Ramos Horta: Demokrasi Kami “Rungu-ranga”

Rungu-ranga, dalam Bahasa Tetun—bahasa resmi di Timor Leste, berarti berantakan. Presiden Josè Ramos Horta menyitir istilah itu untuk menggambarkan bagaimana situasi demokrasi di negeri yang akan memperingati 21 tahun kemerdekaan pada Sabtu, 20 Mei 2023 nanti.

Penilaian Horta tentu berbanding terbalik dengan sejumlah survei yang mengukur indeks demokrasi, antara lain The Economist Intelligence Unit (EIU) dan Varieties of Democracy (V-Dem) Institute, yang menempatkan Timor Leste sebagai negara paling demokratis di Asia Tenggara. Sedangkan kebebasan pers Timor Leste dalam survei Reporters Without Borders (RSF) masuk 10 besar dari 180 negara di dunia.

Saat ditemui jurnalis Jaring.id, Fransisca Ria Susanti dan Abdus Somad di Istana Negara, Dili, Timor Leste, Rabu, 10 Mei 2023, Presiden Horta menolak menepuk dada terhadap hasil survei tersebut. Ini karena Timor Leste masih menghadapi pelbagai masalah. Salah satunya ketegangan politik yang terjadi antara dua partai besar, yakni CNRT dan Fretilin. Keduanya akan kembali bertarung memperebutkan kursi mayoritas parlemen, Minggu, 21 Mei 2023.

Selama lebih dari satu setengah jam, kami berbincang mengenai pemilu, kebebasan pers, dan rencana Timor Leste menjadi anggota penuh ASEAN. Berikut petikan wawancara Jaring.id dengan Presiden Ramos Horta:

 


 

Apa pentingnya keanggotaan ASEAN bagi Timor Leste?

Ini karena visi politik personal saya. Di tahun 1974, sebelum ada seorang pun di Timor Leste yang bicara tentang Indonesia, saya punya hubungan baik dengan  Indonesia, terutama dengan Gubernur NTT saat itu, Mayor Jenderal TNI (Anumerta) Elias Tari.

Saat itu Timor Leste masih bernama Timor Portugis. Saya mendorong agar pemerintah Portugis di Timor Leste mengundang El Tari ke Timor Leste. Ia datang sore hari dengan jet pribadi berwarna putih. Setiap orang terkejut dan menyambutnya. Itu menjadi upaya memperbaiki hubungan antara Timor Leste dengan Indonesia, karena saat itu ada ketegangan di wilayah perbatasan.

Lalu, saya pergi ke Jakarta pada Juni 1974. Saya keluar dari Dili dan pergi ke Kupang. El Tari membayar tiket saya ke Jakarta karena saat itu saya hanya punya uang (untuk transportasi) dari Dili ke Kupang. Saat itu, partai kami ASDT hanya punya sedikit uang. Itu adalah misi diplomasi pertama saya. Di Jakarta, saya mengunjungi Adam Malik. Saya bicara tentang kemerdekaan Timor Leste dan bagaimana Timor Leste dapat bergabung dengan ASEAN.

Saat saya menjadi presiden di tahun 2007, Susilo Bambang Yudhoyono tengah menjabat sebagai Presiden Indonesia. Ia seorang militer yang tahu pikiran, jiwa, dan hati rakyat Timor Leste. Dia ingin membantu. Ia sangat mendukung Timor leste masuk ASEAN.

Pada ASEAN Summit 2011 di Bali, SBY mendukung keanggotaan Timor Leste di ASEAN. Sepuluh tahun kemudian, kami sudah berdiri di pintu gerbang ASEAN. Kami sudah menjadi anggota, meskipun masih sebagai observer. Kami telah menerima draft peta jalan (ASEAN) dan sepenuhnya disetujui dalam Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN di Labuan Bajo, Mei 2023.

Begitu banyak perjanjian (internasional) yang mesti kami adopsi dan ditindaklanjuti. Banyak orang tidak melihat bahwa setelah menandatangani kesepakatan atau perjanjian internasional, kami mesti mencocokkan dengan regulasi nasional. Jika tidak ada, kami harus mengubah regulasi agar kami bisa mengadopsi perjanjian tersebut.

Beberapa pihak memberitahu bahwa kami bisa bergabung pada KTT ASEAN berikutnya di September 2023. Saya sangat menyambutnya. Namun kami membutuhkan banyak dukungan dari negara-negara anggota ASEAN. Contoh, saya ingin pejabat Indonesia, baik di level junior, senior, atau pensiunan untuk ditempatkan di kementerian kami. Atau dari Singapura, atau Thailand. Ini akan menjadi pilihan pembelajaran terbaik dan efektif, yang berorientasi hasil.

