Keberhasilan menerapkan aturan larangan merokok di pesantren dan makam Kiai Haji Abdurrahman Wahid (Gus Dur) memicu Tebuireng melebarkan kawasan antirokok ke luar pesantren.
Makam Kiai Haji Abdurahman Wahid (Gus Dur) di Jombang, Jawa Timur tampak lengang awal Ramadan lalu. Namun, kondisi berbeda bakal didapati beberapa hari menjelang lebaran.
“Sebagian besar muslim tidak melakukan kunjungan. Namun, beberapa hari sebelum Lebaran akan ada kunjungan lagi,” ungkap alumni Pondok Pesantren Tebuireng, Roy Murthado kepada Jaring.id, Rabu, 12 Juni 2019.
Puncak kunjungan, terangnya, biasa terjadi pada musim liburan sekolah dan akhir pekan. Jumlah peziarah bisa menembus angka puluhan ribu dalam sehari. Di tengah padatnya pengunjung, udara bersih tetap terjaga lantaran pengunjung dilarang merokok.
Larangan merokok di area makam Presiden Republik Indonesia ke-4 tersebut setali tiga uang dengan larangan merokok di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Keduanya memang berada di kompleks yang sama. Lorong bekas kamar yang kini dipenuhi pedagang cenderamata menjadi pemisah antara lingkungan santri dan area pemakaman puluhan tokoh agama.
Makam Gus Dur terletak di pojok utara. Kalimat dalam bahasa Indonesia, Arab, Inggris, dan China terukir di atas nisan. Tulisannya: “Di sini berbaring seorang pejuang kemanusiaan.”
Dahulu, menurut Roy, tak sedikit peziarah yang memasuki lingkungan makam Gus Dur sambil mengisap rokok. Bahkan mereka tak segan meninggalkan rokok yang masih mengepul di atas makam. Hal tersebut berubah total sejak larangan merokok diterapkan di area makam.
“Kita tidak menyediakan tempat merokok. Ketika ada peziarah merokok pasti kita tegur. Di sini bebas asap rokok,” tutur Iskandar, saat ditemui Jaring.id pada Kamis, 9 Mei 2019.
Bagi Iskandar, penerapan KTR di makam Gus Dur sesuai dengan ajaran Islam. Perilaku hidup bersih itu pula yang kerap dicontohkan Nyai Haji Farida, isteri dari Kiai Haji Salahuddin Wahid (Gus Solah).
“Matikan rokoknya dan buang di tempat sampah. Bukan dimatikan di gosok pakai kaki. Matikan itu harus buang ke tempat sampah,” ujarnya.
Dari situ budaya antirokok di kawasan Tebuireng perlahan terbangun. Bukan hanya terbatas bagi santri, melainkan untuk semua orang yang masuk kawasan Tebuireng.
Saat ini, kebiasaan tidak merokok di Tebuireng sudah diterima masyarakat sekitar. Bahkan warung-warung di sekitar ponpes tidak lagi menjual rokok. Sebab itu Tebuireng berinisiatif memperluas area larangan merokok hingga ke luar pondok.
Targetnya tak main-main. Menurut Iskandar, Tebuireng akan membantu pemerintah menerapkan larangan merokok di wilayah Jombang, hingga Jawa Timur. Ia menginginkan agar Bupati Jombang, Mundjidah Wahab dan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa segera membikin peraturan daerah Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
“Ke depan kita lebarkan (KTR) sampai ke luar pondok,” ujar Iskandar optimistis.
Merujuk data yang tercatat di situs protc.id, baru sekitar 23 provinsi dan hampir 300 kabupaten/kota yang menerapkan aturan KTR. Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Kabupaten Jombang termasuk daerah yang belum menerbitkan aturan serupa. Padahal hal tersebut merupakan amanat Undang-Undang (UU) tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109/2012 mengenai Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. (Abdus Somad)