Surat gugatan setebal 19 halaman terhadap penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Gereja Santo Joseph, Kabupaten Karimun diterima Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Tanjung Pinang, Batam, Kepulauan Riau pada 30 Desember 2019. Penggugatnya ialah Hasyim Tugiran, Ketua Aliansi Peduli Kabupaten Karimun (APKK). Ia menuntut agar Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Karimun mencabut IMB bernomor 0386/DPMPTSP/IMB-81/2019.
Hasyim Tugiran mengklaim penerbitan IMB cacat prosedur. Pihak gereja dianggap menggunakan dokumen persyaratan lama yang sebelumnya sudah dibatalkan kepala daerah setempat. Ia mengklaim surat rekomendasi yang dipakai kadaluarsa.
Dokumen pendukung dari masyarakat sekitar pun dianggap tak lagi relevan. Pasalnya, di antara 60 orang yang menyetujui pemugaran dan membubuhkan tandatangannya, terdapat nama yang sudah meninggal sebelum IMB diurus. Di sisi lain, pihak gereja tidak memperbarui syarat dukungan sesuai Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan Pendirian Rumah Ibadat.
“Tergugat melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik, khususnya asas kecermatan. Di mana setiap pejabat tata usaha negara perlu mempertimbangkan semua fakta yang relevan dari semua kepentingan terkait sebelum menerbitkan beschikking,” demikian alasan penggugat melalui kuasa hukum dari kantor advokat Bambang Hardijusno, SH & Parnerts yang tertulis dalam dokumen Surat Gugatan tertanggal 30 Desember 2019.
Dalam pertimbangannya, APKK juga keberatan dengan desain anyar gereja. Menurutnya, bentuk bangunan Gereja Santo Joseph harus dipertahankan karena tergolong aset sejarah peninggalan Belanda di Kabupaten Karimun. Renovasi total dinilai akan menghilangkan identitas Karimun.
“Kami bukan menolak rumah ibadah. Tidak. Kami cuma minta direnovasi mengikuti bentuk yang lama. Dibesarkan boleh. Dipanjangkan boleh. Ditinggikan jangan,” ujar Hasyim kepada Jaring.id pada 11 April 2020.
Berbagai alasan tersebut menjadi alasan masyarakat memprotes rencana peremajaan gereja. Sejak 2012, pihak gereja mendapat tekanan dari sejumlah orang yang mengatasnamakan masyarakat, baik sebelum maupun sesudah IMB terbit. Tekanan tersebut sedikitnya berasal dari 3 kelompok, yakni Belakang Tangsi Budaya Club (BBC), Forum Umat Islam Bersatu (FUIB), dan APKK pimpinan Hasyim. Dalam sidang PTUN, Hasyim bahkan meminta agar pemerintah setempat mempertimbangkan aksi protes menahun warga sebagai landasan menarik izin bangunan gereja.
“Saya rela mencabut PTUN apabila awak setujui kesepakatan kite,” tambahnya.
Dalam sidang PTUN pada 5 Februari 2020. Kuasa hukum tergugat—Dinas Penanaman Modal menganggap bahwa dalil penggugat—Hasyim sangat tendensius dan tidak beralasan. Menurut pihak tergugat yang terungkap dalam dokumen Jawaban Tergugat tertanggal 5 Februari 2020, identitas budaya di Karimun selama puluhan tahun tidak terusik kehadiran gereja yang sudah berumur lebih dari 90 tahun. Hasyim diwanti-wanti agar tidak mencampurkan antara agama dan budaya. Selain itu, keabsahan dokumen rekomendasi dari masyarakat bukan alasan kuat bagi pemda buat mencabut IMB.
Pasalnya, seperti yang tertuang dalam Peraturan Bersama Menteri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006, dalil terkait dukungan masyarakat berupa tanda tangan hanya berlaku pada pendirian rumah ibadah baru, sedangkan Gereja Katolik Paroki Santo Joseph sudah berdiri sejak 1928 di Jalan Trikora, Tanjung Balai Kota, Karimun.
Saling serang antara kedua belah pihak tak berhenti di situ. Dalam dokumen Surat Gugatan, penggugat juga menuding pemerintah daerah menerbitkan IMB tanpa surat amdal lalu lintas. Padahal, ia mengklaim, penerbitan IMB perlu melampirkan amdal sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 75 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Analisis Dampak Lalu Lintas.
Tudingan tersebut dibantah oleh Dinas Penanaman Modal Kabupaten Karimun. Mereka menganggap panitia pembangunan gereja sudah melengkapi seluruh dokumen untuk mendapatkan izin membangun. Dalam hal ini sesuai Keputusan Bupati Karimun Nomor 792 Tahun 2018 tentang Pedoman Standar Operasional Prosedur Pelayanan Perizinan dan Non Perizinan.