PM Kamboja Hun Sen pernah bicara langsung ke saya. Ketika Kamboja bergabung dengan ASEAN, mereka punya uang yang lebih sedikit dari Timor Leste, juga lebih sedikit persiapan. Sama dengan Laos, atau Myanmar. Persiapan kami lebih baik, tapi saya memilih untuk tetap rendah hati dan sederhana.

Kami adalah bagian dari Asia Tenggara. Tak ada seorang pun yang bisa mendorong kami keluar dari sini. Kami tidak bisa berganti negara tetangga. Kami memiliki negara tetangga yang baik, bersemangat, budaya beragam, semakin makmur, dan baru-baru ini memiliki pengaruh di tingkat lokal dan global dalam organisasi ASEAN. Kami ingin menjadi bagian dari ASEAN.

Pertama, benefit yang kami dapatkan dengan bergabung ke ASEAN, baik dari sisi ekonomi, pembangunan mental, dan sosial untuk rakyat kami. Kedua, mungkin kami bisa berkontribusi untuk membantu ASEAN memecahkan sejumlah masalah di regional, terutama Myanmar. Saya tahu Myanmar luar dalam. Kemungkinan lebih baik dari siapapun pemimpin ASEAN. Pertama kali saya ke Myanmar pada Juli 1994 untuk menjalankan program pelatihan bagi lebih dari 100 orang di hutan, memberikan kuliah dan pelatihan tentang hak asasi manusia, perjanjian HAM, bagaimana melobi pemerintah, dan teknik menulis laporan, dan bagaimana menyiapkan siaran pers untuk media.

Saya tahu banyak soal Myanmar. Militer Myanmar telah kalah dalam perang politik, kalah dalam perang diplomatik, dan kalah secara militer. Konflik di Myanmar tidak seperti konflik 20 atau 30 tahun lalu.

Tapi Myanmar, juga Singapura, adalah negara anggota ASEAN yang keberatan Timor Leste bergabung ke ASEAN?

Tidak. Tidak benar. Beberapa orang tidak terinformasi dengan baik di media maupun akademik. Myanmar tidak keberatan. Saya kadang melihat beberapa intelektual yang tak punya akses ke pemimpin politik di ASEAN, lalu mereka mengarang cerita. Mereka bilang Singapura keberatan, Myanmar keberatan. Sama sekali tidak benar. Singapura tidak keberatan. Kepedulian utama Singapura saat ini adalah soal kesiapan Timor Leste secara finansial maupun sumber daya manusia untuk menjadi anggota ASEAN.

Dua puluh tahun lalu, Timor Leste bukan apa-apa. Dua puluh tahun lalu, kami hanya punya 19 dokter. Sekarang kami punya 1.200 dokter. Dua puluh tahun lalu kami hanya punya satu Phd, rektor Unpaz (Universitas Da Paz), Dr. Lucas da Costa. Sekarang kami punya lusinan Phd, baik lulusan Eropa maupun Amerika, yang menguasai 5-7 bahasa, memiliki ratusan lulusan master, termasuk lulusan dari Indonesia. Dibandingkan 2002, kini kami memiliki para dokter yang cemerlang, ekonom yang cerdas. Tapi tetap saja, itu semua belum cukup untuk menghadapi tantangan pembangunan Negara.

Beberapa survei yang digelar lembaga internasional menunjukkan indeks demokrasi Timor Leste menempati urutan tertinggi di Asia Tenggara, jauh diatas Indonesia. Apa yang memungkinkan ini terjadi?

Saya tidak berpikir bahwa indeks demokrasi kami jauh di atas Indonesia. Kami menghargai penilaian bahwa kami nomor satu di Asia Tenggara dan nomor 10 untuk kebebasan pers di dunia. Tapi sejujurnya, realitasnya, tidak. Demokrasi kami bisa saya katakan—dalam ekspresi masyarakat Timor Leste—adalah rungu-ranga, artinya sangat kacau.

Saya beri Anda contoh. Kabinet pemerintahan kami sekarang, yang sudah berakhir, kami sebut pemerintahan Ai-tonka. Ai-tonka artinya Anda hanya bisa berjalan dengan menggunakan tongkat. Siapa yang berjalan dengan menggunakan tongkat ini? Itu partai politik dari Perdana Menteri (PM) sekarang, Taur Matan Ruak (Partidu Libertasaun Popular/PLP-red).

Dia hanya punya delapan kursi (PLP meraih delapan kursi dalam Pemilu 22 Juli 2017-red). Total kursi parlemen adalah 65. Fretilin yang memiliki kursi terbanyak di Parlemen menawarkan posisi senior ke (Partai) Khunto yang adalah kelompok bela diri yg hanya memiliki lima kursi di parlemen, menawarkan banyak posisi guna mengamankan dukungan dari Khunto, dan untuk menyelamatkan posisi Taur Matan Ruak. Jadi PM yang ada adalah PM yang berasal dari partai yang memperoleh delapan kursi di parlemen dan didukung oleh partai kecil yang memperoleh lima kursi di parlemen. Sementara mereka menempati 10 posisi senior di pemerintahan. Ini demokrasi macam apa? Seseorang menjadi PM, padahal tidak mendapatkan mandat dari rakyat. Itu makanya saya bilang rungu-ranga.

