Mata Abraham Konkase berkaca kaca. Ia terus menatap buah hatinya, Marian Konkase yang berdiri tak jauh dari tempat duduknya. Ia tak mampu menceritakan awal mula mengapa sikap anak perempuan satu satunya itu berubah. Ani, demikian anak itu disapa, kini sudah hilang ingatan.
Kehidupan ekonomi yang pas pasan membuat Abraham tak mampu menyekolahkan Ani, seusai tamat sekolah dasar (SD). Saat ditemui di kediamannya di Dusun C, Desa Usapibaki, Kecamatan Mollo Tengah, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Abraham sedang santai. Rumahnya beratapkan alang alang, dinding gedek dan berlantaikan tanah. Di rumah berukuran 5×7 meter ini, Abraham tinggal bersama istrinya dan dua orang anaknya.
Dengan terbata bata, ia memulai kisah pilu dua tahun lalu ketika dia didatangi seorang perekrut lapangan (PL) yang ia tidak tahu namanya. PL tersebut datang bersama seorang tetangganya. “Dong (mereka) bilang bawa Ani kerja di Jawa. Nanti surat surat diurus. Asal bapak mau saja, semua beres,” urai Abraham.
Keterbatasan ekonomi membuat Abraham “merelakan” Ani yang saat itu baru berusia 14 tahun untuk bekerja mencari nafkah. Tak lebih dari seminggu, Ani dijemput ke Kupang untuk selanjutnya diberangkatkan. Selanjutnya Abraham putus komunikasi dengan Ani. Pertengahan 2015, Ani dipulangkan sang perekrut dalam kondisi hilang ingatan. Katanya, Ani sakit di Malysia, sehingga dipulangkan. Ani sering bicara sendirian, tingkahnya aneh.
Ani adalah salah satu dari beberapa TKW yang dipulangkan ke kampung halamannya dalam keadaan lupa ingatan. Anehnya, kasus kasus seperti ini malah “hilang” di tangan penyidik kepolisian. Kakek dari Ani, Lasarus Kollo, pernah melaporkan kasus ini ke Polres Kupang Kota. Lasarus menduga, ada sesuatu yang tidak beres, entah itu pada agen, PL ataupun majikan di Malaysia sehingga harus diusut. Namun hingga kini tak ada kejelasan penanganannya.
Hilangnya ingatan para pekerja di Malaysia ini diakui juga oleh Direktur PIAR, Sarah Lery Mboeik. Sarah mengakui, sudah mengadvokasi beberapa TKW yang gila. “Kami pernah menemukan seorang TKW yang tidak sadar di Oebola, Kecamatan Amabi Oefeto Timur, Kabupaten Kupang. Setelah kami telusuri, ternyata di Malaysia, mereka rutin disuntik obat anjing gila. Tujuannya agar menghilangkan memori mereka, agar saat pulang mereka tidak tahu apa yang sudah dilakukan di Malaysia. Rata rata yang seperti ini, mereka dipekerjakan sebagai pekerja seks,” ujarnya.
“Kami juga temukan banyak kasus seperti ini di Batam. Ada banyak TKW yang ditemukan di jalan jalan. Biasanya, setelah habis masa kontrak, para TKW tidak langsung pulang, melainkan masih ditempatkan di penampungan di Batam atau Medan. Tujuannya agar ada proses pemulihan ingatan. Setelah itu, baru mereka di kirim ke kampung halamannya. Dalam proses ini ada yang sembuh, meski perilaku asli sedikit berubah, namun ada juga yang tidak sembuh, atau gila,” kata Sarah Lery Mboeik.
Abraham Konkase sangat terpukul dengan peristiwa ini. Ia mengaku, selama bekerja, Ani tidak pernah mengirim sepeser pun uang untuk mereka. Dia juga tidak tahu, apakah dokumen keberangkatan Ani asli atau dipalsukan. Pasalnya, hingga saat ini, ia tidak mendapatkan satu pun dokumen diri dari buah hatinya itu. Dia bahkan tak tahu kalau anaknya masih kategori di bawah umur sehingga belum boleh dipekerjakan di luar negeri.
“Mereka bilang mau urus semua, jadi kami ikut saja. Waktu itu ada uang sirih pinang. Mereka bilang, kalau sudah dapat kerja, nanti tiap bulan Ani kirim uang. Namun dia tidak pernah kirim uang sampai pulang,” aku Abraham.
***
Menelusuri proses pengiriman Tenaga Kerja Indonesia Tenaga Kerja Wanita (TKI TKW) asal Nusa Tenggara Timur (NTT) luar negeri terasa sangat panjang dan melelahkan. Ada banyak orang yang terlibat di dalamnya. Yang terlibat tak hanya Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI PPTKIS) tapi juga pejabat negara, bahkan anggota polisi. Ada juga penggiat lembaga swadaya masyarakat yang masuk dalam kejahatan perdagangan manusia.
