Penambahan alokasi bantuan keuangan partai politik tingkat pusat belum dapat direalisasikan. Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri, Benni Irwan mengatakan usulan kenaikan yang sudah disampaikan sejak tahun lalu itu terhambat karena pandemi Covid-19. “Kita menunggu. Mudah-mudahan ada alokasi tambahan di 2022. Ini momen menunggu mendapat informasi kepastian tambahan alokasi,” katanya ketika dihubungi Kamis, 27 Mei 2021.
Benni menjelaskan keputusan menaikkan dana bantuan partai politik merupakan usulan sejumlah partai politik, serta merujuk riset Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), juga Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI) serta sejumlah masyarakat sipil. KPK mengusulkan agar dana banpol dinaikkan menjadi Rp 8.461 per suara. Usul ini disampaikan ke pemerintah setelah KPK melakukan riset terhadap sejumlah parpol, antara lain Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan, Golongan Karya (Golkar) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Menurut Beni, bantuan negara selama ini masih sangat minim ketimbang kebutuhan partai, sehingga partai sangat bergantung pada pendonor tunggal. Bahkan kebutuhan itu tak jarang diambil dari sumber dana ilegal hingga korupsi.
Menurut perhitungan KPK, idealnya negara menanggung 50 persen dari pengeluaran partai. Bila pada pemilu 2019 partai politik rata-rata mengeluarkan biaya sebesar Rp 16.922 untuk mendapat satu suara, maka separuh dari pengeluaran partai adalah Rp 8.461 per suara. Meski begitu, KPK menyodorkan sejumlah syarat bagi partai yang hendak menerima dana banpol ini. Partai politik wajib menerapkan Sistem Integritas Partai Politik (SIPP), meliputi kode etik, demokrasi internal parpol, kaderisasi, rekrutmen dan keuangan parpol. Disebutkan pula bahwa partai wajib menggunakan sebesar 15 persen uang negara untuk program kaderisasi.
Kemendagri, menurut Benni, hendak menaikkan dana banpol sebesar Rp 10.000 per suara selama lima tahun ke depan. Jumlah ini naik sepuluh kali lipat ketimbang bantuan saat ini yang hanya Rp 1.000 per suara. “Beberapa provinsi sudah mengalami kenaikan. Masing-masing provinsi besarannya berbeda karena tergantung kekuatan keuangan daerah. Sama halnya dengan sejumlah kabupaten untuk 2021,” katanya merujuk Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 78 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penghitungan dan Penganggaran APBD dan Tertib Administrasi Pengajuan, Pelaporan dan Pertanggungjawaban Penggunaan Bantuan Partai Politik.
Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN) Guspardi Gaus mendukung penuh langkah pemerintah menambah bantuan keuangan partai. Menurut dia, dana banpol dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas demokrasi. Selama ini, partainya menanggung biaya kaderisasi, serta membangun infrastruktur politik hingga tinggkat daerah. “Antara tuntutan dengan keinginan serta kontribusi pemerintah belum berbanding lurus,” kata Guspardi pada Kamis, 27 Mei 2021.
Sementara di sisi lain, sumbangan dari anggota partai selama ini tak cukup menutupi pengeluaran partai. Sebab tak semua anggota dapat mengongkosi kegiatan partai. “Iuran mana mungkin, kecuali dari anggota DPR,” ujarnya.
Meski begitu, Guspardi mengakui sampai saat ini belum ada pembicaraan antar legislator terkait sistem transparansi dan akuntabilitas partai dalam penggunaan dana banpol. Menurutnya, perlu ada aturan yang mengatur sistem pencairan dan pertanggungjawaban partai. Entah itu lewat peraturan pemerintah (PP), revisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Undang-Undang Partai Politik maupun audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). “Karena ini uang negara jadi perlu dipertanggungjawabkan. Saya setuju dengan penambahan kontribusi dilakukan evaluasi berdasarkan kebutuhan masyarakat,” paparnya.
Sebelumnya, partai lain seperti PDI Perjuangan menganggap bahwa kenaikkan dana banpol cukup diatur dalam revisi RAPBN. Sementara inspektorat pemerintah daerah didorong untuk turut mengawasi penggunaan dana bantuan ini.
Namun, menurut Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Agustiaty mekanisme pertanggungjawaban tersebut belum cukup. Dana bantuan mesti diberikan sesuai dengan performa integritas partai, mulai dari sistem rekrutmen politik sampai transparansi keuangan parpol. Jika performa integritas partai berjalan baik, maka pemerintah dapat memberi insentif berupa penambahan dana bantuan. “Tidak sekedar memberi uang tetapi sembari memaksa partai melakukan pembenahan diri,” ujar Khoirunnisa dihubungi Jumat, 28 Mei 2021.
Khoirunnisa menyarankan agar Indonesia meniru sistem pendanaan partai politik sejumlah negara, seperti Kolombia, Honduras dan Korea Selatan. Demi meningkatkan partisipasi politik perempuan, Kolombia mengalokasikan dana bagi partai yang dapat mendorong pemberdayaan politik perempuan. Apabila partai berhasil meningkatkan keterwakilan perempuan dalam pemilu, maka dana bantuan tersebut bakal ditambah. Sedangkan partai yang tak mampu menominasikan perempuan akan mendapat pengurangan dana atau disinsentif.
Sejumlah syarat di atas yang menurut Ninis perlu dicantumkan dalam revisi UU Partai. “Harus tertulis di UU supaya bisa memaksa partai untuk memenuhi syarat-syarat tersebut,” katanya. Di samping itu, penting bagi pemerintah untuk menegaskan proses rekrutmen dan kandidasi dilakukan melalui merit sistem.
Khoirunnisa menegaskan Perludem mendukung pemerintah untuk menambah dana bantuan parpol setidaknya 30 persen dari pengeluaran partai. Namun secara bersamaan, partai harus menerapkan rekomendasi KPK seperti yang tertuang dalam Sistem Integritas Partai Politik (SIPP). Peningkatan bantuan, kata Khoirunnisa, dapat diberikan secara bertahap berdasarkan evaluasi terhadap kinerja partai.