Kisah tragis kegagalan menikah dengan pria Taiwan yang dialami Eka merupakan salah satu dari sekian ratus cerita tragis lainnya. Memang, banyak juga dari pasangan pengantin Amoy Singkawang dengan Pria Taiwan ini yang mendapat kebahagian. Tapi, tak sedikit mengalami masalah. Bahkan, ada yang telah meninggal, karena terkena virus HIV/AIDS. Mereka diperdagangkan menjadi PSK, ketika sampai di Taiwan. Ada yang diminta melayani satu keluarga, karena uang untuk mendapatkan amoy diperoleh melalui patungan.
Tak sedikit juga yang kehilangan jejak, karena tak ada kabar beritanya. Seperti dialami keluarga Gow Sie Lan di Singkawang. Ia kawin dengan pria Taiwan pada 1982. Hingga sekarang, berita tentangnya tidak pernah terdengar. Pihak keluarganya tidak bisa berbuat banyak. Tidak ada uang untuk mencari informasi ke Taiwan.
Direktur LBH PEKA Kalbar, Rosita Nengsih menggambarkan permasalahan pengantin pesanan, seperti fenomena gunung es. “Sedikit yang tampak di permukaan, padahal sebenarnya besar sekali jumlahnya,” kata Rosita. Ia mulai mengadvokasi kasus pengantin Amoy Singkawang dengan pria Taiwan tahun 1990 an lalu. Rosita telah menangani lebih dari 11 kasus, yang dialami Eka.
***
Rumah Rosita Nengsih di Jalan U Dahlan M Suka 22 Kota Singkawang, pagi itu, Sabtu (8/10) terlihat lengang saat kendaraan saya memasuki halaman rumahnya. Rosita yang mengetahui kedatangan saya langsung membukakan pintu rumahnya dan mempersilakan saya masuk ke rumahnya. Pagi itu, kami memang telah berjanji untuk bertemu di rumahnya.
Ibu separuh baya ini merupakan Direktur LBH Peka Kalbar. Lembaganya itu, merupakan salah satu LSM yang rutin mengadvokasi kasus perempuan dan anak. Di Kalbar, terutama di Kota Singkawang, Rosita terkenal sebagai seorang advokat yang selalu membantu Amoy Singkawang, jika mereka mengalami kasus. Biasanya, kasus yang ditangani Rosita adalah kasus traffickingyang dialami para Amoy Singkawang, setelah mereka menikah dengan pria asal Taiwan.
Fenomena pernikahan Amoy Singkawang dengan pria Taiwan sudah terjadi sangat lama, dimulai sekitar tahun 1980 an. Fenomena ini berlangsung terus hingga saat ini. Pernikahan Amoy Singkawang dengan pria Taiwan, biasanya disebut dengan pengantin pesanan. “Hanya saja, sejak tahun 2012, fenomena kasus trafficking pengantin pesanan sudah mulai menurun,” ucap Rosita, yang duduk di hadapan Kapuas Post.
Sambil membuka dokumen yang berisi foto pesta perkawinan, surat akte perkawinan dan dokumen lainnya, Rosita mengatakan, kasus trafficking terakhir yang ditanganinya terjadi pada 2015 lalu. Peristiwa itu dialami Eka, perempuan Tionghoa yang tinggal di Pemangkat Kecamatan Sambas tersebut.
Eka pernah menikah dengan seorang pria Taiwan bernama Miao Li Sheng pada 16 Maret 2015, setelah dicomblangi oleh Fuili, Abui dan Eni. “Abui ini diduga Cangkau (Comblang) di Singkawang. Dia yang membawa Eka ke Singkawang. Sedangkan Fuili, diduga comblang dari Taiwan yang membawa pria Taiwan ke Singkawang. Sementara Eni merupakan orang yang bertugas mengurus administrasi kedatangan Miao ke Singkawang, seperti visa dan paspor. Ini orang-orangnya,” tutur Rosita sambil menunjukan foto Fuili, Abui dan Eni.
Fuili merupakan Amoy Singkawang yang telah menikah dengan Pria Taiwan dan sekarang menetap di Taiwan. Sedangkan Abui merupakan comblang yang tinggal di Singkawang. Sementara Eni tinggalnya di Jakarta.
