SEBULAN setelah menerima gaji penuh sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat, ribuan prajurit angkatan 2021-2023 tak lagi dapat menikmati gajinya secara utuh di luar batalyon. Potongan sekira 80% gaji pokok untuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) swakelola Badan Pengelola Tabungan Wajib Perumahan (BP TWP) TNI AD yang diwajibkan Kepala Staf Angkatan Darat (2021-2023) saat itu Dudung Abdurachman membikin mereka gigit jari. Sebab kini tak banyak yang bisa mereka lakukan tanpa uang. Paling hanya bolak-balik antara barak militer, tempat latihan, dan pos penjagaan. Mereka pun hampir tidak bertemu dengan siapa-siapa kecuali rekan kerja.
Lukman dan Roni, sebut saja begitu, adalah dua orang dari ribuan prajurit yang tertimpa pemotongan ganda untuk perumahan tersebut. “Kami sudah jalan 2 tahun,” ungkapnya ketika ditemui di Jakarta pada Kamis, 27 Mei 2025. IndonesiaLeaks merupakan konsorsium media yang terdiri dari Jaring.id, Tempo, Suara.com, dan Independen.id. Dalam pertemuan itu mereka mengaku tak lagi kuat untuk menanggung beban dari potongan yang terbilang besar.
Lukman dan Roni berpangkat tamtama Angkatan Darat. Total gaji pokok yang seharusnya mereka terima sebesar Rp 3.660.000. Namun yang masuk ke rekening mereka tak lebih dari Rp 200 ribu. Pemotongannya, kata mereka, bervariasi tergantung besaran uang muka cicilan rumah dan tentu gaji serta tunjangan yang masing-masing prajurit terima. “Kami hanya ikuti perintah, meski mayoritas menolak,” ujarnya.
Dalam dokumen rincian pemotongan gaji yang IndonesiaLeaks terima setidaknya terdapat dua komponen potongan. Pertama ialah potongan untuk TWP yang sebetulnya terbilang kecil hanya sekitar Rp 150 ribu dan KPR swakelola era Dudung yang dinilai memberatkan lantaran besarannya bisa mencapai Rp 2,5 juta tiap bulan. “Di rekening itu tinggal sekitar Rp 150-300 ribu an,” ujar tentara yang kami samarkan identitasnya.

Pemotongan gaji untuk kredit perumahan mulai berlangsung pada 2023 lalu. Kali pertama sosialisasi mengenai kredit rumah ini disampaikan ke seluruh prajurit di salah satu aula kesatuan. “Ditawarkan pas masa orientasi,” ungkapnya. Saat itu, mereka tidak bisa menolak karena program tersebut merupakan keputusan Dudung sebagai Kasad lewat Surat Telegram Kepala Satuan Angkatan Darat Nomor ST/1120/2023 tanggal 15 Mei 2023 tentang penekanan Kasad Perihal Penyediaan Perumahan dan Tanah Kavling KPR Swakelola TWP AD.
Di samping keputusan tersebut, para prajurit juga terhimpit Surat Telegram KASAD Nomor ST/2019/2023 tanggal 10 Agustus 2023 yang isinya memerintahkan prajurit dengan masa dinas 0 sampai dengan 10 tahun untuk mengambil rumah non dinas atau tanah kavling melalui program KPR Swakelola TWP AD. Dalam surat tersebut, pimpinan TNI AD mewajibkan prajurit angkatan 2021 sampai dengan 2023 untuk mengambil kredit atas perumahan tersebut. Telegram atas nama Dudung tersebut ditandatangani Agus Subianto yang saat itu menjabat sebagai wakil kasad. “Surat ini merupakan perintah dan penekanan ulang,” tulis surat yang ditandatangani Agus yang kini menjabat sebagai Panglima TNI pada Juli 2023.
Mendapatkan perintah langsung dari pimpinan TNI AD, baik Lukman maupun Roni, dan prajurit seangkatan lainnya tak punya banyak pilihan selain mengiyakan, sekalipun mereka sadar bahwa keputusan membeli rumah merupakan langkah besar yang membutuhkan pertimbangan matang. Terlebih bahwa alasan mengapa harus membeli rumah di tahun pertama bekerja pun tidak dapat ditemukan prajurit muda ini. Mereka juga tak sempat mendiskusikan pelbagai aspek penting yang perlu diperhatikan, mulai dari besaran progresi cicilan, lokasi, apakah banjir atau tidak, kondisi rumah, akses, dan aspek legalitas. “Kami juga nggak bisa mengabari orang tua. Sebab kita kan lagi orientasi jadi tidak pegang handphone,” keluhnya.
Kalau menolak, kata mereka, pemindahan tugas ke Papua acap kali digunakan sebagai ancaman. “Dengar diancam pindah ke Papua jadi bingung,” tutur mereka kompak.
“Kami ikuti saja karena dibawah tekanan dan dipaksa membeli rumah. Daripada ke Papua kan ya,” Lukman menimpali.
Dua pekan setelah sosialisasi itu, Roni bersama puluhan rekannya sesama prajurit diajak oleh Perwira Seksi Personel (Pasi Pers) menuju Bank Jawa Barat dan Banten (BJB). Di sebuah ruang tamu kantor perbankan tersebut telah menanti seseorang dari bagian administrasi urusan kredit rumah.
Di sana mereka disodorkan sejumlah dokumen berisi akad jual-beli yang tak diketahui isinya. Tapi justru mereka diminta untuk menandatangani semua dokumen. Ketika itu, Roni mengaku hanya ingat biaya pengajuan KPR sebesar Rp 180 juta yang akan dicicil selama 15 tahun. Setelah tanda tangan, pihak bank langsung memberikan uang tunai yang jumlahnya lebih besar dari pengajuan, yakni sampai Rp 210 juta. “Saya kaget dengan duit di tangan, tapi diminta pasi pers masukin ke dalam tas,” katanya.
