Sejumlah kandidat yang digadang-gadang maju dalam pemilihan presiden 2024 belum mendapat dukungan maksimal dari pemilih. Riset Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada 21 – 28 Mei 2021 lalu masih mendudukkan Prabowo Subianto sebagai kandidat teratas ketimbang nama lain, seperti Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, Ridwan Kamil dan Tri Rismaharini. Dalam survei semi terbuka, Menteri Pertahanan ini mendapat 21,5 persen, disusul Gubernur Jawa Tengah dengan dukungan 12,6 persen, sementara Anies Baswedan yang saat ini menjabat Gubernur DKI Jakarta mengumpulkan 12 persen.
Meski begitu, menurut Manager Program SMRC, Saidiman Ahmad, elektabilitas Prabowo terbilang mandek di angka 20 persen. “Elektabilitas Prabowo paling tinggi tapi tidak banyak berubah signifikan dalam 7 tahun terakhir,” kata Saidiman dalam diksusi Partai Politik dan Calon Presiden; Sikap Pemilih Pasca Dua Tahun Pemilu 2019 pada Minggu, 13 Juni 2021.
Ketimbang Prabowo, para gubernur memeroleh kenaikan elektabilitas pasca pilpres 2019. Ganjar mendapat kenaikan dukungan signifikan sejak Maret 2020-Mei 2021. Semula Gubernur Jawa Tengah ini hanya punya 6,9 persen. Sedangkan Gubernur Jawa Barat, Ridwan dianggap sebagai tokoh yang paling disukai dengan 87 persen. “Ridwan stabil masuk lima besar,” ucapnya.
Oleh sebab itu, menurut Saidiman, sejumlah kandidat perlu segera mengevaluasi diri bila hendak maju pada 2024 mendatang. Sebab, kata dia, kontestasi mendatang terbilang terbuka dibandingkan dengan pemilihan presiden 2019 lalu. Saat itu, mayoritas publik sudah mengantongi satu nama, yakni Joko Widodo yang merupakan petahana. Dalam pelbagai survei, elektabilitas Jokowi tercatat sebesar 40,5 persen. “Ketika ada petahana, petahana sudah unggul jauh tiga tahun sebelum pemilihan,” ujarnya.
Saidiman memprediksi pilpres 2024 mendatang akan lebih mirip dengan pemilihan 2014 ketimbang 2019. Survei serupa yang dilakukan tiga tahun sebelum pemilihan atau Mei 2011 menunjukkan bahwa elektabilitas Megawati Soekarno Putri saat itu hanya sekitar 20,3 persen, sedangkan Prabowo hanya memeroleh separuh dari elektabilitas Megawati, yakni 10,2 persen. Sementara nama Jokowi baru muncul belakangan dalam lima besar survei.
Hingga awal Juni 2021 ini, tampak pergerakan politik yang dilakukan masing-masing gubernur. Sementara Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa bertemu di Ngawi, Jawa Timur, Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono dan Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto bertemu dengan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Pergerakan politik untuk menyongsong pilpres ini bahkan diwarnai dengan pertemuan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarno Putri dan Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Prabowo Subianto dalam peresmian patung Soekarno di kantor Kemenhan beberapa waktu lalu, Minggu, 6 Juni 2021.
Menurut Saidiman, bursa calon presiden nanti paling banyak hanya akan diikuti empat pasangan calon. Pada 2024 mendatang, PDI Perjuangan merupakan satu-satunya partai yang dapat mengusung calon tanpa berkoalisi.
Dalam sigi nasional terbaru ini, PDIP diklaim mendapat kenaikan jumlah dukungan hingga 25,9 persen atau naik 6 persen dari perolehan suara Pemilu 2019 sebesar 19,3 persen. Diikuti Partai Golkar dan Gerindra yang sama-sama mencatat angka dukungan 10,9 persen. Sementara PKB, Demokrat dan PKS tak beranjak dengan 4 – 9 persen. Sedangkan partai yang kurang stabil untuk lolos ambang batas parlemen adalah Nasdem, PAN, PPP. “Dua tahun setelah Pemilu 2019 tidak terjadi perubahan besar dukungan pemilihan pada partai,” ungkapnya.
Menurut Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Firman Noor hasil survei tersebut merupakan bukti bahwa kinerja partai belum membaik. Selama ini, partai tidak dapat merepresentasikan kepentingan masyarakat karena dikelola dengan budaya oligarki, sehingga kedekatan partai dengan masyarakat hanya bersifat artifisial. Kondisi ini, kata dia, diperburuk dengan pelbagai kasus korupsi yang menimpa petinggi partai, antara lain kasus korupsi bantuan sosial (bansos) yang melibatkan menteri asal PDI Perjuangan. “Situasi tiga tahun jelang pemilu 2024 menunjukkan adanya kesenjangan kepentingan antara masyarakat dengan partai politik,” ujarnya.