Hasyim bergeming. Ia kukuh menggugat penerbitan IMB Gereja Santo Joseph, sekaligus melancarkan aksi demonstrasi pada 6 Februari lalu di depan gereja. Aksi protes ini yang kemudian sampai ke meja Presiden Joko Widodo. Setelah seminggu mendapat sorotan nasional, Jokowi memerintahkan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD menyelesaikan kasus intoleransi di Karimun maupun daerah lain di Indonesia.
“Harus dirampungkan. Karena bisa jadi preseden yang tidak baik. Bisa menjalar ke daerah lain. Mestinya daerah bisa menyelesaikan ini,” perintah Presiden di Istana Negara, Jakarta pada 12 Februari 2020.
Lobi-Lobi yang Mengakhiri Polemik
Sementara sidang PTUN berjalan, Ketua APKK, Hasyim Tugiran bertemu Romo Chrisanctus Paschalis Saturnus dari Keuskupan Pangkalpinang di sebuah rumah makan di Batam pada Senin, 2 Maret 2020 lalu. Dalam pertemuan itu, Hasyim menyatakan langsung keberatannya kepada Romo Paschalis yang juga menjabat Ketua Komisi Keadilan Perdamaian Pastoral Migran dan Perantau atas desain baru gereja. Padahal, sebelumnya pihak gereja sudah berulangkali merevisi desain bangunan guna mengakomodir permintaan masyarakat.
Mula-mula gereja dirancang dengan konsep mandarin oriental setinggi dua lantai. Namun, rencana tersebut ditolak lantaran bentuk bangunan jadi akan lebih tinggi dari rumah dinas bupati yang terletak tak jauh dari gereja. Konsep bangunan yang merujuk pada kebudayaan Tionghoa pun dihapus. Tingginya pun terpaksa dibuat lebih rendah dari rumah dinas bupati.
Kompromi tersebut nyatanya tak menyurutkan penolakan masyarakat atas pemugaran gereja Santo Joseph.
“Saya bilang ke Romo Paschal, kite ini wong melayu. Wong melayu ini kan sopan santun saya bilang. Ko masuk ke kampung melayu diko tahu, diko di kampung melayu ni..semuanya muslim dikau sendiri kristen. Ada diganggu ndak, dicubit ade ndak? ndak ade kan,” kata Hasyim dengan logat melayu.
“Masuk kampung melayu ni aturlah sebagaimane baiknya itu direnovasi karena itu aset orang melayu, walaupun itu milik katolik,” kata Hasyim lagi.
“Ya udah jadi camana?” kata Romo Paschalis juga dengan logat melayu.
Pertemuan yang digelar sambil makan siang itu berlanjut pada malam harinya. Kepada Jaring.id, Hasyim menuturkan bahwa dirinya tidak berniat menghambat peribadatan agama selain Islam. Ia hanya ingin pemugaraan bangunan gereja disesuaikan dengan bentuk aslinya. Pasalnya bangunan tua sejak 1928 tersebut merupakan aset Karimun.
“Dibesarkan boleh. Dipanjangkan boleh. Ditinggikan jangan,” kata Hasyim kepada Jaring.id pada 11 April 2020.
Lebih dari seminggu, tepatnya pada 10 Maret 2020, kedua belah pihak akhirnya menyudahi seteru dengan menyepakati enam hal. Beberapa poin kesepakatan adalah pencabutan gugatan di PTUN, pembangunan gereja dilakukan tanpa relokasi, dan desain gereja direvisi agar menyerupai bentuk aslinya. Hanya saja dalam kesepakatan tersebut, pihak gereja menginginkan agar lambung bangunan diperbesar agar dapat menampung lebih banyak jemaat. Rencana peletakan Patung Bunda Maria dan Salib yang sebelumnya ditolak pun disetujui.
“Saya tanya Pastor Kris, Pastor Paroki, Romo Pramodo, Romo Hans yang mendapat tugas itu dan mereka setuju. Lalu kita lapor ke Uskup. Setuju,” ungkap Romo Paschalis sebelum kesepakatan tersebut diambil.
“Semangat kita sebenarnya lebih dari enam poin itu. Persaudaraan adalah hal yang ingin dicapai, lebih dari enam poin itu,” tambahnya.