Setelah angkat kredit, mereka kemudian kembali ke barak. Pasi Pers memberikan kwitansi dengan isian uang down payment (DP) rumah sebesar Rp 80 juta. Kwitansi itu, kata Rudi, tak resmi dari pengembang perumahan maupun pihak perbankan. “Kertas biasa yang ditulis tangan saja,” ungkapnya.
Kondisi serupa dialami oleh Lukman. Prajurit angkatan 2021 ini diperintahkan mengambil rumah. Namun sampai saat ini ia tak mengetahui di mana rumah tersebut akan dibangun. “Rumah hanya dikasih tahu di Bekasi, tapi tempatnya tak pernah diketahui,” katanya saat ditemui IndonesiaLeaks.
IndonesiaLeaks menghubungi Deputi Corporate Secretary Bank BJB, Sani Ikhsan Maulana. Dia menyampaikan masih akan mengecek cicilan KPR Swakelola prajurit ke perbankan BJB. “Saya cek dulu ke divisi terkait,” kata Sani melalui pesan Whatsapp Jumat, 1 Agustus 2025.
Perumahan prajurit lewat kredit swakelola TNI AD tersebar di sejumlah daerah, antara lain Semarang, Purwakarta, Bekasi, wilayah Sumatera, Sulawesi, dan Jambi. Pembangunan perumahan ini dilakukan oleh sejumlah perusahaan dengan nilai sebesar Rp 586,5 miliar, terbesar digelontorkan kepada PT Rimba Guna Makmur yang menerima dana sebesar Rp 250 miliar dan PT Synergi Indojaya Perkasa sebesar Rp 130 miliar saat Dudung menjabat Kasad.
Ilalang hampir menutupi seluruh plang perumahan Kartika Bumi Mayang Residence saat IndonesiaLeaks menyambangi salah satu lokasi perumahan prajurit. Di tanah yang terletak di Jalan Kapten Mustajal, Kelurahan Mayang Mangurai, Kecamatan Alam Barajo, Kota Jambi akan dibangun 480 kavling dengan luas lahan 5 hektar. Belum tampak rumah berdiri, meski telah berproses selama hampir 4 tahun sejak dana dicairkan ke pengembang.
Kondisi serupa juga terjadi di Semarang, Jawa Tengah. Tak ada satupun rumah prajurit yang terbangun di Perumahan Kartika Gunung Pati, Kota Semarang. Di lahan seluas 5 hektar tersebut rencananya akan dibangun 521 unit rumah.
Masih di Semarang, terdapat perumahan Kartika Kalongan Residence. Area perumahan akan dibangun 546 kavling. Tembok dari rumah-rumah yang telah berdiri itu retak dan cat warna cream dan merah yang melapisi badan rumah mulai mengelupas.

Sementara rumah yang dibeli Lukman dan Roni di Tambun adalah Cahaya Darussalam 2, Bekasi. Rumah yang dibeli berada di kompleks perumahan subsidi yang bercampur dengan pemukiman sipil. Sisi bangunan, genteng beratap merah dengan cat rumah berkelir coklat susu dan merah telah memudar. Bercak-bercak hitam di tembok mulai bermunculan, sejumlah tembok rumah telah retak hampir seluruh dinding. Rumput ilalang yang tak pernah dibersihkan mulai meninggi di dekat rumah bahkan menjalar ke jalan umum perumahan yang membikin jalanan tertutup ilalang sebagian.
Karena merasa tidak lagi memiliki saluran untuk bertanya, para prajurit akhirnya menumpahkan keluh kesahnya melalui Grup WhatsApp prajurit tamtama TNI AD. Keluhan mereka makin meruncing tatkala rumah yang telah dibeli dengan skema KPR swakelola tak kunjung berdiri lepas dua tahun rumah tersebut dicicil. “Kami terus pertanyakan di WAG karena banyak yang protes juga,” kata Roni.
Protes mereka bukan tanpa alasan, tanpa uang gaji yang diterima tiap bulan mereka tak dapat bertahan hidup. Lukman dan Roni menyampaikan rekan-rekannya harus berhutang di kantin untuk sekadar membeli makan, serta kebutuhan mandi. Sisa uang prajurit sebesar ratusan ribu Rupiah tak mampu membiaya hidup di asrama prajurit.
Lukman dan Roni bahkan kini tidak lagi dapat mengirimkan uang kepada orang tuanya. Mereka mengaku sebelum kebijakan mewajibkan pembelian rumah, setiap bulan orang tuanya dikirimi uang sebesar Rp 2-2,5 juta. Sejak 2023 sampai saat ini uang kiriman bulanan kepada orang tua tak dikirim. “Kami dulu sering kirim uang, kini tidak bisa kirim lagi,” kata Lukman.
Orang tua Roni sebenarnya tidak setuju dengan pembelian rumah yang dilakukan anaknya. Sebab sampai saat ini Roni masih tinggal di barak dan berpotensi pindah tugas ke daerah lain. Namun, mereka tidak berdaya lantaran pembelian rumah tersebut merupakan perintah jenderal. “Jadi orang tua saya pasrah. Mau bagaimana lagi kalau diperintah,” katanya.
Sementara itu, Anggota Komisi bidang Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Tubagus Hasanuddin mengaku baru mengetahui ada kewajiban prajurit mengambil KPR. Ia menilai potongan lebih dari 50% itu janggal. “Mereka bisa mengambil KPR, tapi bukan kewajiban,” kata pensiunan tentara berpangkat mayor jenderal itu.