Akibatnya, status demokrasi di Indonesia saat ini mengalami stagnasi. Organisasi seperti Freedom House menempatkan Indonesia sebagai negara dengan partly free atau setengah bebas. Sementara Economist Inteligence Unit (EIU) mencatat penurunan indeks demokrasi. Indonesia hanya menduduki peringkat ke-64 dunia dengan skor 6.3. Meski peringkat tak turun, skor Indonesia turun dari sebelumnya, yakni 6.48. “Berkumpulnya kekuatan dalam satu genggaman penguasa membuat jangan-jangan power tend to corrupt absolute power corrupts absolutly sudah terjadi di Indonesia,” ujarnya.
Wakil Ketua Umum PKB, Jazilul Fawaid mengungkapkan bahwa seretnya kandidat potensial dalam bursa capres merupakan indikasi bagi Jokowi untuk lanjut 3 periode. “Masyarakat masih cenderung pada status quo. Tidak ada figur baru yang diharapkan, termasuk nama di luar parpol,” katanya.
Meski begitu, kemungkinan Jokowi menjadi capres untuk ketiga kalinya bukan perkara mudah. Jalan bagi Jokowi mesti didahului dengan amandemen Undang-Undang Dasar 1945. Perubahan konstitusi ini harus diusulkan minimal oleh sepertiga jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Artinya membutuhkan 237 dari 711 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Sementara nama yang digadang-gadang pun masih belum menunjukkan minat untuk kembali maju. Pada pertengahan Maret lalu, Presiden Jokowi menolak wacana periode ketiga dan mengklaim akan mematuhi batas maksimal dua periode yang terdapat dalam UU 1945. “Pemerintah ini berjalan tegak lurus dengan konstitusi,” ucap Jokowi saat itu.
Dalam hal ini, survei nasional SMRC ihwal sikap publik terhadap amandemen menunjukkan 74 persen masyarakat tidak ingin jabatan presiden diperpanjang. “Yang ingin masa jabatan presiden diubah hanya 13 persen dan yang tidak punya sikap 13 persen,” demikian rilis yang disampaikan SMRC, Minggu, 20 Juni 2021.
Namun, penolakan masyarakat terhadap perubahan masa jabatan presiden ini menurun ketika nama Jokowi disandingkan dalam pertanyaan. Responden yang menjawab tidak setuju menjadi 52,9 persen, sedangkan setuju sebanyak 40,2 persen. “Artinya, ada efek Jokowi,” kata SMRC merujuk hasil survei yang dilakukan dengan metode wawancara lapangan pada 21-28 Mei 2021. Pengambilan sampel dilakukan secara random (multistage random sampling) terhadap 1220 responden. Dalam survei ini, response rate (responden yang dapat diwawancarai secara valid) sebesar 1072 atau 88 persen. Margin of error sebesar ± 3.05 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Jazilul meyakini situasi politik saat ini bisa berubah menjelang pemilihan presiden 2024 nanti. PKB, menurut Jazilu, akan berupaya mengajukan kader terbaik dalam kontestasi musiman tersebut. Peluang ini akan lebih terbuka bila anggota DPR sepakat menurunkan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) di bawah 20 persen. Kata dia, PKB tidak ingin kehilangan efek ekor jas. Berkaca pada pemilu 2019 lalu, partai pengusung presiden dan wakil presiden mendapat kenaikan suara partai. “Tantangan partai saat ini mencari kadernya yang siap menjadi calon presiden atau wakil presiden,” katanya.
Senada dengan Jazilul, Wakil Ketua Umum DPP Demokrat, Benny K. Harman menilai ambang batas pencalonan presiden saat ini menghambat lahirnya capres alternatif. Sesuai Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum ambang batas pemilihan presiden dan wakil presiden adalah 20 persen kursi DPR atau 115 kursi. Hingga hari ini, baik DPR maupun pemerintah sepakat untuk tidak melanjutkan pembahasan UU tersebut. “Yang membatasi partai mengumumkan calonnya karena rezim sekarang ini membatasi,” ujarnya.
Menurut Benny, tingginya kepuasan rakyat terhadap kinerja Presiden Jokowi tak bisa dijadikan tolok ukur untuk memperpanjang kekuasaan menjadi tiga periode. Termasuk mendorong perpanjangan masa jabatan presiden lebih dari 5 tahun.
Sementara itu, Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera menyebut partainya di DPR masih memperjuangkan revisi UU Pemilu. Ia ingin ambang batas pencalonan presiden direvisi agar PKS bisa mengusung kadernya pada 2024. “Jokowi punya saham kuat menentukan koridor bertanding,” kata dia.
Adapun anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Andreas Hugo Pareira menyatakan bahwa sampai saat ini partainya belum menentukan kandidat yang akan maju dalam pilpres mendatang. Kata dia, penentuan kandidat merupakan hak prerogatif ketua umum partai. Dalam pilpres nanti, menurutnya, tidak hanya sosok presiden yang akan menentukan perebutan kursi nomor satu di republik ini. “Calon wakil presiden akan berpengaruh terhadap calon lain dan bisa jadi faktor pendongkrak terhadap calon presiden,” katanya.