Jakarta, JARING.id – Liputan investigasi tim IndonesiaLeaks tentang skandal buku merah telah memenuhi kaidah jurnalistik, bahkan bisa dikatakan memenuhi standar terbaik jurnalistik. Para jurnalis yang melakukan liputan ini telah melakukan disiplin verifikasi yang sangat ketat, mengecek data, dan mengonfirmasi ke banyak sumber.
Hal ini dikatakan Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Abdul Manan, dalam konferensi pers yang digelar di kantor AJI Indonesia di Jakarta, Minggu 14 Oktober 2018. “IndonesiaLeaks adalah platform yang memberi kesempatan kepada publik untuk menyampaikan dokumen. Dokumen inilah yang kemudian di-follow up setelah sampai di meja redaksi,” jelas Manan.
AJI adalah salah satu inisiator IndonesiaLeaks bersama dengan Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN) dan Tempo Institute. Sementara 5 Civil Society Organisation (CSO) yang menjadi mitra IndonesiaLeaks adalah Indonesia Corruption Watch (ICW), Auriga, LBH Pers, Change.org, dan Greenpeace. Sedangkan 9 media yang bergabung dalam platform ini adalah Tempo.co, Jaring.id, The Jakarta Post, KBR, Bisnis Indonesia, Suara.com, Independen.id, CNN Indonesia TV, dan Liputan6.com.
Selain Manan, hadir mewakili IndonesiaLeaks dalam konferensi pers tersebut antara lain Direktur Eksekutif PPMN Eni Mulia, Direktur Tempo Institute Mardiyah Chamim, Direktur Eksekutif LBH Pers Nawawi Bahrudin, Direktur Auriga Timer Manurung, dan Direktur Komunikasi Change.org Arief Aziz.
Manan menekankan bahwa sistem kerja IndonesiaLeaks berbeda dengan Wikileaks. IndonesiaLeaks melakukan proses verifikasi terhadap dokumen yang masuk melalui mekanisme kerja jurnalistik, sedangkan Wikileaks memungkinkan publikasi dokumen dengan sedikit pengantar.
Digunakannya prinsip-prinsip jurnalistik secara ketat membuat laporan investigasi lima media yang tergabung dalam IndonesiaLeaks tidak bisa disebut sebagai hoaks. “Apa yang diberitakan IndonesiaLeaks ini ada datanya, ada faktanya. Kalau memang ingin ada yang menguji itu, silakan pakai mekanisme yang ada melalui Dewan Pers,” kata Nawawi Bahrudin.
Sebelumnya Eni Mulia menjelaskan bahwa platform dan liputan investigasi tidak muncul tiba-tiba, tetapi melalui tahapan dan proses yang panjang. IndonesiaLeaks bermula dari diskusi dengan berbagai pihak, terutama kalangan media, tentang perlunya sebuah platform yang aman bagi whistleblower (informan publik). Inisiatif tersebut ditindaklanjuti dengan pembangunan platform dan penandatanganan surat keputusan bersama dari pemimpin redaksi sembilan media untuk bergabung dalam platform ini.
Adapun kerja jurnalistik dimulai dengan masuknya sejumlah dokumen ke keranjang platform IndonesiaLeaks. Dokumen tersebut kemudian diverifikasi keabsahannya sebelum ditindaklanjuti dan dipublikasikan.
“Sebelum kami mengajak media bergabung, ada kesepakatan bersama yang harus dipatuhi dari newsroom, yakni investigasi harus dilakukan berdasarkan kepentingan publik. Prinsip kami nonpartisan, independen, dan bagi kepentingan publik,” ungkap Eni.
Tidak Ada Motif Politik
Prinsip nonpartisan inilah membantah kecurigaan sebagian pihak memgenai motif politik di balik liputan investigasi IndonesiaLeaks. Sejumlah pihak sempat menyayangkan bahwa liputan ini keluar di tahun politik.
Namun, pekerjaan jurnalistik sendiri tidak bisa dihentikan karena pertimbangan tersebut. Terlebih liputan tentang skandal buku merah ini sudah dikerjakan selama tujuh bulan, melewati proses verifikasi yang disiplin dan konfirmasi dengan semua sumber.
“Kalau disebut punya motif politik, kami bisa saja luncurkan seminggu sebelum Pilpres,” kata Mardiyah Chamim.
Manan juga menekankan bahwa waktu terbaik untuk mempublikasikan suatu liputan adalah ketika liputan tersebut sudah memenuhi standar jurnalistik, mulai dari proses verifikasi data, dan konfirmasi semua pihak sehingga cover both-side.
Sementara Timer Manurung mengajak publik untuk melihat hasil liputan IndonesiaLeaks dengan lebih jernih, apalagi ketika para politisi mulai mengggunakan liputan ini untuk manuver mereka.
“Kita ini bukan rakyat dari satu kandidat. Banyak opsi untuk menjadi Indonesia. Kalau mau jadi Indonesia, maka tegakkanlah supremasi hukum. Buktikan (benar tidaknya) temuan jurnalistik ini dengan penegakan hukum,” ungkap Timer Manurung.
Pada 8 Oktober 2018, lima media yang tergabung dalam IndonesiaLeaks mempublikasikan secara serentak hasil liputan investigasi mengenai perusakan barang bukti yang dilakukan dua penyidik Polri yang sempat bekerja di KPK.
Barang bukti yang dimaksud adalah buku merah yang mencatat pengeluaran uang Basuki kepada sejumlah pejabat tinggi negara, salah satunya Tito Karnavian yang saat itu menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya. (Fransisca Ria Susanti)