Berada di lantai 2 salah satu mal di Jakarta, gerai dan papan iklan IQOS-HEETS menyita perhatian dengan lampu neon berwarna putih. Gerai berukuran 2×2 meter tersebut menjual IQOS, alat pemanas tembakau berbentuk lonjong dalam etalase kaca. Sementara HEETS yang merupakan tembakau isi ulang mirip rokok tapi berukuran lebih kecil disimpan dalam sebuah kotak berbahan kayu. Gerai ini merupakan satu dari sejumlah gerai yang tersebar di Jakarta, Tangerang, Surabaya, dan Bali sejak Januari 2021.
Arjuna—bukan nama sebenarnya—ialah salah satu pelanggan yang mengunjungi gerai tersebut pada Rabu siang, 16 Februari 2022. Ia mengaku sudah sejak 6 bulan lalu beralih menggunakan alat buatan PT HM Sampoerna. Dibanding rokok konvensional, rokok elektronik yang menggunakan tembakau cacah ini tak menghasilkan bara dan abu. Asapnya pun hanya berupa kabut tipis. “Coba konvensional lagi malah tidak enak. Di mulut itu nggak ada rasa. Cuma ngebakar doang,” ujarnya kepada Jaring.id.
Hari itu Arjuna membeli beberapa bungkus HEETS untuk mengisi IQOS 3 Duos seharga Rp 1,3 juta miliknya. “Produk ini kalau di dalam ruangan, tetap bisa saya pakai. Ini kan uap yang dikeluarkan. Tidak bau juga, jadi nggak nempel baunya di badan,” ucapnya.
Pengguna IQOS-HEETS lainnya, Ardi—begitu ia hendak dipanggil—mengaku sudah dua bulan terakhir mengisap rokok panas. Perbedaan produk itu dari rokok, menurutnya, tidak terlampau jauh. Ardi masih bisa merasakan dan menghirup aroma tembakau ketika menyalakan alat tersebut. “Dulu sempat pakai vape juga, tapi balik lagi ke rokok konvensional. Sekarang lagi coba IQOS ini baru dua bulan. Awalnya tahu dari teman yang sudah pakai duluan,” ucapnya setelah membeli HEETS pada Rabu, 23 Februari 2022.
Baca juga: Tak Terdeteksi Jual Adiksi di Pasar Daring
IQOS-HEETS merupakan seperangkat produk tembakau yang mulai dijajakan secara terbatas di Indonesia pada 2019. Alat bantu merokok ini dibanderol ratusan hingga jutaan Rupiah. Untuk produk IQOS 3 Multi dihargai Rp 900.000. Sedangkan IQOS 3 Duos dijual dengan harga Rp 1,3 juta. Sekalipun mahal, menurut Rival, seorang penjaja IQOS-HEETS, gerai yang ia jaga cukup ramai. “Setiap hari ada saja yang beli. Banyak artis yang beli di sini juga,” ucap Rival ditemui Rabu, 16 Februari 2022.
Selain menjual, Sampoerna juga memudahkan perokok untuk mencoba alat pemanas dengan sistem sewa. “Kalau memang masih ragu bisa sewa dulu. Kalau 14 hari masih belum terbiasa, bisa diperpanjang. Sewa ini biar konsumen mencoba dulu,” ujarnya. Pelanggan, menurut Rival, hanya perlu membeli 5 bungkus HEETS seharga Rp 165 ribu atau mendaftarkan diri melalui situs IQOS.COM untuk membawa pulang IQOS. “Cukup beli tembakaunya, kalau alatnya gratis,” ucapnya. Rival mengingatkan bahwa produk IQOS maupun HEETS hanya bisa diakses luring maupun daring oleh orang dewasa. Meski begitu, batasan akses daring terpantau masih mudah ditembus hanya dengan menaruh tahun 2003 ke belakang.
Berdasarkan data Philip Morris International (PMI), IQOS telah dipasarkan di lebih dari 64 pasar di seluruh dunia. Lebih dari 17,6 persen juta perokok dewasa diklaim telah beralih ke IQOS sejak Desember 2020. Adapun di Indonesia masih dipasarkan secara terbatas. Uji pasar terbatas ini pula yang dikeluhkan konsumen seperti Ardi. “Pakai ini memang lebih ribet. Karena kalau beli tembakau harus ke mall atau online ya. Beda sama beli rokok biasa,” ujarnya.