Dokumen kesepakatan, menurut Romo Paschalis, tidak hanya ditandatangani pihak gereja dan APKK. Bupati Karimun, Kapolres Karimun, Danlanal Karimun, APKK, FUIB, Kakanmenag dan Wakil Keuskupan Pangkalpinang turut serta membubuhi tanda tangan.
“Masing-masing pihak harus menghormati kesepakatan yang telah dibuat dan ditandatangani bersama. Kemudian disosialisasikan ke masyarakat tentang hasil rapat kesepakatan bersama tindak lanjut pembangunan gereja,” demikian tertulis dalam dokumen kesepakatan.
Bupati Karimun, Aunur Rafiq turut senang dengan kesepakatan damai yang dapat diterima kedua belah pihak. Ia menginginkan agar polemik tersebut tidak menjadi preseden di daerahnya. Sedianya pada 23 Maret lalu, Bupati Aunur melakukan peletakan batu pertama pembangunan gereja. Namun, rencana tersebut batal lantaran pemerintah menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) guna mencegah penyebaran covid-19.
“Jangan ada lagi tudingan-tudingan bahwa Karimun ini intoleran, itu tidak benar. Hal itu dapat kita buktikan hari ini dengan lahirnya kesepakatan bersama. Renovasi gereja Santo Joseph dapat dilanjutkan,” ujar Aunur Rafiq.
Bupati kemudian menutup polemik menahun pembangunan tempat ibadah dengan kerja bakti di lingkungan gereja pada 14 Maret 2020. Tak hanya Bupati Aunur, kerja bakti itu juga dihadiri Hasyim Tugiran, RD Kristiono Widodo, Kepolisian, TNI dan pelbagai pihak dari lintas agama.
“Kerja bakti itu tidak hanya dihadiri kelompok yang menggugat tapi juga kelompok lintas agama, lintas suku, TNI dan Polri juga ikut,” kata RD Hans Jeharut melalui sambungan telepon pada 26 Maret 2020. Ia adalah Ketua Komisi Kerasulan Awam Keuskupan Pangkalpinang yang kini ditunjuk sebagai Juru Bicara PPG Santo Joseph Tanjung Balai, Karimun.
Empat hari berselang, Rabu, 18 Maret 2020, Hasyim Tugiran memenuhi janjinya mengajukan permohonan pencabutan gugatan ke PTUN Tanjung Pinang. Permohonan itu kemudian disetujui oleh Majelis Hakim PTUN yang dipimpin oleh Ali Anwar.
“Memerintahkan kepada Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara Tanjung Pinang untuk mencoret perkara Nomor: 33/G/2019/PTUN.Tpi dari Buku Register Perkara,” demikian tertulis dalam lembar penetapan yang dibacakan hakim PTUN sembari membebankan biaya perkara sebesar Rp 390 ribu kepada Hasyim Tugiran.
Akar Masalah
Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama Kementerian Agama, Nifasri menyebut bahwa penolakan warga terhadap peremajaan gereja di Karimun tidak perlu terjadi apabila pemerintah daerah tegas dan memaksimalkan proses sosialisasi kepada masyarakat. Menurutnya, IMB terkait rumah ibadah yang sudah terbit harusnya langsung dieksekusi oleh pemerintah daerah. Terlebih kondisi bangunan peninggalan sejak 1928 itu tak lagi prima menggelar peribadatan.
“Kalau IMB sudah terbit, pemda selanjutnya mengeksekusi. Lalu kalau ada orang luar menolak, itu ketegasan pemda,” ujar Nifasri kepada jaring.id pada 11 Maret 2020.
Dalam hal ini, pemerintah daerah dapat melibatkan kepolisian setempat untuk meredam protes warga terhadap pembangunan tempat ibadah.
“Namun itu sudah berlalu karena sudah ada kesepakatan. Ini untuk pembelajaran,” tambahnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos menyesalkan berlarut-larutnya penyelesaian konflik pembangunan rumah ibadah. Padahal kasus penolakan pendirian rumah ibadah sudah menjadi cerita berulang dari tahun ke tahun.
Selain disebabkan oleh pemerintah daerah yang kerap tak bergigi di bawah tekanan kelompok intoleran, menurutnya, akar utama konflik rumah ibadah justru terletak pada regulasi pemerintah pusat, yakni Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan Pendirian Rumah Ibadat. Alih-alih dioptimalkan sebagai sarana untuk membangun kerukunan dan keadilan bagi seluruh umat beragama, PBM acapkali digunakan untuk mempersulit pendirian rumah ibadah kelompok minoritas.
