemungutan suara.