Kendati demikian, penjualan IQOS-HEETS secara luas disinyalir tinggal menunggu waktu. Pemerintah pada akhir tahun lalu telah meresmikan pabrik PT HM Sampoerna tersebut di Karawang, Jawa Barat. Perusahaan rokok ini menginvestasikan sedikitnya US$166,1 juta. Pabrik tersebut dijadwalkan beroperasi pada kuartal keempat 2022. Sementara hasil produksi tembakau panas akan ditujukan untuk memenuhi permintaan pasar dalam negeri dan pasar ekspor di kawasan Asia Pasifik.
Sepanjang uji pasar terbatas di Indonesia, PT HM Sampoerna mencatat peningkatan keanggotaan pengguna IQOS. Dari 6000 anggota pada 2019, menjadi hampir 30.000 orang setahun berselang. “Pencapaian ini diraih dengan memanfaatkan kanal dan platform virtual IQOS Expert dan wadah e-commerce yang telah disempurnakan pada masa pandemi,” demikian pernyataan yang tertulis dalam laporan tahunan PT HM Sampoerna 2020.
Seperti promosi produk rokok lainnya, dalam laporan tersebut Sampoerna menyatakan telah melibatkan 12.000 konsumen dewasa melalui perkenalan langsung maupun di gerai yang tersebar di penjuru Jakarta, Bandung, dan Tangerang Selatan. Mulai dari Pullman Central Park, Pasar Raya Blok M, Pacific Place, MidPlaza, Mall of Indonesia, Gandaria City, Kota Kasablanka, dan The Breeze. Sementara di luar negeri, IQOS telah dipasarkan di 64 pasar dengan jangkauan 17,6 juta perokok dewasa di seluruh negara.
Baca juga: Agar Rokok Tak Lagi Murah
Direktur PT HM Sampoerna Tbk, Elvira Lianita ketika dikonfirmasi mengenai pemasaran IQOS-HEETS hingga 2022 ini belum dapat menjawab pertanyaan Jaring.id. Melalui salah seorang pegawai di tim komunikasi Sampoerna, Elvira menyarankan agar hal tersebut dilihat dari annual report 2020. “Dengan pertimbangan waktu, kami tidak bisa menjawab dulu untuk sekarang,” ujar Muthiah, Rabu, 16 Februari 2022.
Manager Komunikasi Eksternal PT HM Sampoerna Muthiah mengaku telah mengatur waktu untuk keperluan wawancara. Namun hingga tulisan ini terbit, Jaring.id belum mendapatkan konfirmasi. ”Sepertinya sulit karena sudah ada agenda-agenda lain yang cukup padat pada beberapa minggu ke depan,” ujar Muthiah kembali melalui pesan Whatsapp, Senin, 21 Februari 2022.
Hingga saat ini, dikutip dari situs IQOS, sedikitnya perusahaan ini melakukan 18 studi non-klinis dan 10 studi klinis yang melibatkan ribuan peserta. Dari sana Sampoerna mengakui IQOS-HEETS tak bebas risiko. Namun, perusahaan yang berafiliasi dengan PMI ini mengklaim tembakau yang dipanaskan dapat mengurangi paparan zat berbahaya atau berpotensi berbahaya hingga rata-rata 90% – 95% dibandingkan asap rokok.
Produsen rokok ini juga menyebut bahwa tembakau panas tetap mengandung nikotin, sehingga dapat mengakibatkan ketergantungan. “IQOS adalah pilihan yang lebih baik daripada terus merokok,” demikian klaim yang muncul berulang di situs IQOS.COM.
Meski begitu, pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Agus Suyanto menyatakan IQOS-HEETS tak ubahnya rokok. Alih-alih mendorong perokok aktif beralih, produk rokok panas baru ini disinyalir akan meningkatkan jumlah perokok yang kini diperkirakan lebih dari 65 juta orang. Menurut dia, jargon bahwa IQOS dan HEETS adalah tembakau yang dipanaskan bukan dibakar hanya silat lidah produsen rokok. “Ini produk adiktif dan tidak layak dikonsumsi,” ujarnya kepada Jaring.id, Selasa, 15 Februari 2022.