Penelusuran Pos Kupang pada September hingga November 2016 mengungkap pemalsuan dokumen dalam pengiriman TKW/TKI yang berlangsung secara terstruktur. Dua staf Kantor Imigrasi Kupang sudah ditahan oleh polisi. Namun, masih ada pejabat pemerintah yang masih bebas.
Seorang anggota Satuan Tugas Trafficking Kepolisian Daerah NTT, yang tidak ingin ditulis namanya, mengatakan, untuk mendapatkan dokumen awal hingga paspor keluar, jalurnya panjang. Seorang perekrut lapangan, harus tahu jaringan itu. Salah satu dokumen penting dalam pengurusan paspor adalah rekomendasi paspor.
“Untuk TKI/TKW, rekomendasi itu dikeluarkan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Aturannya, rekomendasi keluar jika berkas lengkap,” kata sumber Pos Kupang di Polda NTT.
Pertanyaannya, mengapa data para korban harus dipalsukan? Mengapa anak anak usia di bawah 18 tahun yang menjadi incaran? Menurut informasi yang dihimpun dari berbagai sumber seperti perekrut lapangan (PL), anggota Satgas Human Trafficking Polda NTT dan korban, pemalsuan dilakukan agar satu saat ketika ada permasalahan, aparat sulit melacaknya. Selain itu, kata sumber, agar proses pengiriman para TKI cepat sehingga pembayaran dari agen Malaysia kepada para sindikat di NTT lebih cepat. Para pencari kerja di Malaysia lebih suka pekerja yang usianya di bawah 18 tahun.
“Jika harus sesuai prosedur maka satu TKI/TKW harus membutuhkan waktu empat bulan. Tapi jikalau prosesnya dilakukan dengan pemalsuan, penerbitan dokumen termasuk paspor hanya membutuhkan waktu satu minggu. Dalam hal ini, para jaringan hanya ingin memperoleh uang dengan cepat. Imbasnya para mafia harus bermain mata dengan para oknum yang mendapat gaji dari negara dalam memainkan jabatannya,” ujar anggota Polda NTT yang minta namanya tidak ditulis.
Dalam merekrut seorang calon TKI/TKW, jalurnya adalah perekrut lapangan (PL) setelah mendapat korban yang ingin berangkat akan menghubungi koordinator PL. Koordinator PL kemudian akan menghubungi agen, alias kepala cabang PPTKIS yang ada di Kota Kupang. Sang agen akan meminta PL untuk membawa calon TKW tersebut ke Kupang. Mereka tak perduli, apakah dia memiliki dokumen diri atau tidak.
“Biasanya para agen langsung menghubungi operator pemalsu dokumen atau menghubungi pemain di belakang layar (pemain yang mengendalikan keuangan perusahaan) untuk mengurus dokumen palsu. Makanya membutuhkan waktu kurang lebih dua hari koordinasi, sudah berjalan setelah dokumen palsu dibuat oleh operator pemalsu,” jelasnya.
Dari data yang dihimpun, langkah pertama yang dilakukan adalah pembuatan surat rekomendasi paspor di Kantor Dinas Tenaga Kerja. Untuk pengurusan KTP dan dokumen lainnya biasanya dilakukan sendiri, tanpa melalui instansi resmi. Memang ada juga yang melalui Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, meski hasilnya pun dokumen palsu. Di dalam Kantor Disdukcapil Kabupaten Kupang, seorang pegawai sangat terkenal di kalangan PL dan agen. Dia mampu mencetak dan menerbitkan KTP dan KK dengan cara scan atau dipalsukan.
Dari temuan itu, sesuai hasil penelusuran, sesungguhnya proses pembuatan rekomedasi paspor hingga penerbitan paspor terbit, hanya formalitas. Koordinasi sudah berjalan antara agen dengan petugas naker dan imigrasi, termasuk dinas kependudukan dan catatan sipil.
Beberapa kasus telah terungkap. Contohnya adalah kasus Edwar Leneng dari PT Malindo dan kasus petugas security Bandara El Tari, Yohanes Ringgit. Edward Leneng yang kini ditahan Bareskrim Mabes Polri adalah perekrut Yufrida Selan, seorang TKW yang meninggal di Malaysia. Contoh lain terkait pemalsuan rekomendasi paspor adalah kasus yang menimpa TKW asal TTU, Winda Tefa. Ada juga kasus yang menjerat dua TKW kakak beradik asal Kabupaten TTS, yakni Orni Nati dan Sofia Nati. Diduga kuat, rekomendasi paspor dan dokumen kedua TKW ini dipalsukan oleh perekrut.