Meski telah menghabiskan dana kampanye hingga Rp 5,7 miliar, pasangan Sigit Ibnugroho-Agus Setyoso tak mampu memenangkan pemilihan Wali Kota-Wakil Wali Kota Semarang 2015. Dari perhitungan cepat versi beberapa lembaga, seperti lembaya survei Indo Barometer, pasangan yang diusung Partai Gerindra, Partai Golkar, dan Partai Amanat Nasional ini hanya memperoleh 21,65 persen suara. Kalah jauh dengan pasangan Hendrar Prihadi-Hevearita (PDIP) 47,05 persen dan pasangan Soemarmo-Zuber (PKB-PKS) 31,30 persen.
Dalam dokumen laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye (LPPDK) yang diperoleh Tempo, pasangan Sigit-Agus mengeluarkan biaya kampanye paling banyak dibandingkan pasangan calon lain. Dalam laporan yang diserahkan sehari setelah kampanye berakhir itu, Sigit-Agus mengeluarkan biaya kampanye hingga Rp 5,7 miliar. Perinciannya, Rp 2,1 miliar di saldo awal/penerimaan awal dan Rp 3,5 miliar di penerimaan selama masa kampanye. Ada minus Rp 706 ribu, tulis dokumen tersebut.
Yang menarik, seluruh dana kampanye Rp 5,7 miliar itu dilaporkan berasal dari kantong pribadi Sigit. Dalam laporan dana kampanye, pasangan ini sama sekali tak menerima sumbangan baik dari perseorangan maupun perusahaan mana pun. Bahkan, calon wakil wali kota yang mendampingi Sigit, Agus Setyoso, yang memiliki kekayaan Rp 2,7 miliar (versi LHKPN), hanya menulis nol di laporan sumbangan dana kampanye. Padahal, selama masa kampanye ia juga wira-wiri kampanye yang tentu butuh biaya.
Dana kampanye Rp 5,7 miliar dikeluarkan Agus-Sigit untuk berbagai keperluan, yakni pertemuan terbatas Rp 813 juta, pertemuan tatap muka Rp 819 juta, produksi iklan di media massa Rp 20 juta, penyebaran bahan kampanye untuk umum Rp 1,9 miliar, rapat umum Rp 766 juta, serta kegiatan lain yang tak melanggar aturan Rp 1,4 miliar.
Tempo belum berhasil meminta konfirmasi ke Sigit soal ini. Namun kepada wartawan pada Rabu sore, 9 Desember 2015, Sigit mengaku tidak mempermasalahkan besarnya biaya yang ia keluarkan untuk sosialisasi dan blusukan selama empat bulan terakhir itu. Sebab, menurut dia, biaya itu dia keluarkan dengan niat silaturahmi dan berkomunikasi dengan masyarakat Kota Semarang.
Berapa pun biaya yang keluar sudah saya niatkan sedekah. Nanti kerja lagi, mengumpulkan uang lagi, katanya. Sigit mengaku, menjelang pencoblosan banyak sekali pihak yang meminta uang ke dirinya. Namun ia menolak karena politik uang sangat dilarang.
Tempo juga sudah berusaha meminta konfirmasi ke ketua tim pemenangan pasangan Sigit-Agus, Joko Santoso, tapi belum berhasil. Didatangi ke posko pemenangan tidak ada. Ditelepon dan dikirim pesan pendek, Joko juga belum merespons.
Sigit adalah calon paling tajir di Pilkada Kota Semarang. Sesuai Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Ketua Partai Gerindra Kota Semarang ini mempunyai harta kekayaan Rp 11 miliar dan US$ 27 ribu. Sigit mengaku kekayaannya berasal dari usaha selama enam tahun terakhir. Sekitar 90 persen dari hasil usaha perusahaan, katanya saat menyerahkan LHKPN di Kantor KPUD Semarang, 1 Desember lalu.
Sebelum jadi pengusaha, Sigit bekerja sebagai pegawai pajak. Ia pernah menjadi pelaksana Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (KARIKPA) selama 1996-1998. Ia juga pernah menjadi accounting representative Kantor Pelayanan Pajak Semarang Barat 2008. Setelah itu, Sigit banting setir menjadi pengusaha sebagai direktur dan komisaris di beberapa perusahaan antara lain PT Indotrans Mega, PT Parama Surya Gemilang, dan PT Mugan Indonesia.
Dibandingkan dengan calon lain, dana kampanye Sigit paling banyak. Pasangan Soemarmo-Zuber menghabiskan biaya kampanye Rp 1,8 miliar. Pasangan ini melaporkan masih punya saldo dana kampanye Rp 305 ribu.
Adapun pasangan calon yang paling sedikit melaporkan dana kampanye adalah pasangan Hendrar Prihadi-Hevearita. Pasangan yang diusung koalisi PDIP, Demokrat, dan NasDem ini melaporkan dana kampanye Rp 995 juta. Dalam dokumen laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye, pasangan ini menerima dana kampanye Rp 1,021 miliar ditambah dana awal kampanye Rp 5 juta sehingga masih ada saldo Rp 143 juta. Dalam perhitungan cepat, pasangan ini menang dengan memperoleh suara 47,05 persen.
Saat melaporkan dana kampanye ke KPUD pada 6 Desember lalu, tim pasangan calon baru menyerahkan di menit-menit akhir sebelum masa penyerahan habis. KPUD memberikan batas akhir penyerahan dana kampanye pada pukul 18.00 WIB. Para tim sukses baru menyerahkan laporan dana kampanye sekitar pukul 17.00 hingga ada yang hampir pukul 18.00 WIB. Di antara laporan dana kampanye itu, ada yang terlihat rapi karena tertata dengan dijilid. Namun ada juga tim pasangan calon yang menyerahkan laporan dana kampanye dengan kuitansi-kuitansinya hanya dimasukkan ke dalam kardus.
Saat ini, KPUD sudah menyerahkan laporan dana kampanye ke akuntan publik. KPUD menyewa tiga akuntan publik di Semarang, Solo, dan Yogyakarta untuk meneliti apakah laporan dana kampanye itu patut atau tidak patut.
Anggota Badan Pengawas Pemilu Jawa Tengah Teguh Purnomo menilai selama ini laporan dana kampanye hanya bersifat administratif. Sejauh ada bukti administratifnya maka sebuah laporan dana kampanye sudah dianggap valid. Padahal, kata dia, bisa saja laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye pasangan calon ada yang tidak sesuai dengan fakta/riil. Karena laporan administratif itu bisa saja tidak riil, kata Teguh. Apalagi, laporan dana kampanye itu hanya diteliti oleh akuntan publik.
Panitia Pengawas Pemilu tak memiliki kewenangan ikut menelusuri dana kampanye pasangan calon. Ke depan, Teguh mengusulkan Panwaslu diberi kewenangan untuk ikut menelusuri validitas laporan dana kampanye pasangan calon. Jika diketahui ada yang tidak beres atas laporan dana kampanye, harus ada sanksi, mulai dari administratif hingga pembatalan calon. Kalau sistem laporan dana kampanye saat ini, kami hanya menjadi penonton, kata Teguh.