Ia menilai peredaran produk tembakau tersebut mengabaikan sejumlah peraturan. Antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan dan Peraturan Kementerian Kesehatan Nomor 28 tahun 2013 tentang Pencantuman Peringatan Kesehatan dan Informasi kesehatan pada Kemasan Produk Tembakau. Aturan itu mewajibkan produk tembakau menyertakan peringatan kesehatan berupa gambar dan tulisan.
Sedangkan pada kemasan HEETS tidak ditemukan peringatan bergambar. Di kemasannya hanya tercantum tulisan bahwa produk tersebut tidak bebas risiko dan menyebabkan ketergantungan. Sementara kemasan IQOS lebih menyerupai kemasan handphone ketimbang alat pemanas rokok. Alat bantu isap tembakau panas tersebut dijual tanpa mencantumkan peringatan kesehatan. Itu sebab, YLKI mendesak agar pemerintah segera menarik produk tersebut dari pasaran. “Meski berizin lebih banyak mudarat dari pada manfaatnya,” kata dia.
Penarikan ini, menurut Agus, perlu dilakukan sampai PP 109/2012 direvisi. Sebab sampai saat ini peredaran rokok elektronik maupun produk tembakau lainnya di Indonesia belum diatur secara rinci. IQOS pun belum masuk sebagai salah satu produk yang dilarang dalam PP 109/2012. “Belum ada aturan komprehensif dan pengendalian peredaran. Kalau berdampak ke kesehatan kan harusnya ada aturan pengendalian,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Koalisi Indonesia Bebas TAR, Ariyo Bimmo menilai penjualan rokok elektronik yang memiliki risiko kesehatan lebih rendah tidak perlu menunggu revisi PP 109/2012. Menurut dia, akses perokok untuk beralih ke produk yang lebih rendah risiko mesti dibuka lebar. “Peraturan yang ditetapkan untuk produk ini sebaiknya berbeda dengan aturan untuk rokok yang sudah ada sebelumnya, dan poin-poin pengaturan produk tembakau alternatif nantinya harus mempertimbangkan perbedaan profil risiko tersebut,” kata Ariyo, Minggu 22 Februari 2022.
Ia berharap pemerintah turut melakukan kajian ilmiah terhadap pelbagai produk tembakau baru dan metode penggunaannya. Ini perlu dilakukan agar masyarakat mendapatkan informasi yang akurat dan netral tentang rokok elektronik. “Diperlukan penelitian secara klinis, studi populasi dan systematic review untuk mendapatkan hasil kajian yang lebih meyakinkan tentunya membutuhkan waktu yang panjang,” ujarnya.
Baca juga: Sisa Bahaya dari Sampah Rokok
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) telah menyatakan bahwa seluruh produk tembakau baik konvensional maupun dipanaskan sama-sama memiliki kandungan berbahaya bagi kesehatan. Menurut dokter Feni Fitriani Taufik, penggunaan IQOS-HEETS dapat menyebabkan kanker paru-paru jangka panjang dan ketagihan. “Walaupun sedikit, kandungan itu berbahaya karena tetap memasukkan zat berbahaya ke dalam saluran nafas,” jelasnya kepada Jaring.id, Jumat, 18 Februari 2022.
Pasalnya, menurut Feni, saluran pernafasan tidak berfungsi untuk menerima kandungan berbahaya. Perokok dapat mengalami batuk, mudah terinfeksi, dan terserang gangguan saluran pernapasan. Bahkan, penggunaan rokok elektronik dapat mengurangi fungsi pertahanan pada nafas, sehingga dapat membuat kuman, bakteri, maupun virus mudah masuk ke dalam tubuh. “Saluran nafas diciptakan tidak untuk memasukan produk berbahaya. Secara ilmiah dan kesehatan ada potensi bahaya dari produk tersebut,” kata dokter Feni.
Ia menambahkan produk anyar tembakau berbasis elektronik memiliki kandungan karsinogen atau bahan yang dapat menimbulkan kanker. Bahan itu ditemukan pada perangkat yang secara langsung terkontaminasi dengan asap maupun uap yang dihirup. “Ada bahan logam berat dalam produk rokok elektrik. Ada produk lain yang ikut membahaya kesehatan. Masyarakat banyak abai. Kalau jadi kanker baru sadar,” ucapnya.
