Pasangan wali kota – wakil wali kota terpilih Kota Semarang, Hendrar Prihadi Hevearita, akan dilantik pada 17 Februari 2016 di Lapangan Simpang Lima Semarang bersama 20 pasangan kepala daerah terpilih lain di Jawa Tengah. Yang menarik, selama kampanye, hanya calon inkumben ini yang bisa berkampanye di lapangan yang menjadi landmark Kota Semarang itu. Sedangkan calon lain ditolak. “Ada imbauan dari Pemkot Semarang Simpang Lima masih dalam tahap perbaikan,” kata ketua tim pemenangan pasangan Sigit-Agus, Joko Santoso, kemarin.
Fakta ini diungkapkan relawan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Yedi Permana. “Laporan dana kampanye rapat umum Hendrar-Hevearita ada banyak kejanggalan,” kata Yedi, kemarin. Pasangan Hendrar-Hevearita melaporkan dana untuk rapat umum hanya Rp. 108 juta. Padahal Dinas Kebersihan Semarang menyatakan sewa lapangan Simpang Lima pada Senin-Jumat Rp. 210 juta, akhir pekan atau hari libur Rp. 225 juta.
JPPR juga menemukan pengeluaran yang tak dilaporkan pasangan ini. Menurut penghitunganh JPPR, dana yang seharusnya dilaporkan Hendrar saat rapat umum Rp. 317 juta. Tapi tak jelas biaya transportasi pendukung, sewa lapangan Simpang Lima, dan konsumsi. Padahal, semua pengeluaran dana kampanye mesti dilaporkan ke KPUD. “Kami khawatir ada penyumbang yang memiliki kepentingan saat calon terpilih menjadi kepala daerah,” kata Yedi.
Relawan JPPR, Umi Hanik, menemukan peran pengusaha. Saat pengajian di rumah Hendrar, ada mobil yang mengangkut peserta kampanye. Mobil itu bertuliskan “PT Candi Golf”. Tapi, saat dicek di laporan dana kampanye, tak ada satu pun sumbangan dari perusahaan itu.
Tempo juga melihat, saat kampanye rapat umum di Simpang Lima, ribuan pendukung Hendrar-Hevearita dari AJT – kelompok pendukung pasangan ini – dengan bendera spanduk dan kaus bertuliskan “AJT”. “AJT memang memberi dukungan dan berafiliasi langsung dengan Hendrar-Hevearita,” kata Sekretaris AJT, Dwi Saputra. Tapi, dalam laporan dana kampanye, tak dicantumkan dana dari AJT.
Hendrar mengakui kontribusi relawan, termasuk AJT, sangat besar. “Semua laporan dana kampanye sudah sesuai aturan,” ujarnya. Buktinya, kata dia, hasil audit kantor akuntan publik menyatakan laporan dana kampanye telah mematuhi persyaratan dan disajikan secara wajar.
Masalahnya, ujar Umi Hanik, metode audit kepatutan oleh auditor tak bersifat investigatif. “Hanya memeriksa asersi (pernyataan calon untuk diaudit) yang disesuaikan dengan aturan dana kampanye,” tuturnya.
Anggota KPU Kota Semarang, Agus Suprihanto, mengakui banyak yang menilai laporan dana kampanye pasangan calon tak wajar. Agus menduga banyak pengeluaran dana kampanye yang tak dilaporkan karena sumbangan relawan. Padahal calon wajib melaporkan dana kampanye pasangan calon dan tim sukses yang didaftarkan di KPUD. “Tapi di Semarang tak ada relawan yang mendaftarkan diri,” kata Agus. Padahal kontribusi relawan dalam pemenangan sangat besar.
Ketua KPU Semarang Hendry Wahyono setuju system pelaporan dana kampanye harus diperbaiki. “Rekomendasi JPPR ini dibawa ke KPU RI agar menjadi kebijakan nasional,” ucapnya.