Baliho selebar lebih dari dua meter terpampang di perempatan Baturetno di jalan nasional Ring Road Selatan, Banguntapan, Bantul. Baliho warna biru bertuliskan Royal Mansion Banguntapan itu memuat iklan perumahan tipe 60/126 seharga lebih dari setengah miliar. Pengembangnya tertera PT JGS Land alias PT Jogja Graha Selaras Land.
Iklan rumah yang Berlokasi di Jalan Raya Pleret, Desa Jambidan, Banguntapan, Bantul itu hanya satu dari sekian banyak perumahan yang dipasarkan PT Jogja Graha Selaras. Lainnya bertebaran di perempatan-perempatan jalan strategis di Bantul. Misalnya iklan perumahan Villa Banguntapan 2 yang berlokasi di Dusun Sampangan, Wirokerten, Banguntapan, serta perumahan Pondok Indah banguntapan yang terletak di Desa Potorono, Banguntapan, Bantul.
Data izin perumahan yang dikeluarkan Dinas Perizinan Bantul mengungkapkan berapa banyak perusahaan yang dipimpin Aditya Yulla Saputra Samawi itu memegang lisensi properti. Sepanjang 2010 hingga 2015 Dinas Perizinan mencatat, PT Jogja Graha Selaras bertengger di urutan ketiga perusahaan yang paling banyak memperoleh izin pembangunan perumahan sebanyak tujuh lokasi perumahan.
Perusahaan yang beralamat di Dusun Ketonggo, RT 2, Wonokromo, Pleret, Bantul itu hanya kalah dua tingkat dari PT Sumber Baru Land yang memegang izin 11 lokasi perumahan atau yang terbanyak selama lima tahun terakhir. PT Sumber Baru Land merupakan kelompok usaha PT Sumber Baru Citra Mobil yang dimiliki pengusaha kondang Jap Kurniawan Halim. Berada di urutan kedua terbanyak pemegang lisensi properti adalah Perusahaan Umum (Perum) Perumnas Cabang Yogyakarta sebanyak delapan perumahan baru disusul PT JGS Land di urutan ketiga.
Selama lima tahun terakhir, Pemkab Bantul mengeluarkan izin perumahan di 141 lokasi kepada 61 pengembang termasuk Jogja Graha Selaras. Nama Jogja Graha Selaras tak asing di kalangan pebisnis properti dan konstruksi di Bantul, lantaran dianggap dekat dengan rezim yang berkuasa selama lima tahun terakhir. Dalam data akta notaris yang dikeluarkan Direktorat Jenederal (Ditjen) Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), perusahaan ini dimiliki oleh tiga komisaris alias pemegang saham. Yaitu Gun Nugroho Samawi selaku Komisaris Utama, serta dua orang komisaris yaitu Linsiana dan Imam Satriyadi.
Media ini menelusuri rekam jejak penguasa PT JGS Land. Ketiganya punya hubungan dekat dengan mantan bupati Bantul periode 2000-2005 dan 2005-2010 Idham Samawi. Selama lima tahun terakhir, Idham tidak lagi menjabat sebagai bupati. Posisinya digantikan isteri pertamanya Sri Surya Widati yang menjabat sebagai bupati pada 2010-2015. Namun jejak kekuasaan Idham masih tersisa di sektor properti.
Hubungan dekat Idham dengan pemilik bisnis properti dapat dirunut dari Komisaris Utama PT JGS Land, Gun Nugroho Samawi yang tidak lain kakak kandung Idham Samawi. Gun yang merupakan seorang dokter juga menjabat Direkrut Utama PT BP Kedaulatan Rakyat, penerbit surat kabar lokal di Jogja, Harian Kedaulatan Rakyat (KR). Idham Samawi sendiri adalah pemilik alias komisaris PT BP Kedaulatan Rakyat.
Sedangkan Komosaris PT JGS Land Imam Satriyadi di Harian Kedaulatan Rakyat menjabat sebagai Direktur Keuangan. Komisaris yang memiliki hubungan paling dekat dengan Idham adalah Linsiana. Ia adalah isteri kedua Idham Samawi. Dalam sebuah wawancara dengan media ini, Idham mengakui status Linsiana sebagai isterinya. Namun ia membantah menggunakan pengaruhnya sebagai mantan bupati atau suami dari Bupati Bantul Sri Surya Widati untuk mendapat lisensi perumahan. Ya monggolah [Linsiana diberitakan sebagai isterinya] tapi soal dapat proyek [izin perumahan] itu enggak ada kaitannya dengan saya,?tegas Idham Samawi dikonfirmasi awal Januari lalu.