Hingga saat ini, di banyak daerah, kelompok minoritas masih dihalang-halangi bila hendak membangun rumah ibadah. Sebelum kasus gereja di Karimun mencuat lewat potongan video Februari lalu, sejumlah orang merusak balai pertemuan yang dijadikan tempat ibadah di perumahan Griya Agape, Tumaluntung, Minahasa Utara, Sulawesi Utara pada akhir Januari 2020. Sementara itu, pada Juli 2019, terjadi penolakan terhadap pendirian Gereja Kristen Pantekosta (GPdI) Immanuel di Sedayu, Kabupaten Bantul.
Penolakan tersebut terjadi tidak lebih dari sebulan setelah konflik pendirian Pura di Desa Sukahurip, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Di daerah yang sama, kasus Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Filadelfia juga jauh dari selesai. Jemaat HKBP Filadelfia masih harus berpindah-pindah tempat untuk melaksanakan ibadat.
Penolakan pembangunan atau renovasi tak hanya terjadi pada rumah ibadah non-Islam. Pada 2018 misalnya, Persekutuan Gereja di Kabupaten Jayapura (PGGJ) menolak renovasi Masjid Agung Al-Aqsha di Sentani hanya karena menara masjid menjulang lebih tinggi daripada bangunan gereja setempat.
Merujuk laporan Setara Institute yang diterbitkan 2019, terdapat 160 peristiwa pelanggaran terkait kebebasan beragama berkeyakinan (KBB) di 25 provinsi sepanjang 2018 lalu. Dalam setahun, sedikitnya terjadi 20 gangguan terhadap rumah ibadah. Sebanyak 13 gangguan dilakukan terhadap gereja, 4 peristiwa mengenai masjid dan pura mendapat 2 kali gangguan, diikuti klenteng 1 peristiwa. Menurut Tigor, Jawa Barat menjadi provinsi penyumbang kasus paling banyak, diikuti DKI Jakarta.
Dari ratusan pelanggaran KBB, justru terdapat 72 pelanggaran yang melibatkan penyelenggara negara. Antara lain pemerintah daerah, kepolisian, institusi pendidikan, wilayatul hisbah di Aceh dan TNI. Paling banyak melibatkan masyarakat, baik secara individu maupun melalui organisasi kemasyarakatan maupun keagamaan.
Hal ini yang kemudian menekan indeks kinerja HAM pemerintahan Presiden Joko Widodo selama 4 tahun belakangan. Dalam hal kebebasan beragama dan berkeyakinan, Indonesia hanya mendapat skor 2,4. Angka tersebut menunjukkan bahwa kinerja HAM selama ini terkelepai di bawah angka moderat 4. Dalam indeks ini, Setara menggunakan skala Likert dengan rentang nilai 1-7 untuk mengkuantifikasi capaian kinerja.
Berbagai rentetan kasus penolakan pembangunan atau renovasi gereja, menurut Tigor, membuat pihak gereja mulai mengubah pendekatan dalam penyelesaian konflik. Pimpinan gereja di Karimun sebagai contoh, tak segan berdialog dengan para penentang alih-alih hanya berkesah kepada pemerintah.
“Sejak kasus gereja di Bekasi, ada perubahan advokasi yang sedikit terbuka baik gereja maupun awam. Aktivis Katolik juga melobi negara,” kata Tigor kepada Jaring.id pada Kamis, 12 Maret 2020.
Tigor menyatakan langkah tersebut bisa diikuti oleh kelompok minoritas lain. Pasalnya, dalam beberapa kasus, keputusan mundur dari meja perundingan maupun menyepakati tawaran penyelesaian konflik berupa relokasi malah membuat polemik rumah ibadah makin meruncing.
“Relokasi ini menjadi momok karena ujungnya pendirian rumah ibadah terhenti. Lalu ketika proses relokasi disepakati, mereka harus cari tempat baru. Di mana tempat baru itu? Pasti di tempat lain, ditolak lagi,” imbuhnya.
Dalam kasus Gereja Santo Joseph Karimun, Bupati Aunur Rafiq juga sempat melontarkan wacana relokasi. Lokasi yang ditawarkan ialah lahan sekitar Masjid Agung Karimun sejauh 16 kilometer dari gereja. Namun, tawaran tersebut tak masuk dalam kesepakatan lantaran bangunan gereja tua sudah lebih dari 90 tahun berdiri di jantung pelabuhan Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau.
*Naskah berjudul “Jalan Lobi Akhiri Tengkarah” ini merupakan bagian kedua dari tiga cerita tentang jalan damai pendirian rumah ibadah. Kali ini kami menggunakan pendekatan jurnalisme solusi guna menggali pengalaman gereja menuntaskan konflik menahun. Simak satu cerita lain yang akan jaring.id terbitkan esok.