Perkawinan antara Eka dengan Miao inipun dinyatakan bubar. “Eka pun merasa menjadi korban karena telah terikat perkawinan dengan Miao. Kalaupun Eka mau mengurus perceraiannya, itu butuh biaya. Sementara Eka merupakan orang tidak mampu dalam hal ekonomi,” beber Rosita.
Aktivis perempuan itu mengatakan, seluruh dokumen milik Eka seperti Akta Perkawinan dan lainnya ada di tangannya. Dokumen-dokumen milik Eka itu dimintanya dari Eni. “Sampai hari ini status Eka dan Miao memang belum bercerai,” ujarnya.
Kata Rosita, Miao pria Taiwan ini menyebutkan dia telah menyetor uang Rp120 juta pada ketiga mak comblang untuk perkawinannya dengan Eka. Dari Rp120 juta dana yang diberikan Miao pada Fuili, Abui dan Eni. Eka hanya mendapatkan emas berupa cincin dan gelang. Sementara ibunya Eka hanya diberikan uang Rp10 juta oleh Fuili.
Rosita mengatakan, kasus yang dialami Eka merupakan salah satu kasus dari 100 lebih kasus trafficking pengantin pesanan yang diadvokasinya. Rosita mulai berkecimpung mengadvokasi kasus trafficking yang dialami para Amoy Singkawang ini sedang tahun 1995.
“Sudah tidak terhitung kasus traffickingyang dialami Amoy ini. Rasanya lebih dari 100 kasus yang sudah saya tangani,” katanya.
Rosita mengatakan, di tahun 1990 an dulu, korban traffickhing dari pengantin pesanan yang datang ke kantornya saja, setiap tahun mencapai 10 orang. Rata-rata korban traffickingini sudah sampai ke Taiwan. Karena ketidakcocokan dengan suaminya di Taiwan, merekapun kembali ke Singkawang. Rosita menegaskan, para Amoy ini merupakan korban trafficking, karena ada pemalsuan dokumen, menikah tidak saling mengenal, dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain dan diiming-imingi bahwa setelah menikah dengan pria Taiwan, mereka menjadi kaya. Karena pria Taiwannya merupakan orang kaya. Tapi begitu sudah sampai di Taiwan, kenyataannya banyak yang berbeda.
“Ada kasus yang pernah saya tangani, seorang Amoy sudah sampai di Taiwan, ternyata dia harus menikah dengan pria Taiwan yang idiot,” bebernya.
Kasus lainnya lagi, lanjut Rosita menceritakan pengalamannya mengadvokasi kasus pengantin pesanan, ada Amoy yang setelah menikah dengan pria Taiwan dan sampai di Taiwan, ternyata Amoy ini tidak hanya melayani seks suaminya. Tapi juga harus melayani seks suami dan adik iparnya. “Amoy tersebut dijadikan prostitusi keluarga,” cerita.
Merasa tidak tahan, Amoy yang dijadikan prostitusi keluarga itu lari ke Singkawang dan melapor ke LBH PEKA. Tapi tidak lama kemudian, dia yang meninggalkan dua anak di Taiwan, akhirnya kembali ke Taiwan dan menikah dengan pria Taiwan lainnya.
Kata Rosita, sejumlah kasus trafficking pengantin pesanan yang ditanganinya ini, untuk menikahi Amoy Singkawang, biasanya pria Taiwan mengeluarkan dana berkisar Rp60 juta. Dana itu diserahkan pada para comblang. Dari dana yang diberikan pria Taiwan ini, Amoy Singkawang yang menikah dengan pria Taiwan biasanya hanya dapat sekitar Rp 2 jutaan saja. Sekarang, kasus terakhir yang muncul, pria Taiwan ternyata harus mengeluarkan uang Rp120 juta untuk menikahi Amoy Singkawang.