Menurut Idham, isterinya memang berkiprah di bisnis properti sejak lama. Kalau properti memang dia [Linsiana] bisnis itu. Kalau dia bisnis properti apa yang salah. Tiap warga negara punya hak berusaha, kata dia.
PT JGS Land bukan satu-satunya perusahaan yang berbau aroma penguasa. Di Jalan Imogiri Barat kilometer 8, tepatnya di Dusun Sudimoro, Timbulharjo, Sewon, Bantul sebuah kompleks perumahan seluas tiga hektare tengah dibangun. Perumahan bernama Grand Pertama Residence itu dibangun oleh pengembang PT. Dwi Mitra Intitama. Dalam salinan akta notaris yang dikeluarkan Ditjen AHU, perusahaan yang berkantor di Jalan Ring Road Selatan Ruko Paris Square Kav. 14, Saman, Bangunharjo, Sewon, Bantul itu dimiliki oleh Rusmalasari Trikadibusana dan dipimpin oleh seorang Direktur perusahaan Nur Amalia.
Salah seorang pengurus kelompok tani di Dusun Sudimoro yang meminta identitasnya dirahasiakan mengungkapkan, pembangunan perumahan di selatan Jogja itu mengorbankan puluhan petani pemilik lahan hijau. Itu [pembebasan lahan] ada pemaksaan ke petani, karena diurus saudara bupati [Bupati Sri Surya Widati kala itu], karena orang nomor satu jadi enggak ada yang berani menolak, ungkap sumber yang juga mengikuti proses pembebasan lahan menjadi perumahan tersebut. Namun petani paruh baya itu mengaku tak kenal siapa nama persis saudara bupati yang ia maksud.
Baik Sri Surya Widati maupun Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Bantul Tri Saktiyana yang menangani perizinan perumahan membantah terlibat memuluskan proyek perumahan di Sudimoro. Kalau ada izin prinsip masuk tolong Bappeda disurvei jangan salah aturan. Kalau sesuai tata ruang saya tandatangani artinya sudah enggak masalah. Saya enggak tahu siapa saja yang minta [izin perumahan], klaim Sri Surya Widati saat dikonfirmasi beberapa waktu lalu.
Pelat Merah
Kiprah keluarga penguasa di sektor bisnis di Bantul juga ditemukan jejaknya di perusahaan pelat merah milik pemerintah daerah yang dimodali oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pemkab memiliki sejumlah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Bantul, salah satunya Perusahaan Daerah (PD) Aneka Dharma. Sejak 2010 sampai sekarang, perusahaan pelat merah itu dipimpin oleh Direktur Utama Farid Hilmi.
Ia adalah keluarga dekat bupati yang berkuasa lima tahun terakhir Sri Surya Widati. Ia tak lain keponakan Bu Ida [Sri Surya Widati], ungkap anggota DPRD Bantul Amir Syarifudin. Politisi PKS tersebut pernah duduk di Komisi B DPRD Bantul yang membidangi ekonomi dan pembangunan. Komisi B merupakan mitra PD Aneka Dharma. Dewan melalui Komisi B bertugas memantau kinerja perusahaan yang berlokasi di Jalan Jenderal Sudirman Bantul itu.
Perjalanan Farid Hilmi memimpin Aneka Dharma penuh dengan ganjalan. Berkali-kali perusahaan ini dihujat banyak pihak termasuk DPRD lantaran berkinerja buruk. Bertahun-tahun disuntik modal miliaran rupiah, perusahaan ini kerap macet menyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD). Terakhir pada 2015, perusahaan ini hanya menyumbang pendapatan daerah senilai Rp78 juta. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga berkali-kali menemukan masalah di perusahaan itu.
Namun posisi Farid Hilmi tak pernah goyah. Dia itu sudah menjabat beberapa periode. Sudah lama sekali, 2010 itu dia sudah menjabat. Pernah digantikan oleh orang lain tapi kemudian kembali lagi ke di posisinya. Diperpanjang terus berkali-kali. Ini kami sedang cermati karena ada indikasi pelanggaran aturan karena diperpanjang berkali-kali,? kata anggota dewan yang sudah duduk di DPRD Bantul selama empat periode tersebut.
Farid Hilmi selama ini tak pernah mau bersuara ke media. Pada 2013 lalu, media ini pernah mengonfirmasi ihwal kinerja perusahaan serta kepemimpinannya yang kerap disorot DPRD. Namun Farid Hilmi justru menyodorkan amplop tanpa hendak bicara ke media.