Merujuk pernyataan Tobacco Control Support Center (TCSC) Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) pada April 2021 lalu, emisi IQOS-HEETS dinilai menghasilkan zat beracun yang tidak ada dalam daftar Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) dan memiliki kadar lebih tinggi daripada rokok konvensional.
Begitu pula dengan penelitian yang yang dilakukan oleh Farzad Moazed, dkk dari Departemen of Medicine University of California San Francisco. Mereka menemukan tidak ada perbedaan dampak yang dihasilkan dari perokok konvensional maupun IQOS.
Simpulan itu muncul setelah mengkaji data toksisitas paru dan kekebalan dari produk tembakau yang dimodifikasi (MRTP). Para peneliti juga menyandingkan dengan data risiko yang dimodifikasi (modified risk tobacco product/MRTP) yang diberikan PIM ke FDA. Pada April 2019, IQOS mendapat persetujuan dari FDA untuk dipasarkan.
Produk IQOS yang diuji dalam riset ini, yakni batang tembakau tobacco heated systems (THS) V.2.2. Sementara media penelitian yang digunakan adalah tikus. Tikus-tikus diberikan aerosol yang diencerkan dengan udara yang disaring untuk mendapatkan konsentrasi nikotin sebanyak 15-50 mikrogram per liter aerosol. Lalu itu diletakkan di ruang inhalasi dengan pemberian selama 6 jam per hari. “Racun diukur pada zona pernapasan tikus di ruang inhalasi dan dilaporkan dalam ppm (karbon monoksida) atau g/liter (asetaldehida, akrolein, dan formaldehida),” ujar Farzad dalam penelitiannya yang rilis pada 29 Agustus 2018.
Selanjutnya dilakukan pemberian asap rokok konvensional dan uap rokok IQOS. Emisi IQOS ditemukan mengandung senyawa organik yang mudah menguap dalam kadar yang signifikan. “Termasuk racun yang diketahui seperti akrolein, asetaldehida, dan formaldehida,” ungkap penelitian tersebut.
Tikus yang terpapar IQOS juga mengalami gangguan kenaikan berat badan selama paparan 90 hari dibandingkan dengan tikus lain yang tidak dipaparkan. Tikus yang terpapar IQOS juga cenderung meningkatkan jumlah sel inflamasi dalam bronchoalveolar lavage (BAL)—sebuah metode diagnostik sistem pernapasan. Dari itu ditemukan bahwa IQOS menyebabkan hiperplasia dan metaplasia. “Secara keseluruhan, data ini menunjukkan bahwa IQOS menginduksi cedera inflamasi yang signifikan, tetapi kurang parah daripada yang diamati dengan paparan asap rokok yang intens. Temuan ini meningkatkan alarm bahwa IQOS dapat meningkatkan risiko infeksi pada pengguna,” ucap Farzad.
Baca juga: Berlarut-larut Revisi PP 109
Oleh sebab itu, PDPI mendesak pemerintah segera menyusun regulasi yang dapat mencegah, mengendalikan, sekaligus melindungi masyarakat dari bahaya asap rokok. Terlebih saat ini produk IQOS-HEETS mudah ditemukan, baik lewat gerai di pusat perbelanjaan maupun pasar daring. “Dari segi keterjangkauan masyarakat rokok elektrik dan IQOS bisa dibeli online. Aksesnya tidak terbatas. Lebih mudah dijangkau semua kalangan. Maka regulasi harus dibuat dan masyarakat juga diedukasi,” kata dokter Feni.
Hingga berita ini diturunkan, kami masih belum bisa mendapat konfirmasi dari Kementerian Kesehatan atas peredaran IQOS-HEETS sejak pekan lalu. Menkes, Budi Gunadi Sadikin tidak mengangkat panggilan telepon maupun pesan yang dilayangkan Jaring.id. Tapi pada 15 Januari lalu, Menkes Budi sempat menyatakan bahwa IQOS tak beda dari rokok. Sementara Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Maxi Rein Rondonuwu tidak bisa memberikan keterangan lantaran masih berada di luar kota. “Saya masih di luar kota. Kirim pesan Whatsapp saja,” ujarnya, Rabu, 23 Februari 2022. Namun, ia tidak lagi memberikan jawaban dari pertanyaan yang kami sampaikan. (Abdus Somad & Erna Martiyanti)