Tapi pada saat yang bersamaan, orang-orang Timor Leste selalu bisa menemukan solusi dari masalah yang sulit. Ketika saya menjadi presiden di 2022, setiap orang berharap saya membubarkan parlemen, menggelar pemilu parlemen. Karena parlemen atau kepemimpinan parlemen saat itu dinilai melawan konstitusi dan tidak demokratis. Namun, saya kemudian berpikir bahwa kami hanya perlu menunggu satu tahun lagi. Rakyat sudah pergi kedua pemilu, putaran pertama dan kedua pemilihan presiden. Kami juga baru saja melalui dua banjir besar, melalui pandemi Covid-19, dan perang Ukraina. Apa bijaksana kalau kami membikin pemilu parlemen lebih awal? Lebih baik berdialog, membiarkan kabinet pemerintahan bekerja.

Saya melakukan segalanya yang dapat saya lakukan untuk memungkinkan pemerintahan bekerja. Mungkin terkesan tidak demokratik. Namun yang penting semuanya bisa menerima.

Hal lain, negeri ini sama tidak memiliki tahanan politik, tidak ada jurnalis yang pernah dipenjara, tidak ada koran, radio, dan televisi yang ditutup. Tidak ada pemerintahan yang akan melakukannya, meski mereka ingin. Dan saya bisa katakan nol kekerasan politik. Dalam pemilu parlemen, ada beberapa insiden, tapi tidak ada kekerasan politik. Sejauh ini berlangsung damai.

Meskipun dalam kampanye tidak ada seorang pun yang bicara bagaimana mereka membangun ekonomi dan mengisi budget negara, tidak ada yang bicara soal proposal yang konkret, hanya janji-janji.

Bagaimana dengan CNRT?

CNRT sangat berbeda dibanding dengan partai-partai baru. CNRT punya track record, dari 2007 hingga 2018. Fretilin juga adalah partai senior. Anda boleh setuju atau tidak, dua partai besar inilah yang memiliki pengalaman politik dan pemerintahan selama beberapa tahun.

Anda bisa menilai CNRT yang dipimpin Xanana Gusmao dengan melihat bagaimana Timor Leste di 2007 dan bagaimana Timor Leste pada 2018. Selama 10 tahun, di bawah pemerintahan Xanana, negara ini berubah. Banyak infrastruktur yang dibangun di negara ini. Negara berubah sangat drastis di bawah pemerintahan Xanana.

Xanana memiliki kepribadian yang mengagumkan, mengingatkan saya pada Bung Karno. Namun selain karismatik dan pembicara fasih seperti Sukarno, dia juga memahami ekonomi.

Fretilin juga memiliki banyak orang baik. Juga Partai Demokrat atau PD. Mereka memiliki banyak generasi baru. PD adalah partai nomor 3 di Timor leste yang saya pikir akan menjadi basis atau pilar demokrasi. Fretilin, CNRT, dan PD. Sementara yang lain terlalu kecil, terlalu baru.

Di negeri ini, tak ada seorang pun yang bisa dibandingkan dengan Xanana.

Jika CNRT menjadi pemenang mayoritas dalam pemilihan kali ini dan Xanana Gusmao terpilih menjadi PM, apakah lebih mudah untuk Anda bekerja sama?

Saya dapat bekerja sama dengan banyak pihak. Ketika saya menjadi presiden, orang-orang gugup. Fretilin stres. Taur Matan Ruak stres. Mereka menduga-duga, apa yang akan saya lakukan. Apakah saya akan membubarkan parlemen? Tidak. Saya lah yang mengontak parlemen dan mendatangi mereka. Kekuasaan tidak membutakan saya. Saya menghadapi manusia sebagai manusia, besar atau kecil.

Saya ingin melihat CNRT, Fretilin, dan Partai Demokrat bekerja sama. Tentu saja kalau CNRT menang mutlak tidak perlu koalisi, dan saya tidak bisa memaksakan kepada Xanana untuk bekerja dengan Fretilin dan PD. Saya hanya bisa mengintervensi jika tidak ada pihak yang mendapat mayoritas mutlak. Mereka butuh koalisi. Maka saya akan berkata, “jangan buang waktu berkoalisi dengan partai-partai kecil. Itu akan merugikan kepentingan negara.”

Tapi persaingan CNRT dan Fretilin cukup tajam. Jika keduanya tidak dapat mencapai mayoritas absolut, menurut Anda apakah mungkin keduanya berkoalisi?

Dalam jajak pendapat, CNRT diprediksi mendapatkan kemenangan besar. Tapi saya tidak tahu apakah ini akan terbukti. Tetapi walaupun ada satu partai politik yang memenangkan mayoritas mutlak, saya tetap akan menyarankan mereka untuk mengundang partai dengan suara terbanyak kedua. Dan mungkin juga partai dengan suara terbanyak ketiga untuk membentuk pemerintahan yang lebih kuat, dan parlemen yang kuat, guna mempercepat pengambilan keputusan.

Terkait dengan kebebasan bicara dan kebebasan pers yang Anda sampaikan di awal, bagaimana Anda mengatasi disinformasi?

Saya belum mengambil banyak tindakan untuk ini karena saya sendiri tidak bisa berbuat banyak. Saya menunggu pemerintahan baru. Saya ingin mereka meninjau Undang-undang Pers yang ada. Apapun yang diletakkan di sana oleh pemerintah dan parlemen sebelumnya yang tidak dapat dibenarkan untuk kebebasan pers, saya ingin itu dihapus.

Saya tidak akan mengizinkan akal-akalan apapun dalam undang-undang apapun yang dapat menghambat kebebasan pers

Saya tahu, ada usulan aturan pidana soal pencemaran nama baik, dan saya menentangnya. Apa gunanya pemerintah membuang-buang waktu untuk produk kreatif di saat ada masalah yang lebih serius di dunia, ada kejahatan yang lebih terorganisir yang memasuki demokrasi kami.

Salah satunya adalah kelompok seni bela diri. Seni bela diri bukan sebuah kejahatan. Mereka bisa menjadi kekuatan positif yang hebat. Tetapi beberapa individu menggunakan seni bela diri, memanipulasi pemuda yang bergabung dengan seni bela diri dengan niat penuh untuk masuk ke politik, dan kemudian mendapatkan kekuasaan. Itu masalah yang lebih serius daripada media sosial.

Kembali ke kebebasan pers dan kebebasan berbicara, bagaimana pemerintah bisa melindungi para jurnalis dan masyarakat dari serangan?

Jelas kebebasan media berarti juga melindungi jurnalis. Melindungi hak mereka untuk menulis, menyampaikan pendapat atau menjadi medium masyarakat untuk menyampaikan pendapatnya melalui media. Jurnalis harus dilindungi dari serangan terhadap mereka.

Namun kritik yang disampaikan kepada mereka bukanlah kejahatan. Serangan intelektual bukan kejahatan. Jurnalis tidak bisa berharap bahwa mereka kebal dari kritik, bahwa apapun yang mereka tulis adalah seperti sebuah kitab suci. Dengan penuh hormat, saya akan mengatakan “tidak.”

Jurnalis punya kebebasan meliput berita atau bahkan menulis artikel opini. Namun politisi, pengusaha juga punya hak untuk menjaga martabatnya. Jika mereka merasa diserang, mereka berhak menuntut jurnalis.

Itu sebabnya, saya selalu mengatakan kepada wartawan, cobalah untuk menjadi seperti seorang jaksa agung yang serius, cobalah untuk menjadi seorang dokter medis yang serius. Investigasi, investigasi, investigasi. Ingat, apapun yang Anda kerjakan dapat berdampak pada kehidupan orang-orang, pada keluarga yang memiliki anak-anak. Berpikir dua kali. Bahkan jika faktanya benar, pikirkan dua kali sebelum Anda menerbitkan. Karena Anda berurusan dengan manusia.

Terkait dengan ketegangan yang terjadi di antara para elit politik di Timor Leste, seberapa jauh ini akan berdampak pada polarisasi di masyarakat?

Tidak. Kami nol kekerasan politik. Ada insiden, tapi itu bukan dorongan dari pemimpin partai. Tidak ada pihak manapun yang memanipulasi agama. Tidak ada ketegangan etnis atau agama. Tapi ya, kami memiliki ketegangan politik. Itu biasa di parlemen. Semua negara mengalami ini. Hanya Korea Utara yang tidak memiliki ketegangan politik.

Namun untuk pemilihan berikutnya, saya akan mengusulkan electoral threshold lima persen. Dan saya akan mengatakan, tidak boleh ada kelompok seni bela diri atau kelompok ritual apa pun yang dapat memasuki politik atau mendirikan partai politik.

Dirjen PSDKP KKP: Kami Bisa Membaur dengan Pelaku

Berdasarkan indeks risiko IUU Fishing yang dirilis Global Initiative Against Transnational Organized Crime (Gitoc) pada Desember 2023, Indonesia tercatat sebagai negara terburuk keenam dari 152 negara dalam menangani praktik illegal, Uunreported, and unregulated fishing (IUUF).

Berlangganan Kabar Terbaru dari Kami

GRATIS, cukup daftarkan emailmu disini.