Tepat setahun sejak ditunjuk Presiden Joko Widodo untuk mengomandoi penanganan pandemi Covid-19, Doni Monardo mengaku hampir tidak bisa tidur lelap. Pasalnya Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) ini tidak punya gambaran lengkap bagaimana harus memerangi pertumbuhan kasus Covid-19. Yang ia tahu selama ini hanya manajemen bencana alam dan perang. Meski begitu, ia meyakini bahwa penanganan Covid-19 perlu keputusan cepat, baik dalam melakukan isolasi terhadap arus orang, maupun pengadaan alat kesehatan yang berguna untuk mendeteksi virus corona.
Namun, melakukan itu semua bukan pekerjaan mudah. Satgas Covid-19 sampai harus berjibaku menghadapi negara lain yang membutuhkan alat kesehatan yang sama pada Maret-April 2020, seperti masker, pakaian pelindung hazmat dan juga reagen yang merupakan bahan penting untuk mengindentifikasi paparan virus Corona pada tubuh manusia. Terlebih saat itu, menurut Doni, jumlah reagen di dalam negeri kian menipis. BNPB memutuskan untuk melakukan penunjukan langsung sejumlah perusahaan untuk menyediakan reagen. Belakangan, pengadaan tanpa tender ini belakangan terbukti menyimpan beberapa masalah.
Sepanjang Juli-September, BNPB mengadakan reagen sebanyak 1.956.644 unit dengan anggaran mencapai Rp 549 miliar. Lebih dari 400 ribu reagen dikembalikan sejumlah laboratorium dan rumah sakit lantaran tidak dapat dipakai. Audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menysinyalir adanya kerugian negara dalam pengadaan tersebut. “Kalau saya tidak mengambil keputusan saat itu, mau jadi apa negara kita?” ungkap Doni yang didampingi sejumlah anak buahnya ketika ditemui tim KJI di kantornya pada Kamis, 11 Maret lalu. Berikut petikan wawancara dengan Doni Monardo dan jawaban tertulis BNPB yang dikirimkan kepada tim KJI.
Bisa Anda jelaskan berapa banyak alat uji spesimen Covid-19 yang salah?
Audit BPKP menemukan 473.984 unit reagen merek Sansure dari Tiongkok yang tidak bisa dipakai laboratorium. Saya tanya ke mereka, apakah benar barang tidak berguna? Rupanya, hanya beberapa laboratorium yang nggak bisa pakai.
Mengapa?
Alat laboratoriumnya tidak cocok dengan reagen. Kami tarik yang tidak cocok, lalu didistribusikan ke laboratorium yang cocok. Artinya tidak ada barang yang terbuang sia-sia. Semua biaya juga tanggung jawab penyedia.
Kami sempat mengecek Gudang BNPB di Kelapa Gading dua pekan lalu, reagen masih menumpuk..
Prasista Dewi, Deputi Bidang Logistik dan Peralatan BNPB: Sudah tidak ada. Sudah kosong.
[irp posts=”9844″ name=”Alkes Bermasalah Kiriman BNPB”]
Mengapa memilih merek Sansure?
Kami tidak mengerti. Kami baru tahu setelah ada pemeriksaan BPKP. Kami pikir semua merek sama.
[Tertulis] Adanya kesanggupan dari perusahaan untuk menyediakan 1 juta PCR reagen dalam waktu 10 hari. Produk itu diketahui sudah mendapat rekomendasi WHO. Selain itu proses pengadaan darurat bencana didampingi LKPP dan telah diaudit APIP BNPB.
Merujuk Pasal 6 (1) Peraturan LKPP Nomor 13/2018, bagaimana BNPB mengidentifikasi kebutuhan rumah sakit dan laboratorium sebelum mengadakan barang dalam kondisi darurat?
Di awal pandemi, semua masih bingung. Mana sempat bertanya? Tiap hari ada permintaan barang ini dari semua laboratorium.
Berarti belum ada uji coba terhadap kualitas produk?
Pengadaan reagen dari PT Mastindo Mulia dilakukan pada awal pandemi di mana terjadi kelangkaan almatkes, khususnya reagen PCR yang menjadi high demand di berbagai negara terdampak Covid-19. Keputusan pengadaan reagen merek Sansure didasari rekomendasi pakar di mana merek tersebut direkomendasikan WHO pada 25 Maret 2020. Sedangkan di dalam negeri belum ada lembaga yang melakukan uji validasi untuk PCR reagen kit.
Berdasarkan dokumen pengadaan, sejumlah perusahaan penyedia bukan perusahaan yang begerak dibidang medis atau kesehatan. Bagaimana penjelasan Anda?
[Tertulis] Pandemi Covid-19 bukan situasi normal. Khususnya pada periode awal pandemi antara Maret-April 2020 di mana banyak negara membutuhkan reagen PCR untuk pemeriksaan Covid-19. Kelangkaan reagen PCR bukan hanya di Indonesia, tetapi seluruh negara. Oleh sebab itu, saya melakukan tindakan dan upaya maksimal guna memenuhi kebutuhan almatkes untuk menekan penyebaran Covid-19 yang semakin meluas. Dengan keterbatasan tersebut, pertimbangan terpenting dalam pemilihan penyedia adalah penyedia yang pada saat darurat memiliki sumber daya dan mampu melaksanakan pekerjaan dalam waktu cepat dengan jumlah barang yang banyak sesuai kebutuhan.
[irp posts=”7773″ name=”Minim Data Alkes Disebar”]
Bukan karena kenalan?
Proses pengadaan di BNPB terbuka untuk umum. Setiap penyedia yang memiliki produk sesuai spesifikasi kebutuhan dan memenuhi persyaratan sebagai penyedia dapat ditunjuk sebagai penyedia.
Artikel berjudul “Doni Monardo: Kami Pikir Semua Merek Sama” merupakan 1 dari 4 laporan hasil kolaborasi sejumlah media yang tergabung dalam Klub Jurnalis Investigasi (KJI) dan Indonesia Corruption Watch (ICW). Sebelumnya kami menerbitkan laporan utama berjudul “Alkes Bermasalah Kiriman BNPB.”