Masih menurut Rosita, modus pengantin pesanan ini ada tiga macam. Pertama, pasangan tidak saling mengenal, kemudian dipertemukan dan menikah. Modus kedua, melalui keluarga, misalkan ada Amoy Singkawang yang sudah di Taiwan kemudian mencarikan jodoh untuk keluarganya di Singkawang dengan pria Taiwan, melalui kirim foto. Modus selanjutnya, pria Taiwan berperawakan muda dan ganteng, dimodali oleh perusahaan-perusahaan di Taiwan seperti kafe, diskotik, bar dan tempat prostitusi.
Pria Taiwan muda ini diberi modal Rp100 juta untuk pergi ke Singkawang mencari amoy. Sudah jelas pria ini akan mendapatkan amoy yang paling cantik. ”Nanti setelah amoy itu dibawa ke Taiwan, amoy tersebut diserahkan ke perusahaan yang membiayainya, dan harus bekerja di perusahaan ini. Biasanya kemudian dijadikan PSK,” kata Rosita.
Ia menceritakan, sejarah pria Taiwan memilih mencari jodoh amoy Singkawang ini, bermula dari pria Taiwan yang bekerja sebagai tentara. Mereka tidak boleh menikah sebelum pensiun di umur 45 tahun. Setelah pensiun, pria Taiwan ini tidak bisa mendapatkan perempuan Taiwan karena sudah tua. Kemudian mereka mencarilah ke Singkawang. Berawal dari itulah, pengantin pesanan terjadi hingga terjadi tiga modus tersebut. Dari 100 lebih kasus yang ditanganinya, Rosita mengatakan, 25 persen kasus pengantin pesanan dengan modus ketiga, yaitu pria Taiwan ganteng yang dimodali perusahaan.
Para amoy Singkawang bersedia menikah dengan pria Taiwan, dilatarbelakangi faktor kemiskinan warga etnis Tionghoa di Singkawang. Para amoy berharap, dengan menikahi pria Taiwan, mereka bisa hidup lebih mapan.
Tidak semua pengantin pesanan ini berujung kisah tragis. Sebagian memang ada yang berhasil. Terbukti, setiap tahun baru imlek, miliaran rupiah uang yang dikirim dari para amoy di Taiwan untuk orang tuanya di Singkawang.
Menurut berbagai sumber, pengantin pesanan ini terjadi berawal dari kunjungan Kadin (Kamar Dagang) Taiwan ke Pontianak, Kalbar pada 1980. Kunjungan tersebut dilanjutkan ke Kota Singkawang yang berjarak 145 km dari Pontianak. Dalam kunjungan itulah, dilangsungkan juga pernikahan. Masyarakat Singkawang, terutama etnis Tionghoa percaya, bahwa mereka satu leluhur dengan masyarakat Taiwan. Sehingga menganggap pernikahan merupakan salah satu cara untuk mengingkat kembali tali persaudaraan.
Namun dalam perkembangannya, pengantin pesanan ini justru dijadikan modus untuk mendapatkan keuntungan oleh sebagian orang. Oknum-oknum ini pun memanfaatkan ketidaktahuan soal adanya modus dari pengantin pesanan ini.
Di era 1980 an dulu, si perempuan Singkawang-lah yang datang ke Taiwan. Begitu sampai di Taiwan. Ternyata sudah ada penghubung yang mempertemukan Amoy Singkawang dengan pria Taiwan tersebut. Kemudian, di tahun 1990 an, pria Taiwan yang datang langsung ke Singkawang untuk mencari Amoy. Selanjutnya di tahun 2000 an, pernikanan ini sudah menjadi ajang bisnis para makelar, yang kemudian disebut mak comblang.
Bagi para makelar, apa yang menimpa amoy Singkawang tak layak dipikirkan. Apalagi sampai menghentikan bisnis pengantin pesanan. Dulu, para makelar level kampung (comblang di Singkawang) biasanya mendapat angpau dua juta rupiah setiap kali berhasil mempersembahkan amoy ke pelukan lelaki Taiwan.
Uang lebih besar akan diterima mak comblang yang berhubungan langsung dengan lelaki Taiwan. Makelar pengantin pesanan, setiap menjodohkan uang mengalir ke koceknya antara Rp 40 juta hingga Rp 70 juta. Sedangkan pengantin perempuan dan keluarganya paling banyak mendapat uang lima juta hingga sepuluh